(32) Surprise? <II>

122 21 26
                                    

Jangan pernah mendahului takdir! Harapan sekecil apapun tetaplah sebuah harapan.
Tuhan memberikannya agar kita berusaha dan tetap berharap atas kehendaknya.

***

"Kejutan," katanya sumringah.

Ia lalu mengambil se-bucket bunga dari lubang jendela mobilnya yang terbuka di tempatnya menyetir dan memberikannya padaku sebagai hadiah.

"Waahh indah sekalii," seruku terkagum melihat keindahan bunga mawar berwarna merah cerah itu, mataku tak berhenti berbinar memperhatikannya.

"Mas Rayhan kok bisa ada di sini sih?"

"Ya... Begitulah." Rayhan mengangkat kedua alisnya ringan seraya mengendikkan bahunya dan tersenyum.

"Owh aku tau, jangan-jangan yang kemarin Dokter Gibran-"

"Iya itu," sela Rayhan memotong cepat. Seolah tahu apa yang hendak ku tudingkan padanya.

"Cihh. Pantes aja kemarin kayak ada yang ganjal gitu," decihku mencibir.

Sementara Rayhab hanya tersenyum nyengir.

"Eh. By the way, gimana? Suka sama bunganya?" tanyanya kemudian, mengalihkan topik pembicaraan.

Padahal kan seharusnya dia sudah tahu jawabannya. Karena sudah terpampang jelas di wajahku. Tapi kemudian aku mengangguk mantap menjawab basa-basinya.

"Syukurlah, ku pikir kamu tak menyukai bunga," ungkapnya lega.

"Ya ampun wanita mana sih yang nggak suka kalau dikasih bunga sama pacarnya?" celetuk Selly tiba-tiba. Ia sentengah meledekku dan Rayhan yang tengah dilanda asmara.

"Benarkah?" tanya Rayhan dengan polosnya, dia tak sadar bahwa Selly tengah meledekinya.

"Tentu saja, Pak. Hampir sembilan puluh persen semua wanita itu suka bunga," jawab Selly berlagak menggurui.

Rayhan hanya manggut-manggut mengerti. Ia lalu beralih menggenggam tanganku.

"Yuk pulang!" ajaknya kemudian.

Aku mengangguk senang lalu mengajak Selly untuk ikut masuk ke dalam mobil.

"Yuk Sell!" ajakku padanya. Namun ditolaknya ajakanku.

"Engak deh, aku harus mampir ke apotik dulu soalnya."

"Nggak apa-apa Sell, biar saya antar sekalian!" Rayhan menyanggah.

"Nggak usah Pak, makasih atas tawarannya. Lagi pula-" Selly menggantung ucapannya.

Matanya bergantian melirik ke arahku dan Rayhan lalu berhenti pada satu titik, yaitu pada tangan kiriku yang masih Rayhan genggam dengan erat.

Terlalu lama aku menunggunya melanjutkan ucapan, aku pun bertanya karena tak sabar, "Apa?"

"Lagi pula, aku nggak mau jadi obat nyamuk kalian. Jadi, dari pada ntar aku iri sama kemesraan kalian dan akhirnya jadi pengganggu, mending aku pulang sendiri. Yaudah ya Veily sayang, aku duluan. Buat Pak Rayhan, selamat bersenang-senang, saya permisi. Bye. Assalamu'alaikum." Selly pun segera berlalu dari hadapan kami secepat kilat, meninggalkanku dan Rayhan yang hanya bisa melongo memperhatikan ia bicara tanpa jeda. Ia bahkan tak menunggu kami menjawab salamnya terlebih dahulu.

Kalian tahu kan bagaimana kalau cerewetnya Selly tiba-tiba kambuh? Dia terus saja nyerocos dengan cepat tanpa lelah dan jeda meski ia harus menahan napas saat berbicara.

"Waalaikum salam," ucapku dan Rayhan bersamaan akhirnya.

"Aku heran deh, apa lidahnya nggak keseleo ngomong secepat itu?" tanya Rayhan masih dengan nada tak percayanya.

SO PRECIOUS (PART COMPLETE)Where stories live. Discover now