I

3K 391 73
                                    

Nama Malvin sudah tidak asing sebenarnya ditelingaku, Veranda memang sudah lama dekat dengan Malvin, tapi Veranda selalu bercerita padaku kalau Malvin itu temannya, ya hanya teman yang menjadi dekat karna satu tempat ibadah. Dan sungguh aku baru mengetahuinya tadi kalau Malvin adalah kekasih Veranda, walau Veranda sering menceritakan tentang Malvin tapi untuk pertama kalinya juga aku bertemu dengan Malvin tadi.

Aku bahagia melihat dia bahagia, melihat dia sudah bisa menentukan mana yang menjadi kebahagiannya. Kamu bahagia dulu saja Veranda, bahagiaku belakangan, aku tidak apa-apa.
Ingin rasanya aku melupakan,
Melupakan rupa indahnya,
Menghapus namanya dalam hatiku
Tapi, Semakin aku mencoba melupakan, bayangan diri Veranda semakin nyata dalam hidupku.

Manis senyumnya membuatku semakin rindu
Rindu semua tentang nya
Ingin rasanya aku memiliki seutuhnya
Memiliki jiwa dan raganya.
Entah sampai kapan aku bisa bertahan.
Berharap sesuatu yang tak pasti
Mengharapkan cinta yang abadi
Cinta yang tulus darihati
Tapi hanya impian semata.

"Nay"

"Kinay!"

Aku tersadar akan lamunanku, menatap Veranda yang sekarang sedang menguyah martabak yang baru saja kita pesan beberapa menit yang lalu. "Ha kenapa?"

"Kok ngelamun? Gak enak ya martabaknya?"

"Eh, enggak kok enak, manis martabaknya." Jawabku tersenyum menatapnya, ikut menguyah martabak yang sedari tadi hanya aku pegang.

Tapi lebih manis kamu.

Veranda malah menatapku dengan mimik tak percaya, dia menggeser duduknya lebih dekat denganku."Kenapa? Ada masalah?"

"Enggak Ve, gak ada apa-apa."

"Kamu keliatan beda."

"Beda?"

"Gak ada niatan potong rambut?"

Aku sedikit menghela nafas lega, ku pikir dia tahu apa yang sedang aku fikirkan, ternyata berbeda yang dia maksud hanya karna rambutku yang sudah cukup panjang.

"Hm sekarang sih belum, gak tau besok."

"Kalau mau potong rambut nanti aku temenin."

"Ya. Kapan-kapan aja lah Ve."

"Feni, teater?"

"Iya"


Sore ini cukup indah dengan hujan diluar yang begitu deras, Aku ingin kau tahu, diam-diam, aku selalu menitipkan harapan yang sama ke dalam beribu rintik hujan, aku ingin hari nanti masih bisa selalu bersamamu Veranda. Rasanya masih sama, aku selalu suka saat kamu bercerita, aku suka saat kamu menunjukan berbagai ekpresimu. Walau sore ini hatiku dipeluk dengan rasa kecemburuan tapi semua sirna begitu saja saat aku melihat kamu bahagia. Biar saja seperti ini, menjadi seseorang yang kamu butuhkan saja itu sudah cukup untukku.

"Kangen yah"

Dia menyandarkan kepalanya pada bahuku, tatapanya kedepan menerobos kaca dengan air hujan yang meluruh.

Dingin akibat hujan hilang begitu saja saat dia menelungsupkan jari-jarinya pada jariku, tanganku dia genggam membuat rasa hangat menjalar hingga hatiku.

"Udah lama gak ketemu kamu."

"Udah lama juga gak begini"

"Iya."

Bahkan Rinduku lebih dari apa yang kamu rasa Veranda. Aku diam terkadang memejamkan mataku, menikmati setiap desiran yang tak pernah hilang dihatiku saat berada didekat nya.

"Kamu tau aku sedih pas kamu mutusin buat pulang ke Bandung."

"Sedih kenapa?"

"Aku gak tau kenapa, tapi rasanya separuh dunia aku hilang."

Kamu bisa saja buat aku jadi merasa paling di butuhkan.

"Kamu bawa ya?"

"Mana bisa aku bawa dunia kamu. Berat Veranda." Ucapku dengan nada bergurau.

"Hm yaya, tapi rasanya beda pas kamu gak ada dideket aku. Bahkan aku tidur di sini aja males."

"Aku tau aku ngangenin Ve. Dan kamu gak bisa tanpa aku kan?"

"Iya."

"Pada kenyataanya emang begitu."

Aku tersenyum akan jawabannya. aku pikir dia akan mengatakan kalau aku kepedean, tapi ternyata tidak.

"Malvin gimana?"

"Gak gimana2, emang kenapa?"

"Malvin sama kamu itu beda." Lanjutnya, seakan mengerti apa yang aku maksud.

"Pacar dan sahabat jelas beda Kinal."

Aku tau itu Veranda.

"Ya seenggaknya kalau gak ada aku ada Malvin kan?"

"Ah tetep beda, kalau gak ada kamu tetep rasanya beda."

"Lagian Malvin kan pacar, kalau kamu itu fleksibel, bisa aku jadiin sahabat bisa aku jadiin pacar juga kan?"

Aku terkejut seketika melepaskan genggamannya.

Dia malah tertawa.

"Becanda, Nay!"





.
..
.




Aku bisa merasakan malam yang bercampur bau tanah basah sepeninggal hujan.
Seperti kanvas putih yang tersapu warna-warna homogen indah.
Dentingan sisa-sisa titik hujan di atas atap terasa seperti nada alam yang bisa membuatku memejamkan mata.
Melodi hidup, aku menyebutnya seperti itu.
Saat semua ketenangan bisa kudapatkan tanpa harus memikirkan apa pun.

Aku bisa berada didekatnya saja sudah bahagia, aku tak mau banyak berharap ingin menjadi ini dan itu, cukup seperti ini saja tidak apa-apa, hujan tau kapan dia membasahi kota ini dan hujan juga tau kapan dia harus berhenti, sama sepertiku, aku tau sampai kapan aku harus berada disini dan aku tau kapan aku harus pergi dan berhenti.

Sore sudah hilang diganti dengan malam yang datang, awalnya aku ingin kembali kekamarku, tapi Veranda menahanya, jadilah sekarang aku disini, tidur disampingnya yang kini sudah memejamkan mata, padahal masih jam 9 malam tapi dia sudah tidur, mungkin dia cukup lelah, menemani Malvin memotret seharian.

Malvin itu sosok laki-laki yang sedari dulu memang mencintai Veranda, karna alasan JKT48, Veranda memang tak bisa menerimanya, namun setelah Ve keluar dari group dengan seribu aturan nya itu, Malvin tidak tinggal diam, dia selalu berusaha mendekati Veranda. Kali ini usahanya membuahkan hasil. Aku tidak bisa menilai Malvin itu seperti apa, aku belum terlalu mengenalnya. Bertemu juga baru tadi.



Drtt....drtt.......

"Halo, Fen?"

"Umi dimana?"

"Di kamar Ve, kenapa Fen?"

"Eh di kira kemana, gapapa si hehe."

"Ada ka Yona nih, mau ketemu gak?"

"Dia udah pulang?"

"Baru banget dateng, lagi mandi orangnya."

"Besok aja deh Fen, gw juga besok nemenin anak k3 ke acara offair."

"Waduduh manager baru nie ye, selamat ya umi!"

"Paan sih lo, yaudah gw mau tidur deh, lo juga tidur."

"Syap"

























Bersambung.

#TeamVeNalID

Gmana nih udah 5 part, ditunggu saran nya ya!

Dibalik Layar [END]Where stories live. Discover now