I

5K 396 29
                                    

Dahulu, dengan kekuatan hati mencoba memaksa
Melayang terbang dalam kepekaan sendiri. Begitu tangguh mengitari alam.
Setelah mampu ku menepi
Ternyata hulu itu adalah muara hati yang enggan pergi kemana-kemana.

Sayapku layu seakan layu
Tak mampu membawa terbang terlalu jauh, aku jatuh, kembali kesini ketempat dulu yang sebelumnya aku tinggalkan. Apa ini yang dinamakan terlalu mencintai? Terlalu enggan pergi dari kenangan yang begitu indah, mereka semua sulit aku tinggalkan sampai mereka mengurung aku tetap disini dan aku pun tetap mau.

6 bulan sebenarnya yang aku lakukan hanya berfikir, harus kemana aku? Apa harus kembali atau mencari hal yang baru, hati dan pikiranku terus berperang memperbutkan hal apa yang aku ambil, aku sedikit mengerut saat aku memutuskan kembali tapi ada diantara kalian ada yang mengatakan, aku kembali karna aku ingin tetap berada dizona nyamanku, namun jika aku pergi ada diantara kalian yang mengatakan kalau aku pergi karna aku sudah tidak mempunyai nama besar apapun.

Jadi harus apa aku? Apa semua yang aku lakukan disini salah? Aku tetap ingin berada disini bukan karna aku takut, aku hanya terlalu mencintai semua yang ada disini, aku ingin tetap jadi bagian dari mereka walau tak kalian lihat.

"Ka?"

"Ka Kinal"

Aku menolehkan kepalaku saat suara Feni masuk kedalam telinga, membuyarkan segala pikiranku. "Eh kenapa?"

Feni sedikit tersenyum, tatapannya sayu, ntah apa yang sedang dia fikirkan, "Udah beresin bajunya?"

"Udah nih bentar lagi, lo tunggu dibawah aja Fen."

Dia mengangguk, menutup pintu kamarku lagi, aku sedikit membuang nafasku, dia orang yang selalu mendukungku, apapun yang akan aku ambil, walau aku tau jauh di dalam hatinya meminta aku untuk kembali, tapi dia tidak pernah mengatakan apapun itu. Dia selalu mengatakan dia akan selalu ada untukku dan mendoakan yang terbaik untukku apapun yang aku pilih. Dan sekarang aku memilih untuk kembali, kembali tinggal bersama Feni.

Bulan malam semakin meninggi
Sebentar lagi pergi tanpa jejak,
Padahal belum selesai bayangan tentang rindu yang kubuat
Untuk mereka yang manis dulu. Feni sudah menungguku dibawah, dia memang sengaja menjemputku Ke Bandung, anak kecil yang sudah tumbuh dewasa sudah bisa aku andalkan sekarang, membanggakan, 6 bulan terakhir aku jadi jarang bertemu dengan Feni bukan hanya Feni dengan yang lainnya juga.

Saat memutuskan untuk keluar dari jeketi aku memang ditawarkan untuk bergabung dengan JKT48 Operation Team, tapi aku belum mengatakan iya, dan mereka memberi aku waktu bahkan mereka mengatakan merka akan menunggu sampai aku mengatakan kata iya, dan sekarang lah aku siap, memutuskan untuk kembali dan mencoba hal yang sama namun baru, ya, tetap di group yang sama namun dibalik layar.




..
.
.




Ini seakan menjadi dejavu untukku, berdiri menatap orang-orang yang ku sayang seakan tak rela melepaskanku pergi, aku pernah meminta ijin dulu pada mereka, 7 tahun lalu saat aku memutuskan untuk bergabung dengan jeketi. Dan sekarang hal ini aku lakukan lagi.

"Kinal pamit ya Pi."

Dia, laki-laki yang sangat dekat denganku. Dia selalu mendukung apapun keputusanku. Aku memang lebih dekat dengan Papi dibanding mami, dia selalu mengerti apa yang sedang aku rasakan tanpa harus aku menceritakannya. Dia sedikit tersenyum, aku tau anggukan itu bukan anggukan iya kalau dia membiarkan aku pergi lagi, tapi aku yakin itu adalah sebuah dukungan untukku walau dia tak rela.

Aku memeluknya begitu erat, aku tidak tau akan seperti apa nantinya, tapi aku berjanji akan lebih meluangkan waktu untuk nya.

"Ka, nanti sering-sering pulang ke bandung ya. Jangan kaya waktu itu."

Kali ini adikku yang aku peluk. Aku mengangguk dalam pelukannya yang begitu erat.

"Iyah kaka janji, bakal lebih sering pulang."

"Kamu hati ya, sampe Jakarta kabarin papi."

"Iya pi, kalau begitu Kinal pergi dulu ya, kasian Feni kalau terlalu malem takut dia ngantuk nyetirnya."

Mesin mobil ini seakan menjauh dari udara dingin bandung, terus berjalan menerobos malam yang semakin dingin, aku menyandarkan tubuhku, entah kenapa ada hal yang sangat menyakitkan disini, aku terlalu takut kembali menatap mereka, mereka yang sangat marah akan keputusanku dulu.

6 bulang pergi dan tak memberi kabar apapun semakin membuat mereka marah, aku tidak tau apa mereka akan bahagia dan memafkanku saat mereka tau aku kembali.

"Kalau ngantuk tidur aja"

"Gak kok Fen."

"Udah lama gak ketemu. Umi jadi pendiem ya. Kenapa?"

Pendiam? Apa sampai sebegitu terlihat kah perubahanku?

"Gapapa, cuman lagi-"

"Masalah ka Yona sama Ka Ve?"

Aku sedikit tersenyum menjawab ucapan Feni yang benar-benar tepat sasaran, Veranda dan Yona mereka adalah orang-orang yang marah padaku saat aku memutuskan untuk tinggal dan menetap di Bandung. Bahkan mereka tak pernah mencoba menghubungiku, mereka mendiamiku, mereka kecewa akan keputusanku.

Dua gadis itu memang seseorang yang sangat dekat denganku, mereka sahabat yang selalu ada untukku, aku menyayangi mereka bahkan mereka lah yang membuat aku berat meninggalkan semua ini.

"Oh iya aku belum ngomong ya." Seringai senyum Feni terlihat di wajah imutnya, senyum itu ia tahan, dia meliriku kembali fokus pada kemudinya. Jalan yang semakin terang membuat ku sadar kalau malam sebentar lagi hilang. Aku terus menatap wajah Feni yang menahan senyum, aku hanya mengerutkan dahiku penasaran.

"Ngomong apa Fen?" Kataku dengan nada yang sedikit tak sabaran.

Dia meliriku lagi, kali ini senyumnya benar-benar mengembang menampakan deretan gigi rapihnya."Ka Yona sekarang jadi tetangga kita."

Aku diam, mencerna apa yang baru saja aku dengar, tapi tak selang berapa lama senyum Feni menular kepadaku. "Sejak kapan?"

"Sejak umi mutusin buat tinggal dibandung, awalnya mamski cuman nginep di kamarku terus udah 3 bulan yang lalu dia mutusin buat pindah."

Senyumku benar-benar terlihat sekarang, Yona memang keras kepala, dia lebih keras dari batu dia tidak mudah untuk aku lunakan. Untuk dekat dia itu tidak mudah, dia bukan seseorang yang friendly dan mudah menerima seseorang didalam hidupnya. Saat dia bisa menerimaku menjadi teman terdekatnya aku bahagia karna aku baru saja melunakan batu yang begitu keras.

"Tapi ka-"

"Kenapa?"

"Ka Ve sekarang jarang pulang, dia lebih sering di rumahnya, udah 2 minggu belakangan dia malah gak tidur di kosaan."

Aku tertegun kali ini mendengar ucapan Feni, didalam sana seakan ada yang merobek hatiku begitu saja, kenapa dia? Apa dia benar-benar marah padaku? Atau karna tidak ada aku jadi dia tak lagi berada disana? Kalau memang benar begitu, aku jadi semakin bersalah sudah meninggalkannya.

"Kita brenti di rest area dulu ya, aku agak ngantuk nih."


















Bersambung

#TeamVeNalID

Dibalik Layar [END]Where stories live. Discover now