C31 Selamat Ulang Tahun

27 1 19
                                    

"Duh duh.. Seru banget ngobrolnya? Aku gak suka dicuekin lho.." jiah.. makhluk itu lagi, jijik aku dengar dia bicara. Berhubung aku udah terlanjut gak waras, sekalian aja deh.

"Yo! Boss, aku mau minta senjata dong?" haha! Lihat! Makhluk itu terlihat terkejut! Em.. Sebenarnya Nadya dan Lussi terlihat lebih kaget sih. Mereka terlihat mecoba untuk maklum.

"Hah?! Apa? Oh.. iya iya. Emang, Nak Amarai minta senjata mau buat apa?" Pak kepsek langsung keluar dari masa kagetnya. Ini nih, kalo orang edan sama gak waras ngomong, ya gini ini, nikmati saja.

"Ya itu, mau buat bunuh bos, boleh ya? Plissss!"

"Oh, gitu..mau senjata apa emang?"

"Rai mau pistol aja deh. Jenis apa aja boleh, tapi yang high quality, ya?"

"Boleh boleh, tapi pelurunya aja gimana? Cara ngasihnya ditembakin ke kepalamu?"

"Yah, jangan dongg.. Nanti aku mati.. Kan, aku mau bunuh bos?"

"Ya udah, rencana membunuhnya batalin aja. Mending, Rai aja yang dibunuh gimana?"

"Wah.. nggak seru! Ntar pembaca pada protes kalo aku mati. Meding boss aja yang mati, gimana?"

"Ahhh.. udah, lah." Pak Kepsek langsung mengacungkan jarinya

"KILL'EM!" dengan satu tanda, mereka semua langsung menyerbu kami.

Pertama, ringkus orang bersenjata, aku memberikan sinyal kepada Lussi dan sepertinya dia paham. Kami berdua langsung menyerbu dua orang tersebut. Mengalahkannya telak, kemudian mengambil senjatanya. Nampaknya Lussi sedikit kesusahan karena dihadang beberapa orang.

DOR DOR! DOR DOR DOR!

"Hahahaha.. hahaha! HAHAHAHAHAHAHA" aku menembak kaki-kaki mereka sambil tertawa kencang. Seru juga rasanya, sudah lama aku tidak melakukan hal ini *jadi sebelas dua belas sama Orihara Izaya kamu, ngeri pisan oey.*

"Hoi Rai, jangan main-main! Persediaan senjata kita itu dikit!"

"Oke oke, aku cuma mau megurangi hambatan, kok." aku masih tertawa ketika menimpali protesnya Lussi. Kemudian aku mengecheck saku dan kanton orang yang bersenjata. Ternyata benar, ada cadangan peluru.

"Ambil persediaan pelurunya, Luss! Kita bantu Nadya."

"Gak usah dibilang juga aku ngerti! Dasar Homo sapiens embisil! Tunggu Rai!"

"Kenapa lagi Luss? Kau melewatkan saat-saat yang seru!"

"Saka kemana?"

"Paling udah minggir dia. Awas belakangmu!"

Lussi tak perlu berbalik untuk melumpuhkan musuhnya, tonjokkan tangan kebelakangnya saja sudah cukup, yang kaya' di film-film itu, lhoo.. gila gila

"Oke, ayo tuntaskan semua ini!"

"Yah, meski kau berkata begitu, Luss, ini White Lily, lho.."

***

Melihat keadaan yang mulai genting ketika Pak Kepsek mendeklarasikan 'perang', di otakku hanya ada satu jalan. Yah, walaupun Rai pasti akan ngamuk habis-habisan seperti orang yang kerasukan kalau tahu aku menggunakan rencana ini.

Aku langsung berdiri dan berjalan kearah Pak Kepsek yang hanya diam berdiri sambil menikmati pemandangan 'mengerikan' tersebut.

"Kau hanya butuh aku, kan? Bawa aku ke tempat yang lain dan mari kita berbincang." Pak Kepsek menatapku dengan tatapan senang luar biasa sekaligus merendahkan

"Oke, kalau maumu begitu."

Dia langsung berbalik, dan membuka pintu di belakangnya. Aku hanya mengikuti dari belakang. Dia menutup pintu itu lagi, dan melanjutkan perjalanannya. Perjalanan kami diiringi suara tembakan yang semakin melemah, hingga akhirnya Pak Kepsek angkat suara.

HUJAN DI MUSIM PANASWhere stories live. Discover now