(43) Memulai Hidup Baru

133 16 17
                                    

Luka takkan bisa sembuh dengan cepat. Pasti membekas.
Ikuti saja alurnya, seiring dengan berjalannya waktu, luka itu akan mengering lalu menyisakan goresan yang akan benar-benar menghilang pada saatnya nanti.

***
Happy Reading
***


Dear My Sweet Heart, Veily...

Surat ini ku tulis saat kamu tengah lelah terlelap setelah berjuang menyambung nyawa malam itu.

Sebenarnya aku nggak tau apa yang harus ku tulis di dalam surat ini. Jika bisa, aku ingin mengatakannya langsung padamu. Tapi sayangnya aku terlalu penakut. Saking takutnya, aku nggak bisa bertemu atau pun menatap wajahmu saat kamu bangun nanti.

Aku takut Vei, aku takut nggak akan bisa melepasmu. Aku takut aku nggak akan pernah bisa jauh darimu. Aku takut kematian tiba-tiba datang memisahkan kita di sela-sela kebahagiaan kita. Sungguh, aku tak ingin itu terjadi.

Tapi kejadian malam itu juga memberiku pelajaran. Kita tak pernah tahu kapan ajal akan menjemput kita. Namun aku memilih tetap pergi.

Setidaknya, kamu tidak akan merasa terlalu sedih saat nanti kehilanganku. Setidaknya, kamu tidak akan terlalu sakit jika sewaktu-waktu mendengar berita kematianku. Karena kamu telah terbiasa hidup tanpaku disisimu. Begitu pula aku, jika saja malam itu nyawamu tak tertolong, aku pasti akan gila. Gila karena kehilanganmu, gila karena penyesalan akan rasa bersalah, gila karena aku tak bisa hidup tanpamu. Dan aku, nggak mau kamu juga merasakan hal menyeramkan seperti itu.

Ini jalan terbaik Vei, mungkin kita harus sama-sama belajar menjauh satu sama lain. Agar kita tak saling tersakiti jika Tuhan berkehendak lain yang tak sesuai dengan asa kita.

Aku mencintaimu, sangat-sangat mencintaimu. Kamu tahu bagaimana aku menahan diri untuk tak berada di sisimu? Rasanya frustasi, seperti mau gila, Vei. Setiap detik aku selalu merindukanmu. Dalam diam, berjalan, bahkan saat terlelap pun tetap merindumu.

Apa aku boleh serakah? Aku ingin memilikimu dan hidup bersamamu lebih lama, bahkan jika bisa untuk selamanya.

Untuk itu, aku harus sembuh bukan? Jika waktu itu aku menyuruhmu untuk melupakanku, maka sekarang aku ingin kamu menungguku pulang. Aku akan sembuh dan akan kembali padamu.

Tunggu aku Vei! Enam bulan saja... Jika dalam kurun waktu itu aku tak juga kembali, maka kamu boleh mencari lelaki lain untuk menggantikan posisiku di hatimu.

Boleh kan aku egois meminta hal seperti itu padamu?

Akan ku tunggu jawabanmu enam bulan ke depan. Saat itu, aku akan menjemputmu sebagai calon istriku. Tapi jika kamu menolak. Aku akan ikhlas menerimanya. Karena ini memang kesalahanku, inilah akhir dari keputusanku.

Rayhan...

***

"Dasar lelaki bre**sek, jahat, nggak berperasaan," umpatku penuh amarah setelah membaca surat yang beberapa menit lalu ayahku beri.

Ku remas kertas itu lalu ku buang asal jauh-jauh dari hadapanku. Rasanya menyesakkan, begitu menyebalkan dan menyedihkan, semua rasa benci beserta harapan bercampur aduk. Rincinya bagaimana aku pun tak bisa menggambarkannya. Yang pasti sakit, seolah ada ribuan jarum yang tengah menghantam jantung hatiku berkali-kali dengan kejamnya.

Tanganku mengepal, meremas kuat sprei tipis ranjang yang saat ini menjadi tempat peristirahatanku. Bulir bening yang menggenang pada kelopak mataku pun seketika mengalir deras membasahi pipi.

SO PRECIOUS (PART COMPLETE)Where stories live. Discover now