C11 Sparing?!

25 2 0
                                    

Sampai di rumah aku memeriksa sebentar, sepertinya tidak ada kerusakan tambahan dimanapun dan karena apapun. Baguslah, anak itu tidak aneh-aneh lagi. Sekarang aku bisa membuat mi dan kemudian menikmatinya dengan tenang. Maunya begitu, sih, tapi....

"Woh Rai, kau sudah kembali, mana mi nya? Kau mau buat ya? Aku juga mau, buatkan juga ya!" Saka Arjasa ini sudah heboh saja, mengganggu ketenangan yang baru kurasakan beberapa detik. Dan, enak saja dia minta dibuatkan juga?!

"Enak saja suruh aku buatkan. Bikin saja sen-ah ya sudah ku buatkan sekalian." jangan salah sangka, aku bukannya mau dia suruh buatkan. Hanya saja aku tidak mau dia merusakkan sesuatu lagi jika kusuruh buat sendiri.

"Wah makasih Rai, oh jangan lupa gunakan suhu yang tepat, supaya bisa menghasilkan panas yang optimal untuk membuat mi dan.."

"Iya, aku tahu, aku tidak bodoh, sudah diam jangan mengganggu." dia pikir aku tidak tau hal mendasar begitu? Padahal aku selalu menggunakan –tak hanya suhu yang tepat, tapi juga jumlah air, ketepatan waktu, dan teknik pengadukan yang sempurna dalam membuat mi. Yah, selanjutnya hanya hal biasa, mi selesai, mi dimakan, alat dibereskan.

Malam hari, seperti biasa aku memaksa Saka menyelesaikan tugas sekolah dan belajar, apapun caranya. Saat semua hampir selesai HPku berbunyi, pesan dari Mas Qatar. Wow, cepat sekali sudah ada kabar. Isi pesannya adalah kenalan Mas Qatar setuju untuk mempertimbangkan. Aku dan Saka disuruh datang ke rumah makan milik kenalannya –yang bagusnya tidaklah jauh dari rumah- besok sore. Untunglah aku minta tolong Mas Qatar, jadinya masalahku sudah selesai.

"Sak besok sore kita akan ke Rumah Makan Abadi, ingat itu."

"Eh? Rumah makan? Kau mau traktir makan ya Rai?"

"Bukan bego. Kita akan melamar kerja!"

"Ha kerja? Tapi kenapa?"

"Kenapa? Sak, kamu tau, gegara ide-ide gilamu yang kamu lakukan di rumah, aku harus bayar kompensasi bising ke tetangga. Belum lagi biaya perbaikan, itu butuh uang."

"Apakah disana aku bisa bereksperimen?" matanya berbinar-binar

"APA?! Jelas tidak! Kamu itu mau membantuku mencari uang kompensasi, atau menambahi hutang rekeningku?!"

"Ah, okelah, sepertinya itu ide bagus." hm? Tumben sekali dia langsung setuju?

Akhirnya, kami berdua pergi tidur di kamar masing-masing.

Esoknya, kami bersekolah seperti biasa. Ah, maaf, maksudku seperti biasa itu seperti biasanya Saka menggangguku dan aku memarahinya. Semuanya berjalan seperti itu hingga bel pulang. Ketika aku dan Saka akan keluar kelas, ada salah satu temanku cowok yang memanggil Saka.

"Sak!" hm, Danu, ya?

"Iya?" Saka yang tadi membaca buku berjudul 'Teknologi Industri' berbalik dan menatap pemanggil

"Lowong nggak? Bantuin tim basket sparing dong. Plissssssss." Danu sampai menempelkan kedua telapak tangannya di depan kepala

"Ah, gimana ya. Aku dan Rai ada janji sete-"

"Sebentar aja. Plissss, teman timku ada yang sakit, jadi kami harus cari pengganti. Sedangkan cadangan kami semuanya kebetulan sedang ikut kejuaraan penelitian di luar kota."

"Nanti kalau aku ngaco gimana?" rendah diri sekali kau ini, Sak.

"Bayangin aja kalo main basket itu sama kaya' ngerjain Fisika, Sak. Lagian pertemuan kita masih nanti, kok. Tidak lebih dari 2 jam, ya, Nu."

"Eh, Rai? Boleh nih?" Saka menengok padaku, aku hanya mengangguk sambil tersenyum

"Makasih Rai. Ayo Sak, kau bawa kaos? Kalau tidak akan kupinjamkan." Danu sudah menyeret Saka bersamanya, setelah itu sudah tidak terdengar lagi mereka membicarakan apa. Aku hanya mengikuti mereka dari belakang. Sekali-sekali, lihat Saka sparing boleh juga, karena anak itu jarang olahraga. Dan mengawasi dia juga tentunya.

HUJAN DI MUSIM PANASWhere stories live. Discover now