(10) Tanda Tanya

173 37 22
                                    

Tidak ada yang namanya berbohong demi kebaikan.
Jika itu untuk kebaikan, lantas mengapa berbohong?

***
🐣🐣🐣

Sesampainya di rumah, aku langsung menuju kamarku kemudian merebahkan tubuhku ke ranjang.

Aku bahkan lupa mengambil hasil tes kesehatan ayahku, alhasil terpaksa aku harus menyuruh supirku untuk mengambilnya dirumah sakit. Ah, lebih tepatnya supir ayahku.

Aku tak peduli lagi, aku hanya ingin memejamkan mataku sejenak agar pikiranku tak melayang kemana-mana. Kepalaku terasa begitu pening memikirkannya.

Kejadian sore tadi sangat membuatku bingung. Rayhan benar-benar seperti teka-teki silang. Dia misterius, tak bisa di tebak. Sebentar dia baik, sebentar dia jutek, dingin, tapi sedetik kemudian dia bersikap manis dan penuh kehangatan.

Aku bahkan tak menyangka kalau dia ternyata lelaki paling egois di dunia ini. Lelaki ter-menyebalkan yang pernah aku temui.

Aku sungguh tak mengerti dengan apa yang sebenarnya ada di pikiran dan hatinya. Sepertinya dia masih mempunyai kebohongan lain yang dia sembunyikan, entah apa itu, yang pasti dia ingin menutupnya rapat-rapat dan merahasiakannya dariku.

Aku harus mencari tahunya sendiri jika aku mau mengerti semua kejelasannya. Aku sendiri tak percaya kalau aku bisa mengatakan hal seberani itu padanya.

Huft...

Aku bahkan merubah sikapku seperti layaknya wanita jahat yang bersikeras ingin merebut kekasih orang. Tapi apa itu salah? Aku hanya ingin berusaha mempertahankan cintaku sebelum semuanya terlambat. Hanya saja, aku mengungkapkan hal itu dengan kasar pada Rayhan.

Kali ini, lenyap sudah harga diriku. Duh, rasanya lagi-lagi aku menyesali perbuatanku sendiri.

"Arrgghhh," teriakku kesal seraya mengacak-acak rambutku yang sudah berantakan sejak awal.

"Please, Vei. Berhenti mikirin dia! Sekarang pejamkan matamu pelan-pelan dan tidurlah. Oke!" sugestiku pada diriku sendiri yang sedari tadi tak mampu melelapkan tidurku karena selalu memikirkan perdebatan kami tadi sore.

#flashback on

"Aku juga menyukaimu. Bahkan rasa sukaku lebih besar dari yang kamu tau," ucap Rayhan lirih sembari menatapku penuh makna.

Aku terpaku oleh ucapannya. Kalimat yang ia lontarkan, telak membuat jantungku melunjak dari tempatnya.

Mataku seketika banjir oleh genangan air yang entah dikarenakan apa. Haruskah aku senang oleh pengakuannya? Lalu kenapa masih ada sesuatu yang menyesakkan batinku? Sebenarnya apa yang hatiku harapkan?

"Pak Rayhan serius? Sungguhkah? Bapak tidak berbohong?"

Rayhan belum menjawab, dia hanya tersenyum manis menanggapi pertanyaanku. Dia mengusap lembut air mata yang jatuh dari pipiku dengan jemarinya.

"Ini perasaanku yang sesungguhnya, Vei," balasnya kemudian.

Entah sejak kapan Rayhan telah mengubah tata cara bicaranya menjadi aku kamu ketika bercakap denganku.

Dia masih lekat menatapku dengan tatapan matanya yang sayu, namun sedetiknya lagi dia melepaskan takupan tangannya dari pipiku dan melangkahkan kakinya perlahan ke belakang untuk menjauhkan tubuhnya dariku. Seketika, aku melihat senyuman getir terukir dari bibirnya.

"Tapi maafkan aku, Vei. Karena meski aku menyukaimu, aku tetap tidak bisa memberikan rasa ini untukmu."

Deggghh

SO PRECIOUS (PART COMPLETE)Where stories live. Discover now