II

2.6K 434 100
                                    

Kini Kinal sedang meratapi kepergiannya, apa yang akan dia katakan?
Jika dia merana karena cinta, kemana jalannya?
Jika mengutus seseorang untuk menceritakan kesedihan nya.
Dia hanya mengeluh tak seorang pun mau menyampaikan.

Kinal diam, dengan penuh luka, berusaha menahan semua derita,
Setelah hilangnya cinta, dia tak mampu menahan hempasannya.
Tiada yang tinggal kecuali kesedihan dan penyesalan.
Dan air mata yang terus mengalir di pipi.

Yona yang telah lama hilang dari pandangannya, kini semakin hilang. Bukan raganya namun cintanya.

Tangan Shania jadi sedikit menarik Kinal, saat Kinal terkesan enggan bangkit dari tempat tidur, seminggu berlalu setelah dia meminta Yona untuk kembali namun Yona tak menerimanya, kini hidupnya kembali seperti semula saat dimana Yona pergi dulu.

Untuk apa kembali kalau hanya mengatakan kata hai lalu pergi lagi?

Ini jauh lebih menyakitkan dari apapun. Masih menyimpan rasa terhadap seorang mantan memang bukan hal yang menyenangkan, apalagi jika hanya kita yang masih berharap tanpa di harapkan.

"Bangun ih, udah jam 8!"

"Bilang ke Ve, gw gak bisa dateng." Kata Kinal semakin menyumbunyikan dirinya dibalik selimut.

"Hih apaan si lo! Cepet bangun, gimana jeketi mau maju wakil managernya aja masih cemen cuman karna sakit hati."

Kinal jadi menghembuskan nafasnya membuka selimut yang sedari tadi menutupi tubuhnya. Dia menatap Shania yang sudah menampakan wajah geram karna sudah hampir 20 menit dia berusaha membangunkan Kinal.

Hari ini, hari dimana Veranda akan menikah dengan Malvin, tapi Kinal terasa enggan hadir di acara pernikahan sahabatnya itu, tidak, bukan karna dia cemburu akan Veranda yang segera menikah, dia hanya terlalu takut untuk bertemu Yona.

Keluarga besar dari JKT48 semuanya memang di undang oleh Veranda, dan Yona sudah dipastikan datang, ini info akurat yang Kinal dapat dari Feni.

"Lo gak ngerti Nju." Kinal menutup wajahnya sendiri dengan dua telapak tangannya, dia berteriak, membekap mulutnya sendiri, suaranya terdengar menggeram.

Shania jadi tak tega, dia duduk di tepi ranjang menatap Kinal yang masih menutup tangannya.

"Kenyataam itu harus dihadapi bukan dihindari, mau sampai kapanpun lo ngehindariin pada kenyataannya akan seperti itu, semuanya gak akan berubah dengan lo menghindar."

Kinal jadi membuka kedua tangannya menatap Shania yang kini terlihat serius, dia malah menghempaskan tubuhnya pada ranjangnya.

"Gw yakin, ka Yona punya alasan kenapa dia gak bisa terima lo lagi, mungkin dia hanya butuh waktu, tapi lo terlalu terburu-buru meminta dia kembali."

Shania sedikit menyentuh pipi Kinal, menepuknya pelan, dia menggeleng melihat kelakuan Kinal.

"Sekarang cepet mandi, jangan buat kecewa ka Ve hanya gara-gara sakit hati lo, ini hari penting buat dia dan lo juga orang penting yang dia harapkan hadir."

"Iya." Hanya itu yang Keluar dari mulut Kinal, benar apa kata Shania dia tak ingin hidupnya menjadi tak terkendali hanya karna rasa sakit, kini Shania sudah keluar dari kamarnya, Kinal masih bisa mendengar suara Feni yang langsung mencerca Shania dengan segala pertanyaan.

Shania memamg selalu bersikap dewasa untuk hal apapun, dia selalu bisa membuat Kinal sedikit lebih tenang, padahal sebenarnya dia sendiri saja masih bingung dengan hatinya, Shania yang diam-diam sedang menggantung hati seseorang di luar sana terlihat selalu tenang walau dalam hatinya begitu rumit.

Dibalik Layar [END]Where stories live. Discover now