1. Carrissa Agatha Renafa

10K 880 500
                                    

Suasana kelas dipenuhi canda tawa yang menggelegar. Seorang cewek dengan rambut kuncir kuda menahan kekesalannya dengan mengepalkan kedua tangan di atas meja. Menoleh, menatap seorang cowok yang sedang cekikikan dengan ketiga temannya. Cewek itu, Carrissa Agatha Renafa, biasa dipanggil Carry atau Rena, beranjak dari tempat duduknya dan berjalan dengan penuh amarah menuju keempat cowok itu.

BRAK!

Rena memukul meja dengan keras. Tidak memperdulikan telapak tangan kanannya yang bergetar kesakitan. Matanya nyalang, siap menghunus siapapun yang menatap mata itu.

"LO!" geramnya, "lo itu nggak ada puas-puasnya ya gangguin orang! Supaya apa sih? Mau caper?! Malah yang ada bikin jijik! Sifat kekanakan lo itu bikin gue muak! Kalian bertiga juga, mau aja ikut-ikutan nakal macam dia!" kobaran amarah itu terlihat jelas. Kelas mendadak hening. Hanya sebentar, sebelum suara tawa dari salah satu biang keributan itu terdengar.

Dia, Alvero Ragandra Ghiffari, ketuanya biang rusuh. Raga, panggilan akrabnya menghentikan tawanya. Ia tersenyum evil lalu turun dari atas meja dan berjalan mendekati Rena. Kedua tangan itu ia sekap di depan dada.

"Kalau gue mau caper, memang kenapa? Apa urusannya sama lo?" tanyanya dengan santai dan disertai senyuman.

Rena mendengus kasar dan melotot saat tangan Raga menyentuh dagunya. Dengan cepat, Rena menepis tangan itu. "Ya jadi urusan gue lah! Kalau orang lain yang jadi korban lo, itu jelas bukan urusan gue! Di sini gue yang jadi korbannya! Gue rasa gue gak pernah salah sama lo, apalagi sampai berurusan sama cowok kayak lo!"

"Cowok kayak gue? Kayak apa?"

Rena menghela napas dalam-dalam. "Bajingan." Satu kata yang melenyapkan senyuman di bibir Raga. Cowok itu merubah raut wajahnya menjadi datar.

Selanjutnya, Raga terkekeh. Kekehan yang sangat menyeramkan untuk di dengar. "Rena, Rena. Untung lo cewek, kalau nggak, tangan gue yang gatal ingin nonjok muka orang ini dapat obatnya. Gue memang bajingan, seperti kata lo, tapi kalau lo nggak tau apa-apa, lebih baik lo jaga ucapan sok manis lo itu!" Raga menendang keras meja di sampingnya sebelum berjalan keluar kelas. Ia sampai sengaja menabrak bahu Rena dengan bahunya hingga cewek itu terhuyung hampir jatuh kalau saja tidak ada Adnan yang menolongnya.

"Kamu nggak apa-apa kan?" Adnan mengisyaratkan Rena duduk di kursi yang ia duduki sejak tadi. Cowok jangkung itu melirik kedua sahabatnya serta memberi kode untuk mereka menyusul Raga yang keluar dari kelas. Keduanya mengangguk dan langsung keluar. Kelas yang tadinya hening, kembali berisik sejak Rassya dan Leon keluar dari kelas.

Rena mengangguk dan tersenyum tipis. "Nggak papa. Udah biasa layanin orang kayak si Raga. Biang onar yang sok berkuasa." Adnan yang duduk di sampingnya tertawa kecil.

Rena terus saja menggerutu dengan tidak jelas. Tanpa ia sadari, Adnan terus menatap wajahnya sambil menopang dagu.

"Kamu lucu ya kalau lagi marah-marah." Gerutuan Rena berhenti. Cewek itu secara spontan menoleh menatap Adnan dengan pipi yang sudah dipenuhi semburat merah muda.

Dengan malu-malu, Rena memukul lengan Adnan dan beranjak dari kursi. "Apaan sih, Nan. Udah ah, gue keluar dulu." Dengan setengah berlari, Rena menjauhi Adnan yang kini sedang tertawa kecil sambil merapikan seragamnya yang sedikit keluar dari baju. Lalu cowok itu berjalan menuju lapangan basket menyusul Raga dan kedua temannya yang memang biasanya selalu di sana.

♣️♣️♣️

"Udahan sih Na, ngapain lo ladenin cowok bebal macem si Raga itu. Lo udah ganti rok belum?" Siang ini, selepas kejadian beberapa menit lalu, Rena duduk berdua bersama Mala di kantin dengan dua piring batagor dan dua es teh manis di atas meja.

"Udah. Untung aja rok gue satu lagi di loker. Kalau nggak, ya alamat gue pakai rok yang ada permen karetnya." Alasan mengapa Rena marah tadi, karena Raga dengan jahilnya meletakkan dua permen karet di roknya. Permen karet bekas kunyahan cowok nakal itu.

Mala menyedot es teh manis yang ia pesan melalui pipet, lalu cewek itu menyenderkan badannya di punggung kursi kantin. "Kalau gue pikir-pikir ya Na, kayaknya si Raga suka deh sama lo." Mala berujar tenang.

Hampir saja Rena akan menyemburkan air yang ia minum ke hadapan Mala saat mendengar ucapan cewek yang kini sedang menatapnya dengan senyum geli. Untung saja Rena sudah menelan habis air teh itu.

"Suka? Najisin amat. Tipe gue jauh banget sama Raga, ya lo tau sendiri siapa yang masuk kriteria tipe gue."

Mala tertawa kecil. "Adnan? Ya ampun Na, cowok macem si Adnan itu pasti garing banget dalam berhubungan. Cari tuh cowok yang menantang. Kalau si Adnan mah, iya sih, dia lembut banget, tapi kalau dia lembutnya ke semua cewek? Yang ada lo makan hati terus setiap hari."

Mendengus, Rena mengangguk saja. "Diiyain aja biar kamunya senang. Gue tau kok, pacar lo, si Leon itu kan ya perfect bangetlah menurut lo. Cowok player kayak gitu lo pertahanin. Lo tuh udah gue bilangin, cewek Leon itu bukan cuma lo aja. Susah sih dikasih tau. Entar kalau ketahuan busuknya, nangis-nangis bombai."

Sudah bermacam-macam nasehat yang Mala terima perihal Leon dari Rena. Di sini, entah perasaan sayang Mala kepada Leon yang berlebih atau Mala menutup kupingnya rapat-rapat saat Rena kembali menasehatinya.

"Selama gue belum pastiin asumsi lo itu benar, gue nggak bisa berbuat apa-apa. Lo tahu sendiri gimana perasaan gue ke Leon. Lo memang sahabat gue Na, tapi untuk kali ini aja, jangan jelek-jelekin Leon lagi di hadapan gue." Rena meringis dan tersenyum kaku. Niatnya baik hanya untuk mengingatkan Mala, namun sepertinya kali ini salah.

Mala bangkit, membuat Rena spontan berdiri. "Mau kemana?" tanya Rena.

Tanpa menoleh, Mala menjawab. "Nyamperin Leon." Setelah itu, Mala segera berlalu dari hadapan Rena.

Rena menghela napas dan berjalan gontai menuju kelas daripada menyusul Mala menemui kekasih tersayangnya itu. Meskipun di sana akan ada Adnan, tapi jangan lupakan satu orang yang hari ini membuat darahnya naik.

  ♣️♣️♣️♣️

Shoplifting HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang