I

2.5K 425 70
                                    

Suara petikan dari gitar akustik yang dimainkan seorang wanita di atas panggung membuat suasana sedikit ramai. Shania masih menyandarkan tubuhnya pada kursi, kali ini raut wajahnya benar-benar memancarkan rasa kesedihan yang menadalam, sorot matanya jadi sanyu.

"Jauh sebelum lo, gw udah ngerasaiin susah nya cinta seperti ini."

Aku jelas langsung menegakan tubuhku, menatapnya tak mengerti.

"Cinta memang selalu indah di awal, gw bahagia, tapi itu dulu saat semuanya berubah, saat dia mulai takut akan komitmen yang sudah kita ambil, dia menjauh, bahkan sampai sekarang gw gak ngerti, gw dianggap apa sama dia."

Shania tersenyum dalam tatapan kosongnya, dia menggeleng seakan kisah cintanya benar-benar menyedihkan.

"Dengan alasan hubungan ini tidak benar, dia menggantung kan sebuah perasaan yang tak pernah salah, tapi beberapa bulan ini gw malah liat dia deket sama cewek lain, gw baru ngerti sekarang, sebenarnya bukan cinta yang salah tapi dia yang salah, saat ada seseorang yang ngedeketiin gw dia seakan marah, tak terima akan itu, padahal dia dengan seenaknya pergi dengan cewek lain, gw ngerasa ini gak adil buat gw-"

Kali ini matanya benar-benar menatapku,

"Gw kasih tau ke lo, jangan pernah main-main akan cinta, jangan pernah menyakiti atas dasar kalau ini salah, kalau pada akhirnya akan beralasan seperti itu kenapa gak dari awal aja jangan pernah memulai, benar kan?"

Matanya berkaca-kaca aku hanya mengangguk mengiyakan, sekarang aku mengerti arah bicaranya, aku yakin Shania sama sepertiku, tapi aku belum bisa menyimpulkan dengan siapa dia sekarang, aku masih diam membiarkan dia mencurahkan apa yang selama ini mungkin dia pendam sendiri.

Dia menghembuskan nafasnya, melirik jam pada pergelangan tangannya.

"Udah jam 9, lo mau jemput ka Yona?"

"Iya."

Dia menghabiskan minumannya yang menyisakan setengah sebelum dia beranjak dari posisi duduknya. "Gw duluan ya, mamah udah nungguin gw di loby, gw yakin lo pasti bisa ngelewatiin ini semua." Shania pergi menepuk bahuku seakan memberi kekuatan untukku.

Shania memang tak mengatakan kalau ya dia mendungku tapi dengan sikapnya yang seperti ini aku sudah cukup lega, setidaknya dia tidak memaksa akan aku yang harus seperti apa.


Saat Shania berjalan keluar, dari arah berlawanan Beby datang dengan tangan yang menggandeng tangan Anin. Aku melihat Beby awalnya berhenti, mungkin dia ingin menyapa, tapi Shania sama sekali tak melihat Beby dia terus berjalan.

Aku menarik tasku, berjalan keluar, menyapa Beby dan Anin, sekarang aku sedikit bisa menyimpulkan, cerita Shania tadi ada hubungannya dengan Beby.


Mungkin.


Jam memang sudah menunjukan pukul 9 malam lewat, Beby dan Anin sudah keluar teater berarti teater sudah selesai, sesuai rencana awal tadi, kalau malam ini aku dan Yona akan pergi ke Bogor.

Saat malam datang dengan segala kesunyiannya, hidup memang memiliki berbagai rasa, tidak semua hal akan kita lewati dengan mudah, begitu juga dengan cinta, cinta memang selalu indah di awal, aku tidak pernah tau akan seperti apa hubunganku dengan Yona, yang jelas aku bahagia saat aku bisa berada didekatnya, saat dia selalu mengerti akan semua hal yang ada pada diriku.


Pintu Lift yang ku naiki berhenti di lantai empat, dan mataku langsung menangkap sosok Yona yang menghadap dimana aku berdiri dengan Veranda yang membelakangiku, Yona belum melihatku, tapi aku melihat tangannya yang mengepal, aku tidak terlalu mendengar apa yang sedang Veranda bicarakan, tapi saat tangan Veranda mendorong bahu Yona, aku langsung mendekat sedikit mempercepat langkahku.

Dibalik Layar [END]Where stories live. Discover now