36. Kelulusan dan Akhir

2.6K 207 11
                                    

Kita akan menjadi sepasang kenangan yang saling menenangkan, juga harapan yang saling menguatkan.
-J.P.S
No edit, sorry for typo.
♣️♣️♣️♣️

Ujian nasional telah usai. Semua jerih payah selama tiga tahun pergi-pulang ke sekolah telah terbayar sudah dengan hanya waktu empat hari saja. Banyak murid yang merayakan usainya ujian mereka. Euforia kegembiraan sangat kental di lapangan SMA Garuda.

Ada yang mencoret baju dengan pilox, ada juga yang mencoret baju dengan beberapa tanda tangan teman-temannya.

Empat cowok terlihat sangat antusias merayakan hari membahagiakan ini. Mereka saling berangkulan, tertawa dengan sesekali menyemprotkan pilox ke seragam teman di sampingnya.

"Hubungan lo sama Rena gimana, Nan?" Leon yang memegang pilox bertintakan biru menyemprotkan piloxnya pada seragam Raga yang telah dipenuhi tanda tangan.

Adnan mengedikkan bahu. "Ya gitu-gitu aja. Udah lah, nggak usah bahas." Adnan melongos malas.

Leon mengangguk saja sebagai respon untuk Adnan. Lalu ia beralih pada Raga yang kini sedang menyematkan tanda tangannya di seragam seorang cewek berambut panjang. "Lo berdua bener jadian?"

Raga terkekeh setelah selesai menyematkan tanda tangannya di seragam Alicia bagian punggung. "Menurut lo?" tanyanya sambil merangkul bahu Alicia. Cewek di sampingnya itu tampak malu-malu.

"Langgeng aja deh." Sahut Leon seraya menonjok bahu Raga.

Rassya mengedarkan pandangannya pada sekeliling lapangan. Lalu kedua matanya mendapati dua orang cewek dan satu cowok sedang tertawa bersama. Melihat itu, Rassya langsung berseru. "Na, La, sini! Lo juga Bay," seru Rassya menghentikan tawa dari dua kelompok itu. Kelompoknya dan kelompok manusia yang baru saja ia panggil.

Leon menghentikan kegiatan menyemprot piloxnya, Raga melepaskan rangkulannya, dan Adnan kini memusatkan perhatiannya pada Rena yang kini juga melakukan hal yang sama untuknya.

Di sisi lain, Rena berdiam mematung. Euforia sekelilingnya yang ia dengar seketika mengabur, melebur bersama tatapan Adnan yang tampak menyelami kedua bola matanya dengan dalam.

Lalu, ia membuang pandangannya dari tatapan mata Adnan. Rena juga memilih untuk tidak melihat ke arah rangkulan yang sebelumnya sempat dilepas kini kembali disematkan kepada yang katanya sepasang kekasih yang berada di samping Adnan.

Lain halnya dengan Mala, ia sempat bersitatap dengan Leon sejenak, sebelum ia membuang pandangan dari Leon dan memilih memandang ke arah Bayu.

Merasa sangat canggung, Rassya yang semula memanggil mereka, kini memilih melangkah sendiri ke tempat di mana Rena, Mala, dan Bayu berada.

"Congrats! Nem lo tertinggi, Na." Rassya menyunggingkan senyum tipis, sembari menepuk-nepuk puncak kepala Rena yang hanya setinggi bahunya.

Rena mengukir senyum lebar, agak kikuk. "Sebenarnya gue nggak nyangka, hehe. Selamat juga buat lo, Sya," balas Rena dengan tulus.

"Selamat juga buat lo La, Bay, sukses buat ke depannya!" Rassya beralih pada Mala dan Bayu yang kini mengangguk dan mengucapkan hal serupa kepada Rassya.

"Nggak mau gabung?" Rassya memberi kode ke arah mereka bertiga untuk gabung dengan sahabat-sahabatnya.

Rena mewakilinya, ia menggeleng dan sempat bersitatap dengan Raga yang kini memilih memutar tubuh membelakanginya. "Nggak deh, mau nyapa temen yang lain dulu. Duluan ya, Sya," ucap Rena, mengajak kedua temannya untuk meninggalkan arena lapangan.

Benar kata pepatah, mereka yang dulu sedekat nadi, kini sejauh matahari.

♣️♣️♣️

Rena rasanya ingin memutar tubuhnya dan memilih untuk tidak melewati koridor ini. Sembari mengembuskan napas berulang kali, Rena tetap berjalan dengan ritme cepat dan berusaha untuk tidak goyah hanya untuk sekedar melirik ke arah seorang cowok yang sedang bersandar pada dinding koridor.

Tapi rasanya percuma, kini ia malah mencuri-curi pandang ke arah cowok itu.

"Yaelah, kalau mau liat nggak usah pakai malu-malu segala." Seruan dari cowok itu membuat Rena menegang. Rasanya ia semakin menghilang saja dari sini.

Sebelum Rena kembali melangkah, ia terlebih dulu mendongak melihat sesosok manusia yang ingin ia hindari tengah berdiri di hadapannya.

Keduanya terdiam. Saling menatap. Menyelami kedua bola mata dari lawannya. Ada setitik rindu dalam tatapan keduanya.

Rena cepat tersadar, ia berdeham dan membuang wajah. "Minggir."

Alih-alih minggir, cowok itu tetap pada posisinya.

Rena mengembuskan napas panjang. "Lo budek? Gue bilang minggir!"

Cowok itu menyunggingkan senyum lebar. "Lo semakin hari semakin bawel, Pink. Jadi kangen gue sama celotehan lo," ujar cowok itu dengan santai.

Merasakan kedua pipinya tiba-tiba memanas, Rena berusaha untuk tetap mempertahankan raut wajahnya. Debaran dadanya juga semakin mengencang ketika cowok itu mengucapkan kata yang sama hal nya juga ia rasakan.

Namun, gengsi dan egonya menguasai. Rena melangkah ke samping kemudian berjalan ke arah jalan yang tidak dihalang cowok itu. Namun, lagi-lagi ia dibuat kesal. Ke mana arah langkah kaki Rena, cowok itu juga mengikutinya.

Rena menatap cowok itu kesal. "Mau lo apa, sih?" Rena semakin kesal dibuatnya.

Tidak ada sahutan. Semakin membuat Rena kesal dan ingin menabok cowok di hapannya itu.

"Minggir, gue mau lewat!" Rena memerintah.

Cowok itu mengembuskan napas. "Gue mau minta maaf sama lo."

Rena mendengus sinis.

"Gue tahu lo marah, lo kecewa. Untuk itu, gue mau minta maaf sama lo buat semuanya. Gue cuma nggak mau kebencian di hati lo semakin menjadi. Gue janji, mulai sekarang, gue nggak bakal ganggu lo, maaf, Na." Cowok itu mengucapkan dengan lugas, tapi terkesan sangat tulus.

Seharusnya gampang saja akhirnya bagaimana. Namun, Rena seperti tidak rela perkataan itu keluar dari mulut cowok itu.

"Na, say something."

Rena menghela napas. Jujur, rasa kecewanya masih ada. Namun, untuk apa terus-terus memendam? Bukannya damai adalah cara terbaik. "Gue maafin. Udah kan? Minggir."

Rena melangkah dengan berat, kedua matanya kini berkaca-kaca tanpa sebab yang ia tahu.

Tubuh Rena menegang, tertahan karena genggaman cowok itu. "Congrats! Soal omongan gue malam itu, gue nggak bohong. Tapi lo nggak usah mikirin, it's okay. Makasih Na, buat segalanya."

Ucapan cowok itu seperti terasa menyakitkan. Saat genggaman itu terlepas, Rena segera berlari meninggalkan koridor sepi itu.

Meninggalkan cowok itu yang kini tersenyum miris. "I'm gonna miss you, Pink." Cowok itu melirik kertas putih yang ia pegang, lalu membalik badan dan melangkah meninggalkan koridor, beserta semua serpihan kenangannya.

♣️♣️♣️
I hope you like it!
Tunggu end ya, heheehe

Shoplifting HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang