C8 Bakat Terpendam

43 1 0
                                    

Wow, tidak biasanya dia menyembunyikan rencananya dariku. Kalau seperti ini perasaanku tidak enak, akan ada sesuatu yang terjadi. Sampai di ruang musik, sesuatu kejadian yang berarti tidak terjadi. Hanya beberapa temanku saja yang maju untuk mempraktekkan dengan alat musik yang mereka bawa sendiri, seperti biola, seruling. Ada juga yang menggunakan drum di ruang musik itu. Ah, karena ruang musik dan ruang karawitan jadi satu lokasi, maka ada beberapa temanku yang juga memilih memainkan gamelan. Seperti Nadya yang bermain saron, wow, aku tidak tahu dia mempunyai bakat yang bagus juga. Lussi waktu itu memilih bermain gong.

Namun, ketika mereka berdua main, lampu ruang musik mendadak mati. Meski begitu, permainan mereka tetap berlanjut! Kalian bayangkan sendiri, lah, sehebat apa mata mereka sampai bisa melihat dalam gelap. Untung 1 menit kemudian menyala lagi.

Bagaimana denganku? Ah, aku, Amarai Wardana, tidak afdol kalau orang ganteng sepertiku tidak main alat musik itu.

"Amarai Wardana, alat musik apa yang akan kamu mainkan, Nak?" Bu Laras mengamatiku, yang kemudian langsung paham alat apa yang akan kuambil. Alat itu adalah, gitar!!

"Lagu apa yang akan kamu pilih?" aku tersenyum

"TWINGKLE TWINGKLE LITTLE STAR Bu." aku tersenyum penuh kemenangan

"Haaaaaahhh?" dari jauh kudengar Saka seperti tidak yakin dengan pilihanku

"Kenapa, mau protes?" aku juga menatapnya, dengan sengit

"Ga papa deh, nggak jadi." Dia hanya memalingkan pandangannya, kemudian berbicara dengan Nadya dan Lussi yang ada di sebelahnya.

"Hhh, itu anak." ya sudah aku memulai menggenjreng gitarku. 1 menit kemudian, aku selesai.

"WOOOOHHH AMARAIII!!! LOVE YOUUU!!! MARRY ME!!AW AW AW!! JADIKAN AKU TWINGKLE LITTLE STARMU!!!" hmm, teman-teman cewekku kenapa jadi begini?

Nadya, Saka, dan Lussi, begitu urutan duduk mereka, hanya melongo. Dan aku yakin, itu bukan melongo karena kagum. Pandangan mereka juga seperti berkata, "Pada kenapa, sih?" setelah itu, mereka mengangkat tangan mereka untuk melambaikan tangan padaku. Ku balas mereka, tapi kenapa malah cewek-cewek di kelasku semakin histeris?

"Raaaiiii, cinta kamu." "Rai, ganteng banget!" yah, begitulah kira-kira yang mereka bilang.

"Maaf teman-teman, saya sudah punya, eh, maksudnya saya nggak mikir itu dulu." Aku hanya tersenyum kemudian berdiri, dan kembali ke tempat dudukku. Ketika duduk, malah ada yang menceletukkan "Nggak papa, jadi selingkuhanmu aja boleh." Wut?

"Cie, Rai. Tuh, banyak yang nembak, wahahahahah." sumpah, Saka ini, minta ditonjok. Nadya sama Lussi ikut-ikut pula

"SAKA!!! Giliranmu sekarang!" gertakan Bu Laras membuat kelas yang semula gaduh, menjadi hening, bahkan sunyi.

"Oke Bu!!" ini anak, bener-bener nggak punya sopan santun, ya?

"Kamu mau main alat musik apa?!" itu, mukanya Bu Laras kok nggak woles ya? Mana tu anak malah diem aja sambil mengarah ke piano, tunggu, PIANO?!

"Ah, piano ya, Sak, bisa toh, kamu? Kamu mau main apa?"

"Ibu dengerin aja, pasti tahu." Saka tersenyum pede, kemudian memainkan tuts demi tuts. Hah?! Sak, serius kamu main ini? ini, kan..

"Musette by Bach" Bu Laras sampai melongo. Yang tadinya terkagum karena permainanku, kemudian harus sepet wajahnya karena Saka mulai bermain, mulai menunjukkan ketertarikannya lagi pada permainan musik Saka. Teman-temanku yang tadi gaduh, mulai memperhatikan permainannya. Sejak kapan dia bisa bermain alat itu? Dengan begitu bagusnya pula.

HUJAN DI MUSIM PANASWhere stories live. Discover now