C18 Departure : ..., Arrival : JAPAN!

Start from the beginning
                                    

"Sambil jalan, ya." Saka menggeret kopernya.

"Jadi gini. Aku nanti bakal ikut semacam seminar atau pelatihan di Jepang. Cuma seminggu, kok. Terus balik lagi. Intinya cuma gitu, sih, jangan kangen ya?"

Apa?!

"Oh, gitu? Ya udah.."

"Hehe–"

"Nggak usah balik sekalian sana! Beraninya kamu lupa bilang hal penting semacam ini! Kamu itu emang minta dihajar atau apa?!"

Yang membuatku lebih kesal, setelah tertawa tadi, sekarang dia mendengarkan omelanku sambil berwajah datar tidak peduli. Akhirnya aku sadar kalau Saka memang tidak bisa dinasehati. Aku menghela nafas dan melanjutkan pembicaraanku.

"Emang kau harusnya berangkat jam berapa?"

"Kalo dilihat dari tiket pesawatnya, sih, 05.55"

"APA?! ITU 20 MENIT LAGI GOBLOK!"

===

Secepat kilat aku berusaha mengantarkannya langsung ke bandara. Seperti yang sudah kuduga, Saka kena marah oleh guru-guru pendamping lainnya, termasuk awak pesawat, bahkan pilotnya sampai minta ngobrol secara pribadi dengan Saka. Tapi untung saja pilotnya sabar, bahkan pesawat sampai harus mengalami delay sekitar 10 menit.

Aku sempat berbincang sebentar dengan Bu Age, Pak Nani, dan Pak Kepsek. Mereka kaget mengetahui Saka yang tidak mengabarkan apapun kepadaku, padahal mereka mengaku sudah memberitahukan hal ini sejak 2 bulan yang lalu, ya emang kurang dari 2 bulan, sih. Tapi tunggu, 2 bulan lalu? Bukankah itu saat dia mau mengatakan sesuatu tapi nggak jadi itu? Berarti, ini salahku juga dong?

"Bro, pamit dulu yak!" Saka melambaikan tangan dan berlari secepat kilat menyusul Pak Nani dan Bu Age.

Aku hanya menatapnya menghela nafas. Untung saja anak itu nggak kelupaan kopernya. Kemudian aku berjalan keluar dari bandara bersama Pak Kepsek untuk berangkat ke sekolah. Namun Pak Kepsek tidak bisa memberiku tumpangan karena harus pergi ke suatu tempat dulu.

Aku keluar sambil menengok ke Terminal tempat pesawat Saka take off. Kok, perasaan tak enak apa ini? Yah, tapi kalau tentang anak itu, sih, aku tidak bisa memberikan komentar apapun. Berani taruhan, dia pasti akan mengacau lagi di sana. Dan parahnya, dia jauh dariku.

"..rencana berjalan." Eh? Aku mendengar Pak Kepsek mengatakan sesuatu

"Ada apa, Pak?" aku menengok kearahnya yang tadi sepertinya sedang menggumamkan sesuatu

"Oh, nggak papa. Rencana seperti pertukaran pelajar ini berjalan dengan baik. Tapi bapak masih nggak nyangka dia nggak bilang apa-apa ke kamu."

"Udah biasa mah Pak, kalau itu." kembali aku kesal teringat betapa cerobohnya dia tidak memberitahukan rencana itu sejak awal.

"Tapi ini salah saya juga. Saya sudah sempat tanya tapi malah saya potong sendiri." aku menghela nafas, mencoba untuk sabar.

Tapi, sepertinya ada yang mencurigakan di sini.

"Bapak, mohon maaf sebelumnya. Tapi bapak juga punya hutang kepada saya."

"Eh? Hutang apa nak?"

"Bagaimana bisa event sebesar ini tidak ada surat resminya? Dan lagi, sebagai satu-satunya orang yang dimiliki Saka, kenapa bapak tidak mengabari saya?"

Seketika suasana menjadi hening, tapi kemudian Pak Kepsek melanjutkan kata-katanya

"Iya, saya tahu kalau cuma ada kamu. Tapi ya, anaknya setuju aja sih, dan kamu juga nggak ada posisi sebagai yang berhak melarangnya pergi, kan? Toh, nggak ada bedanya kalau anak kecil labil dan galauan kaya' kamu saya hadapin dengan surat perizinan orang lain. Nggak guna."

HUJAN DI MUSIM PANASWhere stories live. Discover now