(3) Realita

285 47 48
                                    

Tak butuh waktu lama untukku mencintaimu.
Melihat senyumanmu saja, sudah mampu meluluhkan hatiku.

~Veily Seirania.

***

Ingatan indah namun pahit itu kini kembali terngiang dikepalaku. Bagai sayatan yang tak mampu ku tepis bekasnya, luka tak berdarah itu sungguh menyiksa batinku. Aku bahkan hampir menyerah untuk mempertahankan rindu ini.

"Mengapa aku bisa sangat menyukai lelaki yang nggak ku kenal sampai seperti ini, Sell?" ujarku tertunduk.

Aku hanya bisa mengeluh pada sahabatku yang bernama Selly itu. Memangnya aku bisa apa lagi? Menangis? Sudahlah. Tak ada gunanya. Meski terkadang air mataku meluncur dengan sendirinya saat bayangnya terlintas dalam benakku.

Sshhh Haahhh
Terdengar helaan napas Selly begitu berat.

Begitu pula Selly. Tak ada yang mampu ia perbuat lagi selain mendengarkan semua curahan hatiku dengan setia. Dia hanya bisa merangkul dan memelukku erat saat aku berkeluh kesah, sebagai tanda untuk memberiku kekuatan.

"Udah ah, tiap hari galau melulu kamu Vei," tegurnya kemudian.

Tanpa sadar, aku pun menampakkan senyum palsuku. Senyuman ala kadarnya dengan pose senatural mungkin yang selama ini ku tebarkan pada orang-orang disekitarku. Untuk mengelabuhi mereka bahwa aku baik-baik saja. Meski jelas sekali terlihat, kalau aku tengah berbohong.

Tak lama kemudian, setelah sama-sama berdiam diri, Selly merapatkan jarak jalannya, menggandeng lenganku dengan memasang muka seceria mungkin.

Dia berkata, "Eh iya, tau nggak kalau Pak Dodit udah di ganti sama dosen baru. Dia besok udah mulai ngajar di kelas kita." Jeda dua detik dia diam, melihatku tak tertarik menanggapinya.

"Katanya sih dia ganteng Vei, masih muda," sambungnya lagi mencoba mengalihkan topik pembahasan selain tentang lelaki itu.

Mungkin dia ingin mencari cerita menarik untuk mengubah pikiranku agar tak selalu terpaku pada lelaki itu.

Itu usahanya, untuk mencairkan suasana super mellow ini. Selalu begitu, dan akan terus begitu. Dia tidak akan menyerah untuk mencari cara menghiburku.

"Tapi sayangnya, dia sudah punya kekasih, malah sudah bertunangan,"--Selly melirikku--"Katanya sih."

Bisa ku lihat jelas bagaimana ekspresi dan gerak-geriknya yang tengah bersusah payah ingin membuatku tersenyum.

Di kiranya aku tidak hafal? Aku mengerti betul kalau dia sedang berusaha membuatku teralih dari duniaku.

Memikirkan itu, secarik senyum pun muncul menghias bibirku. Sekilas.

"Ihh, tapi kan kesel, Vei. Baru aja mau ku ajak PDKT, eh, udah telat aja," keluhnya lagi seraya memanyunkan bibirnya. Lagi-lagi dia melirik ke arahku.

Kali ini dia benar-benar terlihat kesal. Mungkin sekaligus kesal padaku yang tak menghiraukannya. Dia pun melepaskan lenganku dari genggamannya.

Pfffttt
Aku pun menahan tawa melihat tingkahnya.

Mendengar hal itu, membuatnya beralih kearahku kemudian menyipitkan matanya menatapku tajam. Aku segera menormalkan kembali ekspresi wajahku sebelum dia menyadari hal itu.

"Ihh Veily...." Tapi tentu saja dia tahu. Dia jadi geram sendiri.

Hahaha
Hingga membuat tawaku pecah seketika.

Aku tak tahan melihat wajahnya yang sangat menggemaskan saat dia menggerutu mengerucutkan bibirnya kesal hanya karena hal kecil.

"Kamu ini, dosen juga mau kamu embat? Ihh dasar... nggak level tau," ejekku menggodanya.

SO PRECIOUS (PART COMPLETE)Where stories live. Discover now