3. Asap

5.9K 693 251
                                    

Selepas bel pulang sekolah yang berdenting keras memenuhi seantero sekolah, murid-murid berhamburan keluar kelas dengan wajah penuh kelegaan. Menghabiskan waktu berjam-jam di sekolah untuk mengurut otak bukanlah hal yang baik.

Rena menggendong tasnya sambil melangkah keluar kelas. Pelajaran fisika yang ia pelajari di jam terakhir untuk mata pelajaran hari ini cukup menguras otaknya. Untungnya, pelajaran hanya berlangsung satu jam. Satu jam sisanya dihabiskan untuk berceramah. Pak Rudi, selaku guru fisika dan wali kelas 11 IPA 1, kelas Rena, mengeluarkan unek-uneknya selama satu jam.

Bagi Pak Rudi, kelas yang ia wakili itu adalah kelas yang paling sering terkena masalah. Ditambah dengan adanya Raga. Ketua biang onar di sekolah. Tidak menyangkal sih, kelas ini juga termasuk kelas unggulan. Tiga perempat murid di kelasnya itu cukup berprestasi di masing-masing bidang. Namun, yang paling mencolok adalah keburukannya. Bagaikan kertas putih yang lebar ditetesi sebuah tinta berwarna hitam, orang-orang pasti hanya memandang tetesan tinta itu dibanding kertas putihnya.

Rena sendiri hampir stress. Ditambah dengan geng biang onar itu bolos kelas. Sebenarnya Rena tidak suka Adnan ikut-ikutan menjadi cowok bandel. Tapi, ia sadar diri, siapa dirinya? Tidak memiliki hubungan apa-apa dengan Adnan, malah mau sok ngatur kehidupan Adnan. Jadi, untuk sekarang, Rena hanya bisa diam saja.

Setelah menunggu beberapa menit di parkiran, sopir rumahnya juga belum datang. Rasa pegal di sekujur tubuhnya membuat Rena ingin cepat-cepat pulang dan segera menghempaskan badannya di atas kasur empuk.

Tak lama, sebuah motor vixion berhenti di depannya serta seorang pengemudi berhelm hitam. Kaca helm itu terbuka dan menampilkan sedikit wajah Adnan di sana. Rena mendekat.

"Kamu belum balik? Mau bareng aja? Udah sore juga," ucap Adnan saat Rena sudah tiba di hadapannya.

Rena mengangguk ragu. Rejeki tidak boleh ditolak, bukan?

"Sopir rumahku belum datang. Kalau aku ikut, nggak ngerepotin kan?" tanya Rena dengan ragu.

Senyum Adnan mengembang menambah kesan ketampanan di wajah cowok keturunan arab itu. Adnan menggeleng sambil menepuk puncak kepala Rena. "Ya, nggaklah. Yuk," Adnan menarik Rena menuju motornya yang hanya berjarak beberapa langkah.

Sebelum Rena naik ke atas motor Adnan, Adnan terlebih dahulu mencegahnya. Cowok itu melepas jaket kulit berwarna hitam yang ia pakai. Menyerahkannya pada Rena. "Ambil. Buat tutup kaki kamu yang kelihatan sama orang-orang." Lalu Adnan menaiki motornya disusul Rena yang hanya diam menerima setiap perlakuan Adnan. Cewek itu mencoba terlihat biasa saja di depan Adnan.

Adnan menyalakan mesin motornya. Kepalanya miring sedikit kebelakang. "Pegangan, Na." Rena spontan memegang bahu cowok itu. Namun, Adnan justru menarik tangan Rena menjauhi bahunya untuk melingkar di pinggangnya.

"Begini lebih baik." Adnan tersenyum di balik helmnya. Lalu ia menjalankan motornya setelah kedua tangan Rena melingkar indah di pinggangnya.

Di belakang, Rena tersenyum dengan kedua pipi yang memerah.

♣️♣️♣️

Leonard: jam 11 di tempat kemarin.

Raga kembali meletakan ponselnya di samping. Ia menekan tombol play pada stick ps. Cowok itu asik bermain ps sejak pulang dari tempat nongkrongnya.

Jam masih menunjukan pukul 9 malam. Oleh karena itu, Raga masih bergelung dengan ps dan permainan bola di layar tv.

"Ga, makan yuk." Pintu kamar terbuka. Menampilkan seorang wanita yang wajahnya tidak jauh beda dari wajah Raga. Wanita itu perlahan memasuki kamar Raga.

"Ada dia? Ogah ah, Ma." Raga menjawab tanpa mengalihkan perhatiannya dari ps.

Viona, Mama Raga tersenyum lalu duduk di samping putra kesayangannya itu. "Nggak boleh gitu dong, Nak. Dia juga papa kamu. Lagian, Papa kan baru datang dari Jerman. Yuk, kita makan malam sama-sama." Viona berujar lembut sambil mengelus rambut Raga dengan sayang.

Raga kembali mempause game-nya lalu berbalik menghadap Viona. Disandarkan kepalanya di bahu Viona. Dengan lengan yang terulur untuk memeluk pinggang sang mama.

"Raga benci sama dia, Ma. Mama tuh terlalu sabar. Kalau mama diemin aja, yang ada dia malah sesuka hati mainin mama. Udah deh, kalau mama mau makan, nggak usah ajak Raga kalau ada dia."

Viona tersenyum. Ia menarik diri dari pelukan Raga. Lalu menatap anaknya itu dengan tatapan keibuan. "Raga, jangan terlalu benci sama papa kamu. Darah dia juga mengalir di tubuh kamu. Ya sudah, mama keluar dulu. Kalau kamu mau makan, datang aja ya ke ruang makan." Viona bangkit dan keluar dari kamar Raga setelah mengecup kening Raga dengan sayang.

Raga menghela napas. "Kalau bisa, gue nggak sudi darah bajingan itu ngalir di tubuh gue." Raga bangkit lalu mengganti pakaiannya. Setelah itu, ia mengambil ponsel dan kunci motor. Raga keluar dari kamar dan menuruni tangga. Sebelumnya, Raga memang membiarkan tv serta psnya menyala.

Tanpa ada yang tahu, Raga segera keluar dari rumah. Beruntungnya, jarak pintu keluar rumah dengan ruang makan lumayan jauh.

♣️♣️♣️

Bunyi deruman motor-motor terdengar berisik di bawah sinar rembulan. Raga sudah siap dengan posisinya di atas motor ninja putih kesayangannya. Taruhan kali ini lumayan, lima juta. Raga menoleh, menatap Bayu yang tersenyum sinis menatap dirinya balik.

Raga mendengus dan menurunkan kaca helm full facenya. Selang beberapa menit, seorang wanita dengan tampilan terbuka, tanktop hitam dan hot pants berdiri di garis start sambil memegang bendera.

Wanita itu mulai menghitung mundur tiga sampai satu sambil menggoyangkan bendera di atas kepalanya.

Sampai hitungan satu, kedua motor itu melaju kencang meninggalkan bunyi deruman mesin motor dan asap mengepul serta sorak-sorakan para penonton.

♣️♣️♣️

Hampir mencapai garis finish, bunyi sirine polisi terdengar. Bagian lap start yang dikerumuni penonton langsung bubar menjauhi area balapan. Raga memutar balik motornya saat melihat mobil polisi yang berada tidak jauh di hadapannya. Bayu sudah hilang entah kemana.

Tepat saat Raga memutar dan melajukan motornya, sebuah mobil polisi menghadangnya. Raga spontan menghentikan mesin motornya.

"Anjing, bangsat!" umpatnya lalu turun dari motor. Ia pasrah saat dua polisi menyeretnya menuju mobil khas kepolisian.

Dan motor ninja putih kesayangannya itu, Raga menatap tidak rela saat kunci motornya diambil.

♣️♣️♣️

Shoplifting HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang