29. I Like You

2.8K 240 50
                                    

Raga meninju samsak dengan keras. Sudah sekitar satu jam lebih ia menggeluti kegiatan itu. Keringat sudah membanjiri kulit badannya. Kaos tanpa lengan berwarna putih yang ia pakai pun sudah basah oleh keringat. Earphone melekat di telinga, dengan alunan lagu rock bervolume tinggi.

Napasnya terengah saat Raga menarik samsak berwarna hitam dengan satu tangan. Sebelah tangannya ia letakkan di depan dengkul.

Kedua mata itu terpejam. Menenggelamkan bola mata hitam legam yang diselimuti pekatnya rasa dilema yang luar biasa.

"Al, kenapa?" Viona datang, dengan sebotol air mineral dingin dan satu bungkus roti isi. Viona meletakan nampan di atas meja coklat yang terletak di samping sofa berwarna abu-abu.

Raga menghampiri mamanya, menjatuhkan badan di atas sofa yang empuk itu. Meraih botol air minum dan segera menenggak air yang terlihat menggiurkan.

"Mama mau kemana?" Raga menghiraukan pertanyaan Viona yang sebenarnya ia sendiri tidak tahu jawabannya. Melihat tampilan Viona saat ini, Raga sedikit bingung, tumben-tumbenan mamanya sudah rapi.

Viona tersenyum lembut. "Temanin papa kamu ke Jerman. Kamu nggak apa-apakan di rumah sendiri?"

Raga berdecak pelan. "Biasanya juga sering sendiri," gumamnya. "Berapa lama, Ma?"

"Satu bulan. Yaudah, kamu jangan nakal, jaga kesehatan." Viona bangkit, melangkah menuju Raga untuk mengecup dahi anak tunggalnya itu. Setelah melakukan itu, Viona kembali melangkah keluar dari ruangan tersebut.

Raga menghela napas. Kekosongan kembali ia rasa. Ia kembali memasang earphone yang sempat ia lepaskan. Kembali mendengarkan alunan lagu bergenre rock dengan volume tinggi.

♣️♣️♣️

Rena menggigit bibir bagian dalamnya. Sudah satu jam ia menunggu balasan chat dari Raga. Namun, cowok itu sama sekali tidak merespon.

Seharusnya Rena tidak perlu merasa begitu khawatir seperti saat ini. Seharusnya ia bisa bersikap biasa saja. Seharusnya ia tidak cemas. Seharusnya...

Rena meraih ponsel yang ia letakkan di atas meja, kemudian segera kembali mengirimkan chat kepada Raga.

Carrissa Agatha Renafa: bisa datang ke Café Jasmine jam 4, gue mohon.

Tanpa menunggu balasan, Rena meraih jaket Raga yang tidak ia kembalikan. Memakai jaket itu sambil berjalan keluar kamar. Segera menuju tempat yang telah ia janjikan.

Setelah sampai dan memesan sebuah minuman, Rena menunggu dengan perasaan tidak karuan. Ia banyak berharap agar cowok itu datang.

Namun, hingga pukul lima sore ia menunggu tidak ada tanda-tanda kedatangan Raga. Arah fokus Rena selalu pada pintu masuk Café. Ia menggigit ujung jarinya pelan. Sekali lagi Rena mengecek notif ponsel, tidak ada tanda-tanda chat yang ia kirimkan berbalas. Bahkan, chat yang ia kirim tidak berubah status menjadi read.

Dengan perasaan setengah kecewa, Rena bangkit dan berjalan keluar dari Café. Ia berulang kali mengedipkan kedua mata. Berharap selapis cairan bening yang sudah lama melapisi matanya tidak keluar dari zona mata. Sebelum tangannya meraih pintu mobil, sebuah telapak tangan meraih pergelangan tangannya, membuat tubuh Rena langsung berputar ke belakang. Menghadap seseorang yang mencekal pergelangan tangannya.

Sebuah senyum penuh kecerahan terbit di bibir Rena dan perasaan cemas yang luar biasa ia pendam telah menguar, menjauh pergi. "Gue mau jel--"

"Nggak perlu. Santai aja, sori gue lama datang. Tadi ketiduran." Raga segera menyela, kedua pandang matanya jatuh pada pakaian yang Rena kenakan, jaketnya, membuat senyum tipis terpatri di bibir itu.

Shoplifting HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang