25

684 132 7
                                    

"Berhenti, kalian tidak diijinkan maju lebih dari ini." Rombongan EC London mematuhi perintah sang ibunda para Moirai, sepuluh meter di depan wanita penuh benang.

"Selamat datang, Pasukan Elpis, dua dari Tujuh Kesatria Utama, Penyihir terhebat, dan Putri Brooke."

Iris dapat melihat, di bawah naungan atap landai khas kuil-kuil Yunani, duduk tiga orang wanita dengan umur yang berbeda-beda di singgasananya yang serupa sofa tebal dengan lapisan kain beludru halus.

"Putri Brooke, apa kabar ibumu sekarang?" ujar seorang gadis berusia empat belas tahun yang sibuk mengulur benang dari bola benang raksasa di sebelahnya.

"Kau tidak lihat warna benangnya, adikku?" Kali ini, wanita paling ujung yang memakai tudung kepala menyahut dengan suaranya yang serak.

Iris baru sadar wanita itu memiliki kulit tangan keriput dengan punggung yang membungkuk, wanita tua itu sibuk menggunting benang yang sudah dibagi remaja yang ada di tengah.

"Oh, sudah mati ya?" tanya remaja di tengah yang memecah benang dengan sapuan sihirnya, remaja yang duduk di tengah kira-kira seumuran Iris.

Iris risi dengan ucapan dan perlakuan mereka, tetapi Nyonya Rose segera mengambil alih dan mengatakan tujuannya.

"Itu sulit dilakukan," ujar wanita paling tua.

"Ingatan yang sudah dikunci itu bisa saja kami masuki, tapi kami menghargai privasi." Yang paling kecil menimpali.

"Itu betul." Remaja di tengah menerima uluran benang baru lagi.

"Tolonglah!" Iris berseru. "Ini penting, aku harus mengetahui orang tuaku, dan apa yang mereka sembunyikan, dan juga bibiku ...." Iris menunduk, berusaha tidak menangis dengan mengepalkan tangannya.

"Yah, kalau kalian memaksa," gadis remaja yang berada di tengah menggunakan tangannya untuk melayangkan mangkok dari anyaman akar berduri, di dalamnya ada benang berwarna emas.

"Itu adalah benang kehidupanmu, kau akan kami arahkan hanya untuk melihat masa lalumu saja." Yang paling kecil menjelaskan peraturannya.

"Melihat masa depan adalah pelanggaran rahasia." Wanita yang paling tua memperingatkan.

"Satu lagi alasan klasik yang harus dipatuhi. Kecuali Putri Brooke, berbaliklah dan jangan pernah menengok ke belakang hingga rituak selesai," yang paling muda mengisyaratkan semua orang kecuali Iris untuk berbalik.

"Ibu, bisakah kau?" Anaknya yang  bahkan lebih tua dari sang ibu meminta tolong.

Ibunya yang mengantar rombongan EC London masuk ke dalam kuil mengarahkan timbangannya ke atas, kemudian menyapukan timbangan itu ke seluruh ruangan diikuti oleh para wanita berkerudung. Dari bawah kaki Leo tiba-tiba saja muncul lingkaran sihir berwarna emas, kurang dari semenit, lingkaran itu meledak dan menumbuhkan dinding kaca heksagonal di sekeliling Leo. Begitu juga yang mengurung Chelsea dan Nyonya Rose.

"Jangan berbalik, hancurkan dinding itu!" Sang Ibunda memerintah.

Melihat hal itu, Iris bergerak gelisah, apakah ini benar? Apa dia akan selamat? Apa ini jebakan? Ia akan mati di tempat gaib ini?

"Tenang, Putri Brooke, pejamkan matamu." Nenek tua itu menyeringai, dan itu tidak membuat Iris merasa dua kali lebih nyaman, sebaliknya ia menjadi dua kali lebih gelisah.

Namun, pada akhirnya, ia tetap menuruti hati kecilnya untuk memejamkan mata. Tak lama setelah napasnya mulai teratur, gadis itu mulai mendengar sebuah suara yang saling tumpang tindih dan menggema, suara banyak wanita yang memainkan paduan suara vokal dengan gaya seriosa.

PANDORA: IrisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang