40. Meet | Akhir Kata

4.9K 242 71
                                    

Ternyata kamu benar, bahwa cinta dan benci itu beda tipis. Dan aku yang kurang berhati-hati mengalami itu.
  - for the boy who shoplifts my heart

♣️♣️♣️♣️

"Na, sini!"

Seruan itu membuat seorang cewek dengan rambut yang dicepol asal menolehkan kepala mencari sumber suara. Senyum lebar terbit di bibirnya kala matanya menemukan dua orang yang sudah tak asing lagi baginya.

Rena melangkah cepat menuju dua orang tersebut. Tiba di sana, ia langsung memeluk seorang cewek yang sudah lama tidak ia temui. "Kangen banget, La," ucap Rena seraya melepaskan pelukannya dengan Mala.

Mala tersenyum sumringah. Ia juga rindu dengan sahabatnya yang satu ini. "Lo sih lima tahun nggak balik-balik," cetus Mala, menyuruh Rena untuk duduk di hadapannya.

Rena melirik ke arah seorang cowok yang sedari tadi duduk bersama Mala, lalu tersenyum jahil. "Sama yang ini, La?"

Mala tersenyum, kemudian mengangkat tangan kirinya, menunjukan cincin perak yang melingkar di jari manisnya. Mala mengangkat kedua alisnya, tersenyum sangat lebar, menunjukan bahwa ia amat bahagia.

"By, aku ke toilet dulu ya," cowok yang berada di samping Mala berpamitan, memberi keduanya waktu untuk bertukar cerita, yang ia yakini pasti akan membutuhkan waktu yang lama.

Mala mengangguk.

Kedua mata Rena membulat, lantas ia tersenyum senang. "Lima tahun gue di NY, kayaknya banyak banget yang gue lewatin. Btw, congrats, La,"

"Lo kapan nih nyusul?"

Mendengar itu, Rena tersenyum pahit. Hanya satu nama yang terlintas di pikirannya. Dan Rena masih tidak menyangka, bahwa orang yang berada di pikirannya saat ini adalah orang yang berhasil membuatnya terpuruk. Mengingat bagaimana orang itu meninggalkannya tanpa kabar, sampai saat ini.

Menyadari perubahan raut wajah Rena, Mala gelagapan. "Em ... btw, lo libur sampai kapan?" Mala merubah pertanyaannya.

Kedua mata Rena mengerjap, lantas ia tersenyum tipis. "Seminggu aja. Mama gue nyuruh pulang, lagian gue juga kangen banget sama mama." Rena juga merasa, bahwa orang yang berhasil membuatnya terpuruk tidak harus ia pikirkan lagi.

"Seminggu?"

Rena mengangguk, "iya, gue mesti ngurus lanjutan S2 gue di sana, kalau udah kelar semuanya, baru gue beneran menetap di Jakarta lagi."

Mala mengangguk. Lalu suasana mulai hangat, sebelum sebuah suara menyapa pendengaran Rena, membuat cewek itu mendadak bungkam dan enggan menoleh.

"Na," panggilan itu terdengar bersamaan dengan sesosok cowok dengan pakaian kaos hitam dan celana pendek putih selutut yang muncul di hadapannya.

Di satu sisi, Mala meringis dan langsung berdiri. "Mmm ... gue rasa kalian butuh waktu buat bicara." Kemudian, Mala segera keluar menyusul tunangannya yang sepertinya sudah merencanakan hal ini.

Ditengah ramainya suasana cafe, suasana di antara mereka berdua berbeda, hening. Derit kursi yang ditarik ke belakang membuka suara pada suasana hening tersebut.

"Apa kabar?" Mencoba basa-basi, meski ia tahu hal itu tidak mendapat respon dengan baik.

Rena melongoskan wajah. Berupaya untuk tidak menatap wajah cowok itu. Berupaya untuk tidak menumpahkan segala pertanyaan dan kepedihan yang ia pendam selama ini.

Cowok itu menghela napas panjang. "Mungkin kedatangan gue menganggu ketenangan lo. Gue cuma mau ngejelasin semuanya, Na. I'm really sorry. Gue tahu, lo kecewa, jadi kasih gue waktu buat gue ngejelasin semua."

Shoplifting HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang