19

849 155 1
                                    

Setelah menaiki lift dan sampai di lobi, Iris baru bisa melihat bahwa hotel dan apartemen yang ia kunjungi sekarang punya lahan memanjang ke belakang. Ini mengakibatkan adanya dua massa bangunan--bagian depan dan belakang. Bagian tengahnya diisi taman hijau dengan sebuah danau buatan. Iris bisa melihat sebuah jalur yang atasnya ditutupi jembatan penyeberangan, sekitar dua lantai di atasnya, yang menghubungkan bagian depan dengan belakang. Berbeda dengan gedung bagian depan yang cenderung kotak-kotak, bagian belakang di desain dengan lima lantai bagian bawah yang agak melengkung, di atas lantai lima ada kolam dengan pembatas kaca dan sebuah restoran semi outdoor, kemudian setiap lantai di atasnya berbentuk heksagonal dengan masing-masing lantai memiliki tanaman rambat.

"Bagian yang kita masuki sekarang adalah hotelnya, sekitar lima lantai dari sini hanya diisi perkantoran, lima lantai di atasnya adalah kantor kami--pusat komando Elpis Commander," jelas Chelsea sambil mengendurkan syalnya karena suhu di dalam ruangan sudah disetel hangat.

"Kau juga bisa melepaskan syalmu, kok." Iris menoleh ke Leo yang melepas syalnya, menyisakan rompi kerah v berwarna krem dan kaos polo berwarna putih, serta jaket hangat sepanjang paha berwarna biru tua.

Iris ikut melepaskan syal pemberian Chelsea yang berwarna hitam, gadis itu jadi ingat, penampilan gadis berambut pendek itu tidak jauh-jauh dari warna gelap. Kemarin di rumah sakit, gadis itu memakai warna merah yang mendekati hitam, dengan celana biru navi ketat. Hari ini ia memakai jaket sepanjang lutut dengan motif kotak-kotak berwarna kombinasi hijau tua dan hijau muda pada motif kotak-kotanya. Kemudian ia memakai atasan putih dengan kerah tinggi yang memeluk lehernya, dipadukan dengan celana kasual berwarna hitam pekat, syal yang ia pakai pun senada dengan jaket hijaunya. Jika diurutkan seperti itu, satu-satunya yang terang hanya kaos putihnya.

"Bagian sana," Chelsea menunjuk bagian gedung yang lain, "adalah apartemen dan mall serta tempat hiburan, juga fasilitas olahraga."

"Di sana juga ada gedung olahraga khusus tempat pasukan Elpis berlatih." Mereka kembali berjalan dipimpin Nyonya Rose yang langsung mengambil alih pembicaraan.

"Staf dan karyawan di Daedalus berisi manusia biasa dan manusia yang mendapat anugerah--maaf istilahnya panjang, rasanya sudah ratusan tahun sejarah kami bermula, tapi, tak ada waktu untuk menyebutkan istilah khusus." Nyonya Rose menyambung.

"Orang-orang penerima anugerah di sini tidak mendapatkan tato atau tanda seperti yang didapatkan tujuh kesatria utama--seperti yang telah kau lihat di rumah sakit kemarin. Namun, saat mereka melancarkan serangan sihir, maka ada lingkaran sihir yang terbentuk di tangan mereka, di tengah lingkaran tersebut ada simbol yang mengindikasikan mereka menerima anugerah yang mana.

"Apakah bisa para penerima anugerah selain Tujuh Kesatria Utama memiliki tato yang sama lebih dari tiga orang? Jawabannya bisa, mereka tidak memiliki anugerah itu secara langsung, tapi mereka menerima anugerah itu lewat pembelajaran sihir dari guru mereka. Atau gampangnya, guru itu seperti kepala divisi yang punya bawahan.

"Sementara untuk guru-guru itu, paling-paling mereka hanya punya tiga kembaran tato, sejauh yang kami temui hanya itu."

Pembicaraan mereka berjeda saat memasuki lift yang sudah turun ke lantai satu. Setelah memastikan mereka semua masuk, Leo memencet tujuan mereka.

"Tetapi, rasanya noda hitam di tanganmu adalah persoalan khusus." Nyonya Rose menghela napasnya, mengakhiri penjelasan panjang.

Lift berdenting di lantai delapan, rombongan yang dipimpin Nyonya Rose berbelok ke kiri ke ruangan rapat.

"Kita akan bertemu Master, dan beliau yang akan melanjutkan dongengnya." Nyonya Rose menoleh dan tersenyum pada Iris yang terlihat beradaptasi dengan lingkungan barunya.

Langkah kaki mereka berkelotak di lantai marmer putih polos yang memantulkan sinar lampu di atasnya. Rasanya Iris sedikit mengalami disorientasi waktu karena London yang mendung dan lampu sudah--atau masih--menyala di siang hari, Iris melihatnya justru seakan-akan mereka baru sampai di sore hari.

Mereka sampai di sebuah pintu kaca yang separuhnya diburamkan menggunakan kertas stiker, terdapat logo Daedalus di sebelah kiri serta logo bertuliskan ECO London. Pintu itu otomatis terbuka saat mereka mendekat, mempersilakan mereka masuk dalam ruang tunggu seluas enam belas meter dengan panjang keempat sisi dindingnya dibagi sama rata.

Mereka berdiri di depan pintu yang sepenuhnya buram. Chelsea membunyikan interkom yang terpasang di salah satu dinding. Setelah suara berat di seberang sana mempersilakan, Nyonya Rose mendorong gagang besi setinggi satu setengah meter itu. Di sana Iris disambut oleh tatapan tajam seorang pria tua yang rambutnya disisir rapi ke belakang, gadis itu dapat melihat kilatan rambutnya diterpa lampu, pomade mengakukan rambutnya yang sudah beruban agar tetap rapi ke belakang. Cambang tipis abu-abunya dirapikan.

Satu-satunya yang lebat dari wajah pria itu adalah kumisnya--yang lagi-lagi membentuk dua bukit yang sempurna, Iris refleks memandang sesuatu dari dirinya yang kurang berbentuk dan sering membuatnya minder jika berada di dekat Jane, sekarang dia minder hanya dengan melihat kumis tuan itu.

Tatapan tajam itu segera berubah beberapa jenak kemudian, menjadi tatapan hangat dengan senyum formal. Iris bertanya-tanya apakah pria ini sering menyambut tamu, dan, apakah Iris adalah tamu yang spesial?

"Selamat datang, Iris. Panggil aku Master." Iris langsung membentuk mulutnya menjadi huruf o saat mengetahui bahwa itulah pimpinan mereka. "Kuharap kau tak keberatan dengan sekadar basa-basi, silakan duduk di manapun kau mau." Master memersilakan mereka duduk dengan isyarat tangannya.

Chelsea bergerak menuju interkom dan segera berkomunikasi dengan siapapun yang berada di seberang sana.

"Aku sudah mengetahui soal kondisimu. Soal ingatanmu, noda itu," Master menunjuk telapak tangan Iris, "dan terutama, bibi serta pamanmu."

Iris kembali memasang wajah muram saat bibi dan pamannya disebut.

"Kami akui," Master mengeratkan kedua tangannya, "apa yang terjadi oleh paman dan bibimu adalah sebuah kejadian yang tidak bisa prediksi. Berujung pada kelalaian kami mencegahnya, Para Pendosa sungguh pintar, aku--kami mengakuinya."

Iris mendongak, "Para Pendosa, siapa?"

"Rose, kau belum menceritakannya?" tanya Master.

"Maaf, soal itu belum, Master. Kupikir akan lebih efektif menjelaskan lawan kita saat kita akan mengenalkannya dengan sejarah ... kau tahu, sejarah 'kita'," jawab Nyonya Rose.

"Oh, kau benar." Master mengangguk-anggukkan kepalanya. "Oleh karena kejadian itu, sepenuhnya adalah karena kesalahan kami yang telat menyadari dan mengambil tindakan. Kami akan memutuskan untuk bertanggung jawab, dengan membantumu kembali bersatu dengan paman dan bibimu."

Iris mengerjapkan matanya beberapa kali, lalu, saat ia mencoba mengatakan sesuatu, Nyonya Rose menyela.

"Jangan lupakan bahwa aku meminta otoritas dan fasilitas untuk pergi ke ECHQ Athena."

"Kau benar-benar ingin menemui mereka?" tanya Master.

"Meskipun sulit, ya, kami akan ke sana. Rasanya itu adalah jalan tembus tercepat untuk mengetahui ingatannya, serta, jika Iris mendapatkan kekuatannya lebih cepat, maka kita bisa membentuk tim untuk kembali merebut paman dan bibinya sebelum mereka bertindak lebih jauh," ujar Nyonya Rose.

Iris, Leo, dan Chelsea memilih bungkam.

"Baiklah, Chelsea, ingatkan aku soal itu." Chelsea mengangguk mendengar perintah Master. "Kali ini, kita harus selangkah--tidak--lima langkah lebih maju daripada mereka."

PANDORA: IrisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang