41 - help, i have 11 main characters and this story is a disaster

1.5K 306 122
                                    

"HANYA ada satu makhluk yang sanggup bertahan hidup di Benua Beku: naga. Jangan berani-berani mendebatku soal ini." Alpha mengatakan itu sambil menggigil. Giginya saling bergemeletuk dan dia merapat dekat-dekat ke arah Ray yang kabarnya mempunyai suhu tubuh paling hangat. "Atau mungkin kau," imbuhnya. Ray hanya cekikikan.

Penumpang kapal pesiar L.E. telah tiba di pelabuhan Distrik Northorn, tepatnya di Negara Tortenia, yakni satu di antara ketiga negara yang membentuk Benua Beku. Para kriminal menghilang secepat kilat begitu kaki mereka menginjak dermaga yang dilapisi salju. Tinggal segelintir yang masih tinggal. Sembilan orang. Alias cuma Venom.

Sepuluh ditambah Essence. Pria itu masih bertanggung jawab atas kesembilan anak ayam Connor hingga 'wali' baru mereka datang menjemput.

Berdasarkan iklim normal di Tortenia, hujan salju dipastikan sudah turun sejak kemarin, seminggu lebih awal daripada yang biasanya terjadi di Arterierrn.

"Huh, masa?" Max mengernyitkan dahi. Hidungnya memerah karena dingin. "Buktinya kita masih hidup."

"Maksudku bertahan hidup sambil bugil."

"Alpha, bro," kata Ray lembut, "aku ragu bakal sanggup bertahan hidup di manapun, saat musim dingin, sambil bugil."

Percakapan konyol itu terus berlanjut sampai beberapa menit ke depan (durasi yang cukup lama untuk memanaskan telinga orang-orang sehingga cuping mereka tidak ikut membeku), diiringi debat kusir antara Alpha dan Max serta lontaran-lontaran provokasi Ray yang tidak pernah padam meski mereka tengah dihujani salju. Kompor memang akan selalu menjadi kompor.

Sebagai orang yang pada dasarnya kebal terhadap udara dingin tetapi tidak terhadap kekonyolan, Bellezza lama-kelamaan risi juga. Dia berjalan mendekati ketiga kawannya lalu menarik tudung jaket mereka satu per satu hingga menutup wajah.

"Hei—ow!" Max baru hendak protes tatkala segumpal bola salju tiba-tiba meluncur tanpa peringatan ke wajahnya.

"Tahu apa yang lebih asyik daripada mengobrol tidak penting?" Sepasang tangan Bellezza bekerja bagai mesin pengangkut pasir, dia meraup salju kemudian membentuk bola-bola padat baru darinya. "Nih, tangkap!" Kali ini Bellezza menyasar wajah Ray dan Alpha secara berbarengan.

Ray, berkat refleks gesit yang natural, tentu saja berhasil menghindar. Tidak seperti Alpha yang kena telak di dahi; tenaga lemparan Bellezza membuatnya oleng dan ia pun jatuh terduduk di atas tanah bersalju nan empuk.

"Sial, bokongku beku!" rengeknya.

Aksi tersebut kontan mengundang perhatian kelima anggota Venom yang lain, tetapi tidak ada di antara mereka yang tertarik bergabung kecuali menjadi penonton semata.

Max dan Ray bertukar pandang. Lalu atensi mereka beralih ke arah Alpha—susah sekali bagi Max dan Ray untuk mempertahankan ekspresi netral selagi tangan lelaki itu sibuk menggosok-gosok pantat. Mati rasa, katanya, dasar Bellezza makhluk buas. Tidak salah sih.

Ketiganya mengangguk bersamaan sebelum kemudian mengambil langkah mundur. Bellezza sendiri lekas memasang posisi kuda-kuda yang sama seperti ketika ia hendak berkelahi, syal hitam bermotif tartan yang menggantungi lehernya dilempar begitu saja ke sembarang arah, lengan mantelnya tak luput digulung sampai siku.

"Tiga lawan satu?" Bellezza tersenyum meremehkan. Ray menelan ludah. "Kalian butuh anggota lebih banyak supaya bisa mengalahkanku."

Melawan monster musim dingin yang tiada lain dan tiada bukan adalah Bellezza (serius, tempat ini merupakan daerah kekuasan gadis itu), Max sadar bahwa dirinya, Alpha, dan Ray tidak punya banyak peluang menang.

Kendati demikian, seruan mereka bertiga tetap berkumandang keras ke sepenjuru dermaga: "SERANG!"

oOo

heart of terrorWhere stories live. Discover now