(40) Aku Harus Pergi

112 19 27
                                    

Akhirnya hari keberangkatan Rayhan ke luar Negeri pun tiba. Kini dirinya sudah berada di Bandara Soekarno-Hatta bersama Suasti.

"Yaudah Ma, Rama sama Kalista pamit pulang dulu ya." Ramana mencium tangan beserta pipi kanan-kiri Mamanya sebagai tanda perpisahan. Begitu pun Kalista.

Ramana sekali lagi memeluk erat Mamanya seakan tak rela untuk di tinggalkannya pergi ke Negara lain.

"Mama baik-baik ya disana, nanti kalau Rama sudah nggak sibuk, pekerjaan semua di sini beres, pasti Rama sama Kalista nyusul ke sana."

Cup

Ramana mencium kening Mamanya lagi.

"Sudah Rama, kamu itu sudah punya istri masak masih manja gitu sama Mama? Lagipula Rayhan sama Mama kan cuma pergi sebentar," protes Suasti pada anaknya yang tiba-tiba saja bersikap manja itu.

"Tau Ma, lebay banget. Kayak cewek aja pake acara mewek-mewek segala," sindir Rayhan yang merasa jengah melihat tingkah kakaknya itu.

Seketika Ramana melirik Rayhan sinis, membuat Rayhan reflek menelan ludahnya sendiri.

"Ap-apa? Kenapa lihat-lihat?" katanya sok berani.

Tak lama kemudian Ramana malah tersenyum lebar. "Kakak tau, sebenarnya kamu juga pengen Kakak peluk kan? Iya kan? Sini sini sini!"

"Ihhh jijay, ogah gue dipeluk sama lo." Rayhan bergidik ngeri sendiri melihat Ramana tiba-tiba mendekat ke arahnya seraya membentangkan kedua tangannya.

Namun mendengar ucapan Rayhan ia mengurungkan niatnya itu lalu merubah ekspresi wajahnya menjadi sinis kembali.

"Apa kamu bilang? Elo, gue? Nggak sopan lo ya." Ramana tetap mendekat ke arah Rayhan namun bukan untuk memeluknya melainkan untuk menoyor kepala Rayhan.

"Aww, sshhh," ringisnya.

"Iya aku salah, maaf," ucapnya menyesal. Rayhan mengusap-usap kepalanya yang terkena pukulan Ramana.

"By the way, kamu sudah mengabari Veily? Sudah kasih tau dia kalau kamu mau pergi?" tanya Ramana kemudian.

Mendengar pertanyaan itu, Rayhan seketika gelagapan. Tak tahu harus menjawab apa.

Dia bahkan belum memikirkan bagaimana caranya ia berpamitan pada gadis itu tanpa menyakitinya atau pun menerima penolakan darinya. Dia pasti akan sangat sedih bukan? Sudah pasti dia akan melarang Rayhan untuk pergi.

Maka dari itu Rayhan masih bingung. Makanya dia berencana memberitahunya di saat-saat terakhir pesawat akan berangkat.

"I-iya habis check-in aku langsung pamitan sama dia."

"Kamu yakin harus putus? Kan bisa LDR-ran," tanya Rama memastikan.

"Iya Kak, aku nggak mau membebaninya. Lagipula aku nggak mau memikirkan masalah itu dulu. Aku akan fokus berobat."

Ramana manggut-manggut, lalu menepuk-nepuk pelan pundak Rayhan sembari tersenyum memberinya semangat. "Ya sudah kalau memang itu mau kamu. Mas Rama akan selalu mendukungnya apa pun itu."

Rayhan ikut tersenyum. "Makasih Kak. Aku sama mama masuk dulu, Assalamu'alaikum."

"Waalaikum salam."

***

Ramana dan Kalista sudah sepuluh menit yang lalu meninggalkan bandara. Kini Rayhan dan Suasti sudah ada di ruang tunggu gate 5 menunggu keberangkatan pesawatnya 1 jam lagi.

Rayhan melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya dengan risau, waktu sudah menunjukkan pukul 06.30 WIB dan Rayhan masih belum juga menghubungi Veily.

SO PRECIOUS (PART COMPLETE)Where stories live. Discover now