Chapter 24

3.4K 468 2
                                    

POV RAISYA : Kekesalan Tanpa Sebab

Aku dihadapkan pilihan yang sangat sulit. Sebuah pilihan yang tidak pernah terbayangkan oleh pikiranku sejak dulu. Menikah dengan Raihan. Jika sebelumnya aku membayangkan pernikahan dengan Kak Bejo apakah disituasi sekarang impian itu akan terwujud? Hanya Allah yang Tahu.

Aku terdiam tanpa bisa berkata apapun begitu Om Arvino dan Tante Aiza datang kerumah. Raihan melamarku. Itupun Om Arvino yang berucap. Tidak dengan Raihan yang tetap memasang raut wajah datar. "Maaf aku tidak bisa."

Aku menatap Raihan yang sejak tadi banyak diam. Om Arvino terlihat tidak suka. "Kenapa!? Ini salah kalian juga. Kalian sudah menyebabkan fitnah didepan banyak orang." kesal Om Arvino.

"Aku tidak mempermasalahkan itu." jawab Raihan.

"Kalian harus menikah!" Aku mendengar Papa kali ini terdengar sangat tegas. Papa sama Om Arvino memang sama! Sepemikiran bahkan sependapat.

"Aku tidak mau." ucapku akhirnya.

"Menikah muda tidak masalah Raisya. Tante setuju aja kalau kamu menjadi menantu kami." sela Tante Aiza.

"Pokoknya aku tidak mau. Ya Allah. Kalian sebagai orang tua kenapa ngebet sekali sih nikahin kami?" Mama menatapku heran. Lalu berucap santai "Kenapa sya? kamu tidak mau? Raihan ganteng. Pintar, wajahnya blasteran. Baik. Ramah. Dan soleh. Itu paling penting."

Ramah katanya? Ramah dari Hongkong? Tidak-tidak. Aku berdeham. "Aku masih muda ma. Aku tidak mau menikah."

"Tidak mau menikah tapi ketangkapan basah berduaan di toilet laki-laki?" Papa menatapku sinis. "Berzinah memang gampang. Tapi dosanya?"

"Sudah aku bilang Pa! Aku tidak melakukan hal itu! Aku-"

"Maaf saya tidak bisa menerimanya." Raihan berdiri. Bersiap untuk angkat kaki dari rumahku.

"Pernikahan untuk orang yang saling mencintai. Dan itu tidak terjadi pada saya."

Tante Aiza berdiri. Ia memegang pergelangan tangan putranya. "Raihan-"

"Maafkan Raihan Mi." Dengan berat hati Raihan melepaskan pergelangan tangannya pada cengkaraman maminya. "Raihan butuh seseorang yang baik jika saatnya tiba. Bukan seseorang yang suka pembawa masalah, tidak introspeksi diri dan tidak mandiri." "Maaf semuanya saya harus pergi. Asalamualaikum."

Dan Raihan pergi dengan eksepresi wajahnya yang tenang. Tapi aku tidak tahu dengan hatinya saat ini. Ucapan Raihan beberapa detik yang lalu membuat hatiku tersentil. Iya. Itu benar. Aku sadar kalau aku pembawa masalah. Aku memang suka merepotkan banyak orang.

"Mas.. " Aku menatap Tante Aiza yang kini menggenggam punggung tangan Om Arvino.

"Maafkan aku yang gagal mendidik Raihan sehingga membuat Raihan sedikit keras kepala. Tolong jangan pernah menyuruhnya pergi dari rumah."

"Aiza-" Tante Aiza terlihat sangat sedih lalu berlalih menatap kami.

"Devian dan.. mbak Adila. Kami minta maaf atas nama Raihan. Maafkan putra kami."

"Aiza sudah cukup. Ayo kita pulang. Baiklah aku tidak akan menyuruh Raihan pergi." Om Arvino membantu Tante Aiza yang rapuh untuk berdiri. Dia merengkuh pundak istrinya.

"Dev. Aku minta maaf sama kamu atas nama Raihan juga. Jika terjadi sesuatu pada Raisya yang disebabkan oleh Raihan. kami siap bertanggung jawab." Papa hanya mengangguk mengerti. Lalu mengantarkan kedua orang tua Raihan hingga menuju depan pintu rumah. Aku menatap mereka dalam diam. Sedangkan mama.. mama memilih masuk ke kamar. Tidak ada satu katapun yang mama ucapkan padaku ataupun sekedar basa basi hal lainnya.

