16.Lembar Keenambelas.

2.2K 425 126
                                    

Tahun berganti semuanya berlalu, tiga tahun sudah dia meninggalakanku, hanya kabar dari Lidya nya lah satu-satunya kebahagianku, dia memamng sesekali memeberikan kabar pada Lidya, wajar saja Lidya sahabat dekatnya.

Setelah mengetahui semuanya kalau Veranda hanya mempermainkanku, dia tak lagi tinggal disebalah kamarku, Veranda memilih tinggal dengan orang tuanya. Dan aku juga sekarang sudah memiliki aparteman kecil yang cukup untuk menampungku dan Feni, setidaknya Aprteman lebih baik dibanding kosaanku dulu.


Awalnya aku sangat membenci Veranda, mengutuk semua perlakuanya terhadapku, tapi selang satu tahun aku sudah menerimanya lagi menjadi kan dia sahabatku, aku tau Veranda selalu ingin yang terbaik untukku dia hanya salah bertindak saja. Dia kini jadi lebih mengerti akan apa yang menjadi kebahagianku, walau kebahagianku kini sudah pergi.

Kurasa seorang sahabat juga hanya manusia biasa yang tak bisa kita tuntut untuk menjadi sempurna dengan apa yang kita mau, begitu juga dengan Veranda, Veranda juga hanya manusia biasa yang bisa melakukan kesalahan.

Dan aku sudah memafkannya.


Aku jadi menghentikan tanganku yang sedari tadi bergerak di keyboard laptop, menegakan kepalaku saat Shania memasuki ruanganku, dia menjatuhkan tubuhnya pada kursi dihadapanku.

"Kerja mulu, sok sibuk."

Aku hanya meliriknya tak peduli. "Gw emang sibuk."

"Sombong, mentang-mentang sekarang jadi wakilnya ka Melody."

"Harus."

Memang benar setelah tiga tahun bekerja disini, aku diangkat menjadi wakil General Manager JKT48, baru beberpa bulan terakhir aku mengemban jabatan baru, ka Melody akhir-akhir ini sibuk dengan urusan asmaranya, hubungan nya dengan Lidya memang sudah memasuki jalur serius, hanya masih terhalang restu dari Ayah Lidya.

"Ikut gw yuk." Kata Shania lagi, Shania si adik kecilku yang kini tumbuh menjadi wanita dewasa yang sangat cerdas dia masih menjabat sebagai kapten JKT48.

"Kemana? Gw gak ada waktu kalau cuman buat nongkrong-nongkrong gak jelas."

Shania mendengus menatapku begitu sebal. "Ke pameran Lukisan."

"Ngapain?"

"Ya liat-liat aja, pasti lo suka."

Aku jadi menutup laptopku, menatapnya bingung. "Gw gak pernah suka lukisan, sok tau lo."

"Ah pasti sama yang ini suka deh." Kata Shania lagi dengan senyum khasnya.

"Udah yuk ikut."

"Gak."

Aku kembali menyibukan diriku dengan semua berkas-berkas pekerjaan yang masih menumpuk dan Shania lagi-lagi berdecak akan penolakanku, ku pikir menjadi sosok bos itu gampang, tinggal duduk dan memerintah tapi tidak seperti itu, ini jauh lebih membingungkan dari apa yang aku bayangkan, tapi ka Melody selalu membuatnya jadi mudah.

"Oh iya ka Ve nitip ini buat lo, ka Melody sama staff yang lain juga."

Shania mengeluarkan beberpa undangan pernikahan yang Veranda titipkan. Iya memang benar, Veranda akan menikah dengan orang yang dia cintai, siapa lagi kalau bukan Malvin, aku ikut bahagia dengan ini.

"Kenapa nitip ke lo?"

"Dia ada syuting diluar, dua hari yang lalu gw ketemu di greja, mungkin minggu depan baru bisa balik, dan itu udah hari pernikahannya."

Aku hanya mengangguk, membolak balikan undangan dengan warna yang dipenuhi warna biru.

"Ve aja udah nikah, gw kapan ya?" Aku hanya melirihkan suara. ntah bertanya pada siapa.

Dibalik Layar [END]Where stories live. Discover now