(5) Mencoba Melupakan

196 44 30
                                    

Jika memang dia bukan untukku, mengapa Tuhan memperkenankan rasa cinta ini tumbuh untuknya?

~Veily Seirania

***

Hari menjelang sore, terlihat awan hitam bersiap tuk berkumpul membentuk hujan. Aku pun mempercepat langkahku agar segera keluar dari kampus dan mencari taxi untuk pulang.

Musim hujan mulai menyapa, udara dingin pun menyelundup masuk ke pori-pori kulitku.

"Ya ampun, udah mendung aja. Dingin banget, sih. Lupa bawa jaket lagi. Semoga nggak hujan deh," seruku sembari mengapit tubuhku erat dan menggosok-gosok kedua lenganku yang terasa dingin.

Aku telah sampai diluar kampus 10 menit yang lalu, namun taxi tak kunjung datang.

*Tes, tes, tes.*
Terlihat tetes air mengenai tubuhku, aku menengadahkan wajahku dan membuka lebar telapak tanganku.

Benar saja, hujan datang lebih awal dari yang kuperkirakan. Aku segera mencari tempat berteduh sebelum gerimisnya semakin deras.

Alhasil aku hanya menemukan tempat berteduh terdekat yaitu di halte bus di ujung luar kampus. Terlihat banyak pula mahasiswa lainnya yang sedang berteduh disini.

"Lagi-lagi aku menginjakkan kakiku di halte bus. Tempat ini benar-benar mengingatkanku akan kenangan yang ingin ku lupakan."

Aku sungguh enggan berlama-lama di tempat ini. Begitu menyesakkan dan memuakkan rasanya.

Kemudian tak sabar menunggu hujan reda, aku lalu menggerogoi tas selempangku untuk mencari benda pipih canggih yang biasa di sebut smarthphone atau HP untuk menghubungi sopirku dan memintanya menjemputku di kampus sekarang juga.

"Duh, dimana sih HPku?" Namun ternyata benda yang ku cari itu tidak ada di tas maupun di saku celanaku.

"Apa ketinggalan di ruang kesehatan ya? Kalau di dalam kelas sih nggak mungkin. Aku yakin sudah memasukkannya kedalam tas." Aku pun bertanya-tanya sendiri dengan wajah kebingungan.

"Kenapa harus sekarang sih? Mana hujan lagi," gerutuku seraya berdecak sebal.

Ku perhatikan lagi hujan yang turun didepan mataku, memikirkan apa yang harus ku lakukan selanjutnya pada situasi seperti ini. Sembari menghentakkan kaki kesal, aku pun mengambil keputusan.

"Argghh, bodo amat." Tanpa pikir panjang aku akhirnya memberanikan diri menerobos hujan untuk kembali lagi ke ruang kesehatan kampus dan mencari HPku yang ketinggalan disana.

Kini tubuhku sudah basah kuyup karena guyuran air hujan.

"Permisi," sapaku sopan. Namun tak ada suara yang menyahuti, artinya saat ini tak ada yang menjaga ruang kesehatan.

Aku segera masuk ke ruangan itu dan mencari HPku yang tertinggal disana. Namun Nihil. Benda itu tak ada dimanapun.

"Sepertinya aku harus membeli Smartphone baru," desahku pasrah.

"Selamat sore, Veily Seirania," sapa seseorang dengan santainya. Aku sedikit terkejut, tiba-tiba sosok Rayhan muncul dari balik pintu masuk dan menyapaku dengan senyum khasnya.

"Astaga, kamu hujan-hujanan? Kenapa badan kamu basah kuyup begini?" ujar Rayhan membelalakkan matanya.

Setelah menatapku sedikit lama, dia menyadari keadaanku yang bermandi hujan. Dia lalu dengan sigap bergerak cepat dan mengambilkanku handuk dari dalam lemari baju ganti yang ada di ruangan kesehatan.

Aku memperhatikan tingkahnya tanpa menanggapi perkataannya. Aku pun diam terpaku melihat kedatangannya.

Seperti biasa, aku tak pernah bisa berkutik ketika berada dihadapannya. Perasaanku bercampur aduk menjadi satu, tak tahu harus berbuat apa dalam situasi canggung seperti ini. Sangat sulit mengatur hati dan jantungku yang terus saja bergejolak saat bertemu dengan sosok yang telah lama ditunggunya.

SO PRECIOUS (PART COMPLETE)Where stories live. Discover now