Chapter 31

5.9K 639 19
                                    

POV Raihan : Kepergok Warga

Jika kalian sebelumnya menganggapku suka sama Raisya lalu tersenyum-senyum gak jelas karena mengetahuinya. Aku cuma bilang. Lupakan saja. Kalian pikir aku suka sama dia? Ck. Tentu saja tidak. Ah untuk hal tadi. Aku sengaja mengeluarkan jurus ampuh gombal receh yang pernah aku dengar dari Faisal agar Raisya menghentikan marah-marahnya yang tidak jelas itu. Dasar cewek labil. Menyusahkan saja. Itu yang aku pikirkan.

Akhirnya aku mengendarai motorku. Ini pertama kalinya dalam hidupku aku membonceng seorang cewek di motor yang sama dalam keadaan darurat. Tante Adila sakit. Sebenarnya mami berniat kerumahnya hanya untuk mengantarkan rantang berisi makanan. Hal yang biasa sejak dulu Mami lakukan ketika kami bertetangga sebelah. Kata Mami saling memberi makanan itu berpahala.

Kemudian mami menghubungiku. Katanya Tante Adila lemas. Wajahnya pucat. Tidak mengetahui dimana keberadaan ponselnya untuk menghubungi putrinya saking lemahnya kondisi beliau. Jika hal itu tidak terjadi. Mungkin saat ini aku sudah dirumah. Sudah mandi. Sudah makan malam. Sudah belajar bahkan menyibukkan diri bermain game dengan Anu dan Nua.

Aku mengendarai motorku dengan cepat untuk menuju rumah sakit. Masa bodoh jika saat ini Raisya terlihat ketakutan karena motorku yang laju. Apalagi saat ini aku merasa Raisya memegang tas ransel yang ada di punggungku. Jarak antara aku dan dia. Ceilahhh aku dan dia. Ck menjijikan.

"Rai bisa pelan." Aku mengabaikan Raisya. Hujan mulai rintik karena cuaca hari ini memang mendung sejak sore. 

"Rai aku takut. Ntar kalau kecelakaan gimana."

"Takdir."

"Pelan-pelan. Aku belum mau mati muda."

"Gak bis-" PLAK! Lagi-lagi aku meringis kesal. Ini sudah kedua kalinya Raisya memukul helm yang aku kenakan. Walaupun kepalaku tiba-tiba sedikit pusing tapi tetap saja aku mengabaikannya. Dasar dia itu. Tidak tahu rasa terima kasih. Syukur aja aku mau antar walaupun terpaksa.

Aku menyipitkan kedua mataku. Dari sejauh mata memandang aku melihat polisi di persimpangan empat. Astaga. Aku lupa bila saat ini Raisya tidak memakai helm. Dengan cepat aku memutar haluan. Belok kanan kesebuah jalan yang tentunya akan memakan waktu lebih lama untuk ke rumah sakit.  Hujan mulai turun. Lagi-lagi aku juga tidak membawa jas hujan. Ini motor baru. Tentu saja aku tidak sempat berpikir untuk memasukan jas hujan didalam jok motorku.

"Rai. Hujan. Apakah kita tidak berteduh dulu." Suara Raisya tiba-tiba membuatku berpikir bahwa itu adalah saran yang tepat. Alhasil aku menepi di pinggir jalan. Tepatnya di sebuah halte. Dengan cepat aku turun dari motor dan aku melihat Raisya kini berada di sampingku. Wajahnya pucat. Bibirnya sedikit membiru. Ia memeluk erat tubuhnya sendiri. Baju kami benar-benar basah.

"Dingin banget." Raisya menggosokkan kedua tangannya sambil mengigil.

"Siapa bilang panas."

Raisya menatapku kesal. "Kenapa sih kamu jadi cowok jutek banget?"

"Tanya sama Papi dan Mami yang membuatku dulu." Raisya mendecak sebal. Mungkin dia pikir aku gila. Ck. Biarkan saja.

"Ngapain nanya. Mau ditanya atau gak tetap aja kamu adalah cowok yang menyebalkan. Jadi mikir buat minta maaf sama kamu. Dasar cowok berhati batu. Aku minta maaf aja gak di maafin."

"Biarin."

"Sok banget!"

"Awas nanti kamu suka."

"Suka sama kamu?" Raisya menatapku horor. "Nauzubillah min dzalik."

Aku tersenyum sinis. Lalu menatap kearahnya. "Cewek itu baperan. Aku yakin cepat atau lambat kamu akan suka sama aku."

"Jangan mimpi!"

Raihan & RaisyaWhere stories live. Discover now