34 - join the alliance of asshole to be the assholest to ever asshole

1.1K 286 151
                                    

MENGENDARAI helikopter bukanlah sesuatu yang bisa Max nikmati setiap hari. Oleh karena itu, dia memastikan pengalamannya di balik kemudi berjalan sempurna tanpa cela.

Dia mendaratkan helikopter di sebuah gudang kuno tak terpakai di area Pelabuhan Ortega. Setelah semua penumpang turun, autopilot mengambil alih dan helikopter hasil pinjaman itu pun kembali mengudara. Venom berbaris di depan pintu gudang yang tersamarkan gelapnya malam, sedangkan Alexzander berdiri tegak di hadapan mereka, menunggu. Angin meniup-niup anak rambut cokelatnya yang tidak terlindungi beanie.

"Terima kasih banyak, Alex," Lucille buka suara mewakili kawan-kawannya. "Entah bagaimana cara kami membalasmu." Sepasang iris heterochromia mencuri lirik ke arah Bellezza dan Valor, serta sosok lemah yang sedang mereka papah bersama.

"Tidak perlu dipikirkan," sahut Alex enteng seraya berbalik. "Selalu senang melaksanakan misi yang tidak membosankan."

Dia menghilang tanpa banyak kata. Waktunya hampir habis; Alex tidak boleh berlama-lama di Arterierrn dan alasannya bukan gara-gara musim gugur sudah mau habis, ataupun tinggal beberapa jam lagi menuju Sabtu pertama di bulan Desember—meski keduanya merupakan kenyataan yang sedang berlangsung saat ini. Lagi pula, seorang bala bantuan lain akan segera menggantikan Alex untuk membantu pelarian Venom.

"Kita sembunyi di sini dulu," Atlas mengumumkan. Dia mengeluarkan pisau lipat dan mempercayakan urusan cungkil-mencungkil gagang pintu kepada Alpha.

Ketika pintu akhirnya berkeriut terbuka, kegelapan menyesakkan yang malah lebih pekat daripada malam serta-merta menyambut mereka. Aroma pelapukan dan debu kental merasuki hidung. Kendati demikian, Atlas tidak ragu-ragu melangkahkan kaki memasuki lubang hitam tersebut. Valor dan Bellezza terseok-seok mengikuti di belakangnya, mendekap erat tubuh Ray di antara mereka.

Satu per satu anggota Venom lain menyusul. Andromeda, selaku yang terakhir masuk, menutup pintu gudang seperti sedia kala dan membiarkan udara lembab tetapi hangat mengungkung mereka bersembilan dalam kegelapan.

"Kurasa sedikit tidak aman." Lucille menyalakan senter; bergulung-gulung debu tebal beterbangan di seputar corong cahaya. "Nah, begini baru benar."

Selagi kedelapan kawannya ambruk di lantai gudang yang berpasir dan penuh kerikil, Atlas sibuk menginspeksi seisi bangunan memakai senternya sendiri. Pancaran sinar memperlihatkan keberadaan tumpukan kotak-kotak kayu lapuk yang tersebar di segala penjuru, selain itu terdapat pula serakan plastik bungkus berlabel kuning mencolok. Sembari menyorot ke sana kemari, Atlas menduga gudang ini dulunya merupakan tempat pengemasan barang angkutan kapal. Pemiliknya barangkali bangkrut akibat kalah saing melawan teknologi.

Tikus-tikus mencicit dari pojok ruangan dan di balik tumpukan kotak kayu—Atlas mengarahkan senter ke sumber suara dan tikus-tikus berlarian kabur diiringi keributan nyaring. Di atas pucuk raven Atlas, tepatnya menggantung di kasau, jalinan sarang laba-laba menggumpal tebal karena usia.

Atlas yang pada dasarnya berprinsip anti-serangga pun berbalik, memutuskan untuk menyudahi inspeksinya ketimbang harus bertemu salah satu monster berkaki enam itu. Kemudian, bergabunglah dia bersama teman-temannya.

Venom sedang duduk berdekatan. Senter Lucille diberdirikan di tengah-tengah mereka sehingga cahaya menimpa langit-langit dan keremangannya tumpah ke bawah. Sejenak sesudah Atlas duduk, mereka saling berpandangan. Wajah kesemuanya terkesan bagai hantu.

"Aku tidak bilang apa-apa," ujar Ray tiba-tiba. Suaranya serak dan kasar. "Siksaan mereka memang berat, tetapi aku tetap bungkam."

Dua minggu belakangan adalah dua minggu paling berat yang dialami Venom, terutama bagi Ray. Atlas mau tak mau menatap miris. Warna-warni lebam bermekaran di permukaan kulit Ray yang sepucat kertas, menyebar di bagian leher, wajah, serta kedua pergelangan tangannya. Ada bekas goresan di seputar mulutnya yang menandakan bekas pemasangan berangus. Menakjubkan—sekaligus tidak mengherankan—mengetahui Ray mampu mengarungi bertahap-tahap sesi interogasi dan siksaan tanpa membocorkan secuil informasi.

heart of terrorWhere stories live. Discover now