Rose dan anaknya berjalan menjauh dari bangsal VVIP milik Iris. Sepanjang perjalanan mereka, para suster dan dokter mengangguk menyapa. Rumah sakit yang sedang mereka kunjungi sekarang adalah fasilitas kesehatan khusus yang bernaung di bawah saham Daedalus Hotel Group. Rumah sakit ini selain dibuka untuk umum, juga melayani jaminan kesehatan staf dan karyawan Hotel serta Restoran Daedalus. Tentu saja, selain mereka ada satu oknum lagi yang dilayani secara khusus--bahkan gratis.
Tentu saja, pasukan Elpis Commander yang juga bekerja sampingan sebagai pegawai hotel, apartemen, restoran, serta rumah sakit di bawah Daedalus Grup rintisan Master dan markas pusat. Dengan begini, pergerakan sihir mereka akan ikut melebur sehingga tidak gampang ketahuan, lalu mereka juga tidak perlu bergerak di bawah tanah.
"Kita menjaga sesuatu yang kuno, yang sudah ada berabad-abad lalu. Meski begitu, karena kita hidup di zaman modern, mari membaur," begitulah dialog yang sering diucapkan Master.
Selain menyandingkan sihir dengan hasil teknologi dari perkembangan ilmu pengetahuan, mereka juga melakukan aktivitas manusia modern yang tidak bisa menggunakan sihir, merintis usaha dari nol hingga menjadi perusahaan yang mempunyai saham di mana-mana. Cara ini berhasil menyembunyikan markas Elpis Commander yang sebenarnya, hingga merekrut banyak anggota baru untuk pasukan markas pusat ataupun markas cabang.
Markas Elpis Commander cabang London adalah salah satunya, yang berhasil menyaru dengan perusahaan kaya Daedalus Hotel Group.
"Aku merasa kasihan dengan gadis itu." Leo menggaruk tengkuknya sambil memasang wajah sendu.
"Hm?" Nyonya Rose menoleh ke anaknya yang sedikit lebih tinggi darinya.
"Katamu, jika Iris adalah keponakan Nyonya Stephenie, maka kemungkinan besar ia adalah anak dari pasangan terkuat pertama itu, kan?"
Rose mengangguk mengiyakan pertanyaan anaknya.
"Berarti Iris sudah kehilangan orang tuanya saat berumur ... 9 atau 10 tahun?"
"Sekitaran itu," jawab Rose.
"Bukankah itu pasti pukulan terberat baginya, dia masih anak-anak saat itu ... sama sepertiku."
Rose menoleh dan meraih kepala anaknya, mengacak-acak rambutnya yang senada dengannya.
"Orang tuanya sudah memperkirakan kejadian itu," Rose berjalan ke resepsionis, "maka dari itu, segera saja bibinya mengunci ingatannya, bahkan mungkin kekuatannya, kita masih belum tahu anugerah apa yang ia punya."
"Tapi, menurut Master--"
"Sayangnya, aku harus meragukan pendapatnya, Leo."
"Jadi intinya, kita tidak tahu apa-apa soal dirinya." Leo menarik kesimpulan.
"Anggap saja begitu."
"Aku jadi teringat, apakah Iris sempat memakan kuenya?" Leo menggaruk dagunya.
"Kue ... apakah kue bluberry cheesecake dengan aroma lemon itu untuknya?" Nyonya Rose kembali bertanya.
"Iyap, padahal Ibu yang menulis namanya, loh."
"Ibu lupa ...." Nyonya Rose mengacak-acak rambutnya.
"Aku punya ide! Mari kita buatkan satu lagi dan merayakan ulang tahunnya di sini, supaya ia tidak sedih lagi." Bibirnya tertarik ke kanan dan ke kiri, sekali lagi lesung pipit menghiasi wajah Leo, kini dengan sebuah bohlam ide yang muncul di samping kepalanya.
"Ide bagus, ambil mobil di basement, aku akan menghubungi Master dulu." Rose berbelok ke meja resepsionis sementara Leo berjalan ke luar rumah sakit.
*
Chelsea masih di depan pintu di bangsal tempat Iris dirawat inap, ia berdiam diri memeluk liranya saat mendengar Iris menangis. Gadis itu sengaja mendiamkan isak tangis Iris yang semakin mengeras, Iris berhak mendapatkan waktu untuk menangisi kesedihannya, hingga kapanpun hatinya siap untuk bangkit kembali.
Sekitar satu menit kemudian, Chelsea telah mendengar isakan Iris yang melambat dan berubah lirih. Ia masih menunggu untuk beberapa detik lagi.
"Sudah waktunya kau berdiri dari kesedihanmu." Chelsea bermonolog.
Setelah suara isakan Iris semakin lirih hingga Chelsea sendiri sulit mendengarnya, ia mulai mengarahkan jari-jemarinya untuk memetik senar-senar lira ajaib miliknya. Di telapak tangannya berpendar sebuah tato berbentuk alat musiknya. Jari-jemarinya dengan lihai memetik senar-senar itu menjadi sebuah melodi yang membuat Iris mengangkat kepalanya dan menghentikan isakannya.
Butir-butir salju di luar turun semakin lebat dan tebal, angin dingin berdesir halus membelai London, seolah berjanji bahwa ia tidak akan memanggil badai. Karena ia--salju--itu datang untuk menghibur seseorang yang sedang terisak di dalam bangsal runah sakit. Seorang gadis yang baru saja kehilangan keluarga satu-satunya, sementara orang tua kandungnya telah meninggalkannya di usia yang sangat muda, Iris tidak pernah bisa mengingat kenangannya dengan orang tuanya. Apa yang ia ketahui dari bibi dan pamannya adalah mereka pernah mengalami kecelakaan mobil. Mobil yang mereka tumpangi meledak dan Iris sempat diselamatkan karena ia dan ibunya terlontar ke luar mobil, sebab-musabab dia tidak ingat hanya berasal dari satu kata:
"Trauma," jawab bibinya saat ia memasuki tahun terakhir sekolah menengah pertama.
Trauma itu mengakibatkan apapun yang terjadi sebelum hingga kecelakaannya tak mampu ia ingat, karena otaknya tidak mau mengingatnya, karena otaknya tidak mau membuatnya tersiksa. Namun, apakah ia bisa mengingatnya kembali, suatu saat nanti? Iris heran mengapa ia bertanya-tanya tentang orang tuanya saat ia sendirian?
Iris dapat mengingatnya, kalau ia pernah berkata pada bibinya bahwa ia menyayangi orang tuanya meskipun ia tidak memiliki kenangan tentang mereka--meskipun kenangan tersebut sebegitu menyakitkan hingga otaknya tak mampu menerima kenangan itu. Iris juga menyayangi bibi dan pamannya seperti orang tua kandungnya sendiri.
Benarkah, ia bisa mengembalikan kenangan itu lagi? Yang lebih penting, bisakah ia mengembalikan bibi dan pamannya? Rasanya sesak mengetahui ia hidup sendirian sekarang, di tengah orang-orang yang belum tentu ia percayai--kerumunan orang asing. Memikirkan itu membuat Iris kembali terisak, kelenjar air matanya belum habis menangisi apa yang terjadi pada dirinya akhir-akhir ini.
Apa benar, Iris bisa mengingat orang tuanya lagi? Rasanya melodi yang berasal dari balik pintunya membawanya kembali pada rel waktu ke masa dirinya masih menjadi gadis cilik. Saat-saat di mana ia belum mendapatkan komuni pertamanya. Ia dapat melihat dirinya--sebagai gadis kecil--berjalan melompat-lompat riang di atas jalan setapak di luar gereja. Bercanda bersama Santa dan menanyakan kenapa Santa tak ada di dalam Goa Maria yang dibuat di depan gereja--apakah ia ikut menyaksikan kelahiran Yesus? Santa hanya tertawa dengan mengganti huruf a menjadi o, membuat Iris kecil yang mendengarnya tergelak.
Wanita paruh baya di sampingnya pun ikut tertawa dan mengelus-elus pundak rapuhnya. Santa kemudian merogoh karung hangat miliknya, mengambil bola salju kaca dan berkata bahwa ini hadiah untuk anak pintar yang selalu ingin tahu.
"Ibu!" Iris kecil memekik riang, menunjukkan bola salju miliknya dengan mata berbinar-binar.
"Iris, apa kau tidak mau bertanya siapa nama asli Santa?"
"Bukan Santa Claus?" Iris bertanya balik pada ibunya, lalu kembali menghadap Santa. "Apakah kau bukan Santa Claus?"
"Hohoho." Santa itu tertawa, kemudian Santa melepaskan janggutnya dan memakai kacamata.
"Ayah!" pekik Iris. "Jadi, Ayah adalah Santa?" Mereka semua pun tergelak.
Di malam natal yang dingin itu, suasana di sekitar gereja menghangat, terlebih keluarga kecil itu yang sedang tertawa menikmati acara natal. Ayahnya memanggil seseorang dan memintanya untuk mengambil foto, kebahagiaan keluarga kecil itu diabadikan dalam secarik foto.
Itu dia!
Iris mengangkat wajahnya, menghentikan isak tangisnya dan mengluas senyum. Hujan salju di London yang dingin rasanya berhasil menghiburnya, bersinergi dengan alunan melodi lira milik Chelsea. Rasanya, Iris bisa mengingat kenangan orang tuanya, dan rasanya, ia bisa mengambalikan paman dan bibinya ke kehidupannya.
Ia beranjak dari bangkar, mengambil tongkat infusnya dan tertatih menuju pintu. Begitu pintu dijeblak, Chelsea berbalik dan tersenyum.
"Sudah lebih baik--"
"Apa kau bisa membantuku?!"

KAMU SEDANG MEMBACA
PANDORA: Iris
FantasyKeping mimpi, bekas luka di tangannya, dan sebuah penyerangan di malam ulang tahunnya yang ke-19. Pemandangan terakhir yang Iris lihat adalah kepergian orang-orang misterius itu dengan membawa serta paman dan bibinya. Setelah terbangun di markas Elp...