4

4.5K 449 118
                                    

Sepertinya, kali ini dia bisa mendengar bisik kasak-kusuk para pelayan kafe.

Lihat, cowok yang di sana itu. Dia selama seminggu ini suka duduk di sana, ' kan?

Oh itu, tampan sih, tapi masa dia pengangguran?

Siapa tahu, 'kan? dia selalu duduk di sana, menghabiskan kopinya, lalu pergi begitu saja.

Entah kenapa, tiba-tiba dia jadi sebal sendiri. Sebenarnya dia bekerja menjadi seorang wartawan, di mana tempat kerjanya memang lumayan bebas. Ia maklum, karena memang tempat itu pilihannya sendiri, bekerja di media yang tidak terlalu ketat.

Oleh karenanya dia mendapat akses khusus "lapangan". Berarti, dia bebas pergi ke manapun untuk mencari target yang bisa dimuat dalam media--dipikir-pikir, rasanya tidak ada media yang seperti ini, tetapi kenapa selalu ada pihak media lain yang lebih dulu menemukan kejadian menarik ya?

Akhirnya ia memutuskan mengobrak-abrik tasnya--lebih tepatnya, berpura-pura mencari barang--dan memasang tampang bingung yang tampak alami dan tak dibuat-buat. Pemuda berumur 24 tahun itu akhirnya merogoh sebuah benda kotak bertali, ia sengaja mempermainkan tali itu sedemikian rupa agar para pelayan kafe bisa melihat kartu yang memiliki foto dirinya dan sebuah nama yang dicetak di bawahnya.

Loh, dia punya kartu nama!

Merasa puas, ia memasang senyum dan menganggukkan kepala, lalu memasukkan kartunya dan melihat tablet di sebelahnya. Laman yang termuat di sana baru saja di-refresh sebelum ia mengindahkan gurauan para pelayan kafe.

Sejujurnya, ia bisa saja menulis berita itu kemarin malam. Namun, tentu saja itu akan menimbulkan kecurigaan yang berlebih. Masalahnya, ia tidak bisa memanipulasi ingatan, bermain hipnotis--dan lagi, jika ada lima puluh orang yang tahu, bagaimana cara menghipnotis mereka?--serta tidak memegang azimat ataupun talisman.

Karena memang belum saatnya.

Meregangkan tangan dan seluruh pundaknya dengan cara menariknya ke depan, lalu, ia mulai membuka aplikasi ketik dan mulai menyadur. Untuk menambah info, ia menggunakan beberapa media lain yang sudah ia sortir validitasnya seperti apa yang ia ketahui dari seseorang.

"Kehancuran Akropolis ...." Ia mulai mengetik kalimat pertama.

*

Beberapa orang yang memakai jas panjang berwarna putih dengan beberapa corak telah bersiap siaga di antara dinding-dinding dam pilar kuno yang berdiri menjulang di dataran Akropolis. Kota tua kebanggaan Athena itu disinari lampu-lampu halogen berwarna hangat seperti bohlam--kuning menuju oranye senja, menerpa dinding gipsum lapuk di makan usia, saksi bisu sebuah peradaban yang mewah.

Kota tua itu berdiri di dataran tinggi, memanjang dengan warnanya yang mencolok seperti burung phoenix yang seakan-akan terbang di atas Athena.

Tentu saja, selain cahaya itu, masih ada satu cahaya lain yang tidak dapat digapai oleh mata manusia biasa.

Angin berdesir, tertekan dari atmosfer, membelai debu Akropolis menuju bagian lain bumi--marabahaya telah ditiupkan.

Seorang jenderal maju paling depan, mengangkat pedangnya dengan tatapan lurus ke depan. Memandang ke gerombolan orang dengan baju ungu gelap yang mulai memasuki Akropolis. Konsentrasi, dan sebuah simbol berpendar merah di pinggangnya yang terbuka. Jubahnya tersingkap mengikuti angin yang muncul dari bawah kaki dan menyebar sejauh radius satu meter darinya.

PANDORA: IrisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang