13. Lembar Ketigabelas

2.3K 433 109
                                    

Nada yang dihasilkan dari audio musik mengalun seirama dengan tangan Yona yang cekatan mengiris bawang, menyiapkan semua yang aku butuhkan tiap paginya mungkin sudah jadi kebiasaanya di pagi hari. Aku tidak meminta sama sekali tidak menuntut dia untuk menjadi layaknya seorang istri untukku.

Aku menyukainya saat dia sudah mulai repot akan aktifitas paginya yang padat, dari pakaian yang akan aku kenakan sampai urusan perutku memang semuanya dia yang siapkan, belum lagi urusan Feni, Feni selalu banyak mau jika sudah ada Yona, sekarang juga Feni ada, tapi dia masih mandi aku juga baru selesai mandi.

Aku benar-benar dibuatnya layaknya seorang suami yang akan pergi berangkat bekerja yang hanya duduk manis menanti sarapan yang dibuat olehnya, ini gila menurutku, padahal aku adalah seorang permpuan juga, ntah kenapa mungkin jiwa ke ibuan Yona memang lebih dominan dibandingkan aku jadi semuanya mengalir begitu saja tanpa aku meminta dia harus menjadi istri untukku dia sudah bersikap layaknya istri yang begitu baik.

"Kamu udah mandinya?"

Dia menatapku yang sedang mengenakan pakaianku. Aku mendengarnya yang menghela nafas mendekat kearahku.

Dia langsung menarik tanganku, mengancing kancing kemeja yang memang sengaja tak ku kancing."Berapa kali aku bilang kalau ngancing kemeja itu yang bener, Kinal."

Setelah urusan kemejaku selesai matanya langsung beralih pada meja belajarnya yang terlihat berantakan.

"Ini lagi, Feni kalau abis nonton dimatiin laptopnya!" Dia berteriak agar Feni yang sedang didalam kamar mandi bisa mendengar, aku hanya tersenyum melihatnya yang begitu sibuk.

"Rambutnya rapihiin yang bener, Yang." Kata Yona lagi berjalan kesisi balkon untuk membuka gorden.

Aku langsung memandang diriku di cermin, rambutku sekarang sudah rapih.

"Yaallah telor dadar gw!"

Aku menoleh, melihat Yona yang sekarang mematikan kompornya, mengangkat wajan yang terlihat mengepulkan asapnya.

"Astaga gosong."

Aku jadi mendekat, dia berkacak pinggang meratapi telor dadarnya yang gosong, lenguhan nafasnya yang lelah terdengar pasrah, tangannya ingin membuang telor yang hampir gosong setengahnya itu ke tempat sampah.

"Jangan dibuang." Kataku menahannya tangannya.

Dia hanya menghembuskan nafasnya lagi.

"Ini separohnya enggak, masih bisa dimakan."

"Tetep aja ini udah gosong, udah sana gak usah rusuhiin gw, gw buatiin lagi." Katanya meminta aku untuk menjauh darinya.

"Gak usah sayang, gapapa ini aja." Aku jadi mengambil telor dadarnya, manaruhnya dipiring.

Yona hanya meloloskan nafasnya pasrah, dia duduk menarik kursi menopang dagunya sendiri.

Aku tak memperdulikan tatapan rasa kecewanya karna telor dadarnya yang gosong, aku langsung menyendokan nasi memasukan nya kedalam piringku, pagi sudah semakin nyata, hari ini kegiatanku masih dengan anak gen 6, ntah kenapa akhir-akhir ini ka Melody malah memintaku untuk mengawasi perkembangan member yang baru menginjak satu tahun keberadaanya di jeketi. Aku tak pernah menolak perintah apapun yang ka Melody berikan, lagian semua kegiatanku juga selalu didamping ka Melody.

"Mamski, ini telor dadar apa pancake rasa tiramisu? Kok item?"

Feni sudah duduk membolak balikan telor dadar yang ada dipiring, Yona hanya diam, dia memilih menelan nasinya secara utuh, sebentar lagi juga Feni yang ditelan.


Dibalik Layar [END]Where stories live. Discover now