"Ya, bagus deh asal kamu tau diri aja ya, jangan nyusahin."

"Yaudah kalau gitu, mamah berangkat dulu."

Setelah mamahnya hilang dibalik pintu dia seakan bernafas lega menyandarkan tubuhnya pada kursi.

"Astagfirullah, gw ngomong apa tadi" ucapnya masih seakan mengatur ritme jantungnya.

"Terlalu terpesona sama gw ya? Sampe gak nyadar kan ada mamah?"

Dia melirikku dengan sebal.

"Mitamit" katanya beranjak dari kursi, berjalan untuk membersihkan piring bekas makan pagi ini.

"Haha"

Aku jadi ikut mendekat kearahnya, memeluknya dari belakang, menaruh kepalaku pada bahunya.

"Oh jadi gak ya?"

"Gak terpesona sama aku nih?"

"Gak usah goda-goda, masih pagi."

"Emang kenapa kalau masih pagi?"

"Males mandi laginya."

"Ehmm aku mandiin deh ya?" Kataku semakin memeluknya.

Dia berbalik, menyentuh kepalaku.

"Nih mandi nih!" Katanya mengolesakan busa sabun pada wajahku, aku hanya tertawa.

Saat dia berbalik lagi meneruskan cucian piringnya, aku memeluknya lagi, rasanya memang tidak mau jauh-jauh.

"Yon."

"Hm?"

"Jadi nemenin aku tapping?"

"Iya, kalau gak mager."

Lehernya yang memilik tailalat itu selalu ingin aku sentuh, aku semakin menghirup aroma tubuhnya.

"Mager mulu." Kataku dengan nada kecewa.

"Iya jadi, sayang."

Aku tersenyum semakin menenggelamkan kepalaku pada lehernya. "Kok aku kangen kamu ya."

Suara air kran yang sedari tadi mengalir tiba-tiba berhenti, dia benar-benar selesai mencuci piringnya, dan kini membalikan badan, aku masih enggan melepaskan diri darinya.

Dia menatapku, tatapannya sungguh menggoda, dan aku yakin siapapun yang di tatap oleh Yona pasti akan jatuh cinta. Tangannya malah dia taruh melingkar dileherku aku jadi memeluk pinggangnya.

"Aku emang ngangenin, baru sadar ya?"

Aku hanya mengangguk, dia tersenyum, aku yang berniat menggodanya kini aku yang malah tergoda denganya.

Hening, yang kita lakukan hanya saling tatap dengan perasaan hati yang berdetak hebat. Aku tau sekarang cinta sedang berbicara walau kita hanya saling diam.

Dalam ruangan kosong ini kita mampu menciptakan asmara yang merajut pada aksara yang sudah tersusun, aku sudah tau kini hatiku untuk siapa, Yona mampu membuat hatiku memilih.

Saat aku mendekatkan wajahku pada wajahnya, dia menahan nya, membuat aku memundurkan wajahku menatapnya.

Tangannya terulur menyentuh dimana jantungku berdetak. "Disini apa ada nama aku?"

Matanya memancarkan keraguan yang bercampur ketakutan.

"Kenapa?" Kataku, dia malah tersenyum sangat tipis.

"Kamu ngeraguiin aku?"

"Aku cuman takut."

Asal kamu tau, hanya dengan kamu semuanya mengalir begitu saja, dulu aku memang tidak pernah membuka hatiku untuk siapapun, kecuali untuk Veranda, aku sadar cinta tidak bisa kita paksakan, aku tidak mungkin memaksa Veranda untuk mencintaiku, dan kamu tau hanya kamu yang mampu membukanya lagi, cintamu bisa menyentuh hatiku.

"Coba kamu rasaiin." Aku menarik tangannya lagi untuk merasakan jantungku yang berdetak tak seperti biasanya.

Rasakan debaran yang benar-benar bisa kamu rasakan sendiri Yona.

Wajahnya masih saja menyiratkan keraguan. "Gimana dengan ka-"

"Ka Yona?" Kataku memotong ucapannya.

Dia hanya melengkungkan senyumnya, aku tau siapa yang dia maksud, dan aku tidak ingin membuat dia selalu terbayang akan sosok Veranda yang memang dekat denganku.

"Aku gak tau apa yang ada di hati kamu Nal, yang jelas hati aku udah punya kamu."

"Aku juga punya kamu Yona." Kataku menekan ucapanku.

Kamu yang membuatku cinta padamu tapi sekarang kamu juga yang ragu.


Aku harus apa Yona?




..
.
.


Waktu seakan bergulir cepat, pagi sudah pergi dan siang datang, aku dan dia akan kembali ke Jakarta. Hari senin teater libur dan Yona menemaniku syuting.

Kali ini aku yang menyetir, itu pun sedikit memaksa, lagi-lagi dia meragukanku. Ntah kapan aku benar-benar meyakinkan didepannya.

Semuanya seakan sedang menyudutkanku, radio yang diputar Yona malah memutar lagu yang menyuarakan hatinya.

"You got me thinking 'bout when you were mine"

Dia terus mengikuti lagu itu, sesekali meiliriku yang berada dikemudi.

Aku diamkan, sebahagia dia saja, tiba-tiba hapeku bergetar ada telpon masuk, disana terlihat nama Veranda, aku membiarkan nya, namun suara nya membuat kenyamanan Yona terusik, telpon itu berkali-berkali terus saja berbunyi.

"Angkat, berisik" katanya semakin membesarkan volume audio mobilnya.

Aku jadi mengangkatnya, seperti biasa aku meloudspeker volumenya agar dia mendengarnya juga.

"Halo, Ve?"

"Kamu dimana?" Kata Veranda disebrang sana.

Aku melihat Yona sekarang meyandarkan tubuhnya pada kursi mobil dengan tangan yang sok sibuk pada hapenya, padahal aku yakin telinganya benar-benar terpasang untuk mendengarkan percakapanku dengan Veranda

"Lagi dijalan nih. Kenapa?"

"Kata ka Melody, kamu ada tapping dirumah uya?"

"Iya Ve, kenapa?"

"Kamu pulangnya bareng aku aja, aku ada live sore ini."

"Aku sama Yona Ve."

"Dia suruh ke kosaan aja gak usah ikut."

Belum aku menjawab untuk menolak permintaan Veranda, Yona langsung mengambil hapeku, mematikannya, sedikit melempar hapeku ke dasbord mobil.




Dia yang menyuruhku mengangkat telpon dari Veranda dan dia juga marah.



Jadi aku harus apa Yona?



























Bersambung

#TeamVeNalID

You just want attention, you dont want my heart. -Yona.

Dibalik Layar [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang