"Selamat ulang tahun!" Aroma segar lemon menyeruak, menyerbu indra penciuman Iris dengan senang hati hingga membuat matanya membelalak lebar karena baunya yang seakan membangunkannya dari tidur panjang.
"Lemon bluberi cheesecake? Ulang tahun? Bagaimana--"
"Bibimu memesan kue ini di toko kami," potong Leo.
Iris membulatkan mulutnya mendengar jawaban Leo sebelum kembali memasang senyum manisnya.
"Terima kasih."
"Tunggu," ujar Chelsea setelah menelan sebutir kapsul entah apa Iris tidak mengetahuinya, "Apakah, tidak apa-apa bagi Iris untuk memakan makanan dari luar rumah sakit?"
Nyonya Rose dan anaknya saling berpandangan, perlahan, wajah mereka memucat dan saling tergeragap.
"Rasanya kalian tidak memikirkan kemungkinan itu, ya?" Chelsea menggelengkan kepala sambil berusaha menahan kikikannya.
Ibu dan anak itu saling salah tingkah dan menggaruk tengkuk mereka, sedikit merasa bodoh tiba-tiba karena tidak memikirkan apa yang diucapkan Chelsea. Iris tertawa pelan.
"Sejujurnya aku cukup kaget," ucap Iris saat tawanya berhenti.
"Kenapa?" tanya Chelsea.
"Kita ini belum ada satu minggu saling kenal, dam rasanya kalian memberikanku perhatian ... yang cukup berlebihan--tapi itu tidak mengganggu, sungguh, terima kasih." Iris memberikan senyum lebar dari telinga kiri ke telinga kanannya.
Chelsea dan Nyonya Rose ikut tersenyum simpul, sementara Leo justru berakhir bengong memandangi wajah Iris yang terlihat damai. Ibunya yang mengetahui anaknya melamun mulai menyenggol pinggangnya.
"Aahaha." Leo tertawa canggung, "Rasanya tidak perlu alasan untuk itu, Iris. Kami hanya tergerak untuk peduli."
"Terima kasih lagi untuk kesekian kalinya." Iris meletakkan tangannya yang bebas infus ke dadanya, lalu sedikit membungkuk dengan mempertahankan senyumnya. "Jadi, kita akan makan itu atau tidak?" Iris menunjuk kotak roti yang masih terbuka.
Nyonya Rose berdeham. "Pada dasarnya, kau dirawat di sini karena tidak sadarkan diri, dan sedikit lula benturan di kepala, tidak ada luka lain yang fatal selain itu--"
"Jadi, ayo kita makan!" Tahu-tahu Leo sudah membawa kotak rotinya ke meja dorong, membuka kertas karton yang membungkusnya dan mulai mengirisnya secara telaten.
"Lagipula, kau baru saja makan makanan rumah sakit," Chelsea duduk di kursi dekat Iris, "jadi, tidak apa-apa mungkin?" sambungnya lirih sambil terkekeh.
Nyonya Rose menaruh potongan kue-kue di atas piring-piring kecil dari karton yang cukup dibawa dengan satu telapak tangan. Wanita itu membagikannya ke Chelsea dan Iris, lalu dirinya sendiri, kemudian Leo mengambilnya sendiri dengan pisau potong.
"Ini enak," puji Iris setelah mengambil sesuap. Rasa lemon segera meledak di dalam mulutnya, dengan rasa manis sirop bluberi yang bercampur dengan rasa gurih dari keju.
"Tewima kwaseh," balas Leo.
Selama beberapa detik, tidak ada pembicaraan lagi yang menggantung di udara di antara mereka, semuanya larut dalam rasa gurih manis dan asam segar yang meledak di dalam mulut mereka.
"A-anu ...." Iris memulai pembicaraan dengan canggung, semua mata terarah padanya. "Nyonya Rose ...."
"Ya," balas Nyonya Rose sambil menyeka mulutnya dengan secarik tisu.
"Aku ingin tahu ... tentang orang tuaku, dan pamanku serta bibiku."
"Ah, baiklah, ambil posisi nyaman karena aku segera mendongeng."

KAMU SEDANG MEMBACA
PANDORA: Iris
FantasyKeping mimpi, bekas luka di tangannya, dan sebuah penyerangan di malam ulang tahunnya yang ke-19. Pemandangan terakhir yang Iris lihat adalah kepergian orang-orang misterius itu dengan membawa serta paman dan bibinya. Setelah terbangun di markas Elp...