Aku merasa mama kecewa denganku. Tapi aku harus gimana? Menikah diusia muda itu bukan perkara yang mudah. Ntah kenapa tiba-tiba kedua mataku berkaca-kaca. Aku merasakan apa yang di katakan Raihan tadi benar. Aku.. aku adalah Raisya. Si gadis pembawa masalah dan tidak pernah mandiri sehingga merepotkan banyak orang-orang disekitarku. Dan aku menyesal. Maafkan aku.

❣️❣️❣️❣️

Aku mempercepat semua aktivitas ku setelah melakukan sholat subuh dua raka'at. Setelah itu aku sarapan dan segera menuju rumah Raihan. "Assalamualaikum."

Aku mengetuk pintu rumah Raihan. Dalam hati aku berharap kalau Raihan belum berangkat sekolah. Aku berniat berangkat bersama-sama pagi ini.

Pintu terbuka. Tante Aiza yang membuka pintunya. "Wa'alaikumsallam. Oh Raisya. Ada apa nak?"

"Em. Raihan ada Tan?"

"Raihan ya? Wah baru saja 10 menit yang lalu berangkat dia sekolah."

"Sudah berangkat?" seketika hatiku kecewa. "Sama siapa Tan?"

"Siapa Za?" Om Arvino muncul selang beberapa detik kemudian. Tante Aiza menoleh ke arah suaminya.

"Ini mas Raisya. Tanya Raihan sudah berangkat sekolah atau belum."

"Raihan tidak diantar oleh Om Arvino?" tanya ku tiba-tiba.

"Niatnya tadi mau antar dia. Tapi temennya jemput."

"Siapa?" tanyaku dengan perasaan tidak menentu.

"Siapa ya? Pokoknya cewek. Kalau gak salah namanya Lala. Mereka berangkat bareng Malik dan Fathur dalam satu mobil yang sama."

"Oh gitu." Aku memasang raut wajah senyum penuh kepalsuan. Yah aku sudah terlambat. Tidak apa-apa. Itu lebih baik daripada Raihan akan terlambat. Aku tidak bisa menepis bahwa akhir-akhir ini Lala begitu akrab dengan kedua sahabat Raihan itu.

"Raisya kenapa? Kok diam?"

Aku tertawa sumbang. "Tidak apa-apa Tante. Kalau begitu Raisya berangkat duluan ya Tan, Om. Asalamualaikum."

"Wa'alaikumussalam."

"Wa'alaikumussalam."

❣️❣️❣️❣️

"Kayaknya sore ini aku gak jadi ikut deh." Aku menatap Lala dengan tidak suka. Sore ini adalah jadwal kami ke bazar buku. Sebuah toko buku baru saja opening sehingga pihak toko tersebut mengadakan bazar buku dan novel secara besar-besaran.

"Kenapa? Kan kita sudah sepakat sejak seminggu yang lalu." ucapku dengan Lala.

"Aisssss.. cancel aja deh ya Sya. Ini gak bisa di tunda nih. Kesempatan emas."

"Memangnya kamu mau kemana sih?" Lala tersenyum malu-malu. Ia memegang kedua pipinya yang bersemu merah.

"Aku mau jalan sama Mami Aiza! Mau belanja ke minimarket. sebentar lagi Raihan mau ikut olimpiade matematika. Kata Mami Aiza, Raihan itu paling semangat kalau di masakin kesukaannya sebelum belajar."

"Oh."

"Kamu sama Lili gih."

"Maaf aku gak bisa. Aku juga ada janji." sela Lili tiba-tiba.

Aku menatap Lili dengan jengah. "Kamu juga kenapa gak bisa? Mau ikut-ikutan Lala yang sibuk?"

"Bukan gitu sya. Ada keluarga besar mau datang malam ini. Aku harus bantu-bantu orang tuaku untuk mempersiapkannya semuanya." Aku menghela napas. Sepertinya kedua sahabatku kali ini benar-benar sibuk. Mungkin untuk Lili masih bisa di maklumi. Tapi kalau untuk Lala? Ck, Ntahlah. Tiba-tiba aku merasa jengkel sama Lala yang seenaknya membatalkan rencana kami demi Raihan.

Sekali lagi, Aku menatap Lala yang terlihat memainkan ponselnya sambil senyum-senyum tidak jelas. Hanya karena melihat Lala untuk pertama kalinya saja tiba-tiba aku mereka tidak suka dan kesal

Raihan & RaisyaDonde viven las historias. Descúbrelo ahora