22. Déjà vu

3.3K 280 38
                                    

Engkau di sana, aku di sini
Meski hatiku memilihmu
Andai aku bisa
Ingin aku memelukmu lagi
- Mantan Terindah; Raisa.

🌹🌹🌹

"Guten Tag!"

"Guten Tag, Frau. Auf wiedersehen!"

Selepas Frau Diana melangkah keluar dari kelas, suasana kelas XII MIPA 1 langsung ramai. Ada yang langsung berteriak, berjalan ke sana ke mari, demi untuk menyontek pr matematika. Pergantian jam setelah pelajaran Jerman adalah pelajaran mematikan, matematika. Cocok sekali namanya, sama-sama mati.

"Na, lihat dong pr lo," Michel, memasang wajah memohon. Cewek bertubuh modis di hadapannya memang sudah menjadi langganan meminjam pr Rena. Rena menghela napas, lalu mengambil buku tulis matematikanya yang sebelumnya sudah ia letakkan di laci meja.

Rena menyodorkan buku tulisnya, disambut dengan sukacita oleh Michel, setelah mengucapkan terima kasih, Michel langsung berteriak memanggil teman-temannya yang lain, untuk segera menyontek jawaban Rena.

Rena tersenyum geli, memerhatikan teman-temannya yang belum mengerjakan pr sibuk menyalin ke dalam buku mereka masing-masing.

Lalu, pandangan Rena beralih pada cowok yang duduk di bagian pojok. Itu bukan tempat duduk cowok itu, tapi khusus pelajaran matematika, pastu cowok itu selalu memilih bertukar tempat duduk dengan pemilik asli.

Rena membalikkan badan, mengambil sesuatu dari dalam tasnya. Sebuah jaket berwarna abu-abu paduan hitam. Milik cowok yang saat ini masih menikmati mimpi tanpa terusik sekalipun dengan suasana kelas yang ribut.

Rena lalu bangkit, melangkah menuju bagian pojok kanan kelas. Cewek itu duduk di tempat duduk yang kosong yang berada di samping cowok yang masih saja menikmati mimpimnya.

"Woi, Ga!" seru Rena sambil menggoyangkan lengan cowok itu yang terjangkau olehnya.

Terdengar suara Raga yang bergumam. Lalu cowok itu menoleh, masih dengan kepala dan pipi yang menempel di atas meja.

"Hm..." gumamnya dengan kedua mata yang masih terpejam rapat. Poni Raga yang panjang jatuh, menutupi sebagian wajahnya.

Rena mendengus sebal, ia menarik kursi mendekati Raga lalu duduk dengan memerhatikan Raga. "Bangun, Kebo..." ucap Rena sambil menekan-nekan pipi cowok itu.

Perlahan Raga mengerjapkan matanya. Lalu membuka kedua kelopak matanya. Matanya langsung menatap wajah Rena dari jarak dekat. Raga merasa de javu.

Cewek ini, benar-benar mirip dengan seseorang yang masih saja selalu mampir ke alam mimpinya.

"Kenapa?" lirih Raga, sambil memandang sendu wajah Rena. Rena kini sudah tidak lagi menekan-nekan pipi Raga, ia sudah duduk tegak di kursinya. Lalu Rena mengulurkan tangannya yang memegang sebuah jaket ke arah Raga.

"Nih," Rena meletakan jaket itu di atas meja setelah Raga menegakkan punggungnya, "Jaket lo."

Raga mengangguk. Cowok itu menyugar rambutnya ke belakang. "Terus? Nggak ada yang mau lo bilang lagi?"

Rena tersenyum tipis, "Thanks," Bersamaan dengan guru matematika yang masuk ke dalam kelas.

"Kumpulkan pr kalian semuanya ke depan. Sekarang!" Ucapan tidak terbantahkan itu pun langsung di turuti oleh seluruh murid XII MIPA 1, kecuali Raga.

Bu Dian menghitung banyaknya buku yang terkumpul di mejanya. Lalu, ia mengerutkan dahi, dan berdecak.

"Kurang satu. Siapa yang tidak mengumpulkan?"

Shoplifting HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang