Altair duduk selonjoran di lantai gimnasium, ia menenggak sebotol air mineral hingga kosong setengahnya sebelum berucap "ah!" keras-keras.
Terhitung seminggu sudah, ia dan Ares menerima usulan dari Leo dan Iris, sebenarnya malah ia sudah merencanakan latihan akbar untuk persiapan perang, serta, inilah kali terakhir penjagaan mereka. Seorang gadis tiba-tiba saja meneriakkan "puwah" keras-keras dan membuat Altair terkikik, gadis itu adalah Iris. Selama tujuh hari terakhir ini, ia telah menjadi partner sekaligus mentor untuk mendampingi latihan Iris di dalam gimnasium. Tujuh hari yang lalu, ia dapat melihat binar mata Iris yang penuh atensi dan penuh tekad untuk mengubah dirinya sendiri menjadi pribadi yang lebih kuat, rasanya ia dapat melihat cerminan dirinya bertahun-tahun lalu saat pertama kali ia bertemu dengan Iason.
"Aku jadi ingat Iason," ujar Altair setelah kikikannya selesai. Iris memandang wajah Altair, menandakan kalau ia ingin menyimak lanjutannya. "Aku terlahir yatim piatu, dan aku terlalu mencintai boneka, terlalu pendiam dan tentu saja menjadi bahan jailan anak-anak di dalam yatim piatu. Suatu hari datang seorang anak baru, laki-laki, dua tahun lebih tua dariku, dia supel sekaligus super jail--termasuk padaku. Itu, setelah ia melihat anak-anak yang lain merisakku terlalu berlebihan, ia jadi berkelahi dan berusaha membelaku. Aku menganggapnya sebagai kakak saat itu--siapa sangka ya dia jadi cinta pertamaku?"
"Oh, benarkah?" Iris mengerjap.
Altair mengangguk. "Semenjak itu, aku tiba-tiba mengutarakan keinginan untuk menjadi pribadi yang lebih kuat, tapi aku mengatakannya dengan cara yang nyeleneh." Altair tertawa sebentar. "Maaf, aku agak malu, tapi saat itu aku mengatakannya seperti ini 'ajari aku menjadi laki-laki!', tentu saja saat itu ia refleks memukul kepalaku dengan pelan. Mengatakan kalau aku itu perempuan dan wajar bila bermain-main dengan boneka, satu kalimat yang membuat hatiku menghangat adalah bahwa dia bisa membantuku jauh lebih kuat dan percaya diri."
"Tapi kenapa rasanya kau selalu seperti anjing dan kucing kalau bertemu dengan Iason?" tanya Iris.
"Karena tiga tahun kemudian kami berpisah, ia diadopsi oleh seorang pemilik restoran dan bar. Sedang aku baru diadopsi oleh Master tepat saat berumur tujuh belas tahun--saat anugerahku mulai muncul. Tepat saat aku diadopsi oleh Master, aku melihat Iason sebagai seorang dewasa muda yang genit, kurasa aku cemburu, lalu aku mengatakan kalimat itu lagi dengan benar, bahwa aku ingin menjadi kuat. Setelah pelatihan ketatku dengan mentor khusus--karena aku ditakdirkan dan dijadwalkan menjadi wakil komandan mendampingi Ares--aku selalu mengulang latihan itu dengan Iason. Kurasa sejak saat itu, aku merasa nyaman bahwa kami telah bertemu kembali dan menjadi dekat kembali."
"Sekaligus kau merasa cemburu jika Iason menggoda gadis lain," timpal Iris dan Altair tidak sekalipun protes.
"Kau tahu kalimat terakhir yang Iason katakan padaku?" pertanyaan Altair jelas mendapat gelengan kepala dari Iris yang saat itu jatuh pingsan.
"'Tetaplah menjadi wanita pecinta boneka yang kuat, Aku mencintaimu.'. Dasar, bahkan pria itu mengajakku berpacaran tepat sedetik sebelum kematian menjemputnya. Jadi sekarang statusku apa dong, lajang atau berpacaran?" Altair tersenyum dan terkikik geli.
"Itu ... pertanyaan yang sulit." Iris menjawab gurauan Altair dengan nada murung.
"Oh, apakah candaanku terlalu gelap? Maaf saja tapi aku memang payah soal urusan bercanda--dari dulu sih." Suara bel alarm yang teprasang di dinding gimnasium telah berbunyi.
"Waktunya makan siang, ayo!" Altair beranjak sekaligus membantu Iris berdiri dan pergi meninggalkan gimnasium.
*
Tujuh hari, baik Elpis Commander maupun para Pendosa masih berada di fase tenang. Tidak ada gangguan berarti selain para pasukan yang berjaga di sekitar Pilar-Pilar Herkules, meski begitu, mendengar tindakan penyerangan oleh seorang pengkhianat di markas EC Cabang London membuat cabang EC di lain tempat segera memasang kewaspadannya, mereka bergerak cepat meringkus para musuh di dalam selimut sebelum bertindak lebih jauh.
Kejadian di Hotel Daedalus tujuh hari lalu saja belum reda dari linimasa media sosial, menjadikannya sebagai kejadian termisterius dengan bukti nyata mayat-mayat Centaurus. Nicholas yakin bahwa sekarang, pasukan dari EC London sudah menjadi buronan agen rahasia dan para ilmuwan. Ia sendiri tidak dapat melakukan sihir manipulatif skala besar karena dia masih harus terus hidup untuk mengakhiri perang.
"Ah, itu dia!" Laki-laki itu mendapatkan ide atas masalah pelik itu, yakni, dengan mempercepat perang.
Ia melihat kondisinya yang sekarang sudah seimbang, para pasukan Elpis Commander telah berlatih sekuat tenaga mereka untuk berperang melawan Para Pendosa, menjaga Tekhne ketiga--yang merupakan cintanya--dan menjaga Guci Pandora, memenangkan perang.
Nicholas berbalik arah dari birai roof top dan turun ke lantai dasar menggunakan lift. Tempat di mana markas para pendosa tidaklah terlalu jauh karena sebenarnya mereka ada di satu kota. Para pendosa bermukim di sebuah mansion mewah yang sekaligus berperan sebagai panti asuhan dan sekolah tingkat dasar bagi anak-anaknya, Nicholas mau tak mau hanya nyengir, betapa mengasyikkannya kejahatan bersembunyi dibalik putih dan lembutnya kasih sayang, seperti tanah Athena yang ia injak sekarang, gelap yang tertutupi oleh putih dan indahnya salju yang turun semalam.
Melewati penjagaan ECHQ Athena dengan mulus, ia mulai menelusuri jalan dan belokan-belokan yang ada di ingatannya. Anugerah Hermes yang ia dapatkan mampu membuatnya berbicara dengan burung, ini membuat matanya bertambah banyak, meski tubuhnya berada di Bumi, ia tidak perlu menjadi Icarus untuk terbang ke langit mengamati aktivitas pasukan harapan dan saudaranya sendiri.
Dua puluh menit berjalan dan ia memutuskan naik bus, setelah itu turun dan berjalan sepuluh menit dari halte untuk menuju ke sebuah panti asuhan dengan gaya bangunan klasik yang mewah dan megah.
Tidak ada penjaga di sana, karena kenapa panti asuhan dan sekolah butuh penjaga yang ahli? Hanya ada seorang satpam gendut yang memilih tidur di atas kursinya di dinginnya Athena pagi ini, jadi dia nyelonong masuk saja. Sebelum kakinya melangkah memasuki pintu besar berkepala setengah lingkaran, bahunya ditepuk.
"Wah, wah, siapa tamu di sini yang main masuk saja, boleh kutahu kepentinganmu?" ujar suara riang di belakang Nicholas.
Pemilik Anugerah Hermes itu berbalik tanpa menanggalkan senyumnya.
"Aku perlu bertemu dengan Lucy, Matthias the Sloth."
Matthias sedikit terkejut karena lelaki di depannya mengetahui namanya, tapi ia segera mengubah pembawaannya menjadi lebih santai sekaligus meningkatkan kewaspadaannya.
"Jadi, kau kenalannya? Mari kuantarkan."
Matthias mendampingi Nicholas menyusuri koridor-koriodor megah hingga sampai ke massa lain bangunan dan naik ke lantai tertinggi. Matthias mengetukkan pintu untuk Lucy dan meminta akses memasukkan Nicholas, Lysandra membuka pengunci pintu dan membiarkan Nicholas masuk berbicara berhadap-hadapan dengan Lucy yang duduk di kursi empuknya.
"Aku tidak akan berbasa-basi," ucap Nicholas dengan santai.
Tangannya terulur ke samping tubuh, ia memusatkan lingkaran sihir dengan warna putih, Lysandra dan Matthias bersiap siaga dengan mengeluarkan senjata mereka. Perlahan, dari lingkaran itu muncul sebuah tongkat sepanjang enam puluh sentimeter yang dililiti oleh dua ekor ular.
"Hermes!" Lucy terkejut hingga ia berdiri dari kursinya, begitu juga Lysandra dan Matthias yang melongo.
"Melihat tujuh hari ini kalian tidak segera memulai perang, kutebak penyisiran kalian di pilar-pilar Herkules tidak membuahkan hasil, bukan begitu?"
Lucy meremas buku-buku jarinya hingga memutih, perkataan Nicholas yang disampaikan dengan gaya slengean mau tak mau membuatnya naik pitam.
"Katamu, kau tidak akan berbasa-basi, Pembawa Anugerah Hermes, katakan maumu," titah Lucy, geram.
"Baiklah," Nicholas menghilangkan tongkatnya, "Karena memutuskan kapan perang dimulai juga adalah salah satu wewenangku yang diberikan Zeus untuk Perang Pandora, maka, secara adil, aku akan memberikan sebuah kata kunci untuk penyisiran kalian.
"Pilar-pilar Herkules hanyalah gerbang, benar bahwa Tekhne terakhir ada di sana, begitu juga keberandaan Guci Pandora, tetapi, jangan tertipu. Pilar Herkules hanyalah gerbang menuju Atlantis, tetapi, apakah Atlantis benar-benar tenggelam di dasar laut?" Nicholas menyeringai.

KAMU SEDANG MEMBACA
PANDORA: Iris
FantasyKeping mimpi, bekas luka di tangannya, dan sebuah penyerangan di malam ulang tahunnya yang ke-19. Pemandangan terakhir yang Iris lihat adalah kepergian orang-orang misterius itu dengan membawa serta paman dan bibinya. Setelah terbangun di markas Elp...