"Tapi Culi enggak suka bagi cokelat ke Abang Gede." Suri menyergah.

Chandra nyengir. "Iya. Enggak apa-apa. Abang tetap lebih sayang sama Culi."

Ayah tersenyum lebar, tapi tidak lama karena tanya Calvin tiba-tiba mengemuka.

"Ayah, cinta pertama Ayah siapa?"

"Hm..." Ayah seperti mengingat-ingat. "Ayah sudah enggak ingat namanya. Tapi dia teman Ayah waktu Ayah masih kelas enam."

"Cantik, Ayah?"

"Kalau kamu udah suka sama seseorang, mau bagaimana pun dia, dia akan selalu jadi yang paling cantik di mata kamu." Ayah terkekeh.

"Berarti cinta pertama Ayah bukan Bunda?"

"Bukan."

"Kalau cinta pertama Bunda?" Chandra bertanya lagi. "Bukan Ayah juga?"

"Oh, cinta pertama Bunda sudah pasti Ayah." Ayah menjawab penuh rasa percaya diri. "Kata teman-teman Ayah waktu Ayah kuliah dulu, Ayah itu orangnya gampang dicintai."

"Ayah kok kege-eran sih?!" Chandra melipat tangan di dada dengan mulut mengecurut. "Emang kenapa Ayah gampang dicintai?"

"Soalnya Ayah ganteng, pintar, baik hati dan suka menolong orang." Ayah membalas lagi, lantas berpaling pada Suri. "Iya kan, Culi?"

Suri mengangguk berkali-kali, matanya berbinar. "Iya!"

"Enggak adil. Katanya Ayah itu cinta pertama Bunda, tapi kenapa Bunda bukan cinta pertama Ayah?"

"Bunda memang bukan yang pertama, Sayang." Ayah menjelaskan dengan sabar dan sesederhana mungkin, paham jika anak-anaknya masih terlalu muda untuk memahami apa itu yang disebut cinta. "Tapi buat Ayah, Bunda yang terakhir. Selain Bunda, enggak ada yang lain lagi."

"Kenapa gitu?"

"Karena Bunda sudah memberikan Ayah harta paling berharga yang bisa Ayah punya." Ayah menatap bergantian pada keempat anaknya, lalu meneruskan. "Kalian. Anak-anak Ayah yang paling baik."

"Ayah juga Ayah Abang yang paling baik!"

"Ayah Abang Apin juga!"

"Ayah Abang Kecil juga!"

"Ayah Culi!"

"Ayah punya kalian semua. Jangan berantem ya. Ayah enggak suka." Ayah menjawab lagi. "Tapi karena pertanyaan Abang, Ayah jadi kepikiran mau cerita tentang sesuatu."

"Cerita tentang apa Ayah?"

"Cerita waktu pertama kali Ayah sadar kalau Bunda kalian memang sebaik itu. Mau dengar ceritanya?"

"Mau!"

***

Kelana tidak ingat kapan tepatnya dia menyadari kalau dia sudah jatuh pada gadis itu, namun mungkin itu terjadi pada suatu siang yang mendung di bulan Oktober. Sebelumnya, dia hanya tahu sedikit tentang gadis aneh itu. Namanya Adelina Mayesha. Sebetulnya, dia tergolong gadis yang cantik meski jelas tidak feminin seperti kebanyakan mahasiswa. Sebagian besar orang memanggilnya Adelina atau terkadang Adel, untuk mereka yang sudah lebih akrab. Adelina lebih sering mengenakan celana panjang tanpa bagian bawah yang melebar ala celana Elvis Presley yang sedang jadi tren itu. Dia mengenakan celana panjang biasa dengan blus berwarna kalem. Rambutnya lebih sering terikat daripada tergerai, meski terkadang Kelana berpikir jika Adelina terlihat lebih cantik ketika rambutnya dibiarkan jatuh bebas.

Adelina Mayesha menyukai Kelana Wiraatmaja.

Kelihatannya, siapa pun yang ada di kampus tau jelas fakta itu. Adelina memang tidak pernah berkata apa-apa, tapi dia setia mengikuti Kelana seperti bayangan. Belum lagi deretan perhatian tak biasa yang gadis itu berikan pada Kelana, seperti membuatkannya kotak makan siang hingga mengiriminya obat bersemat pita saat Kelana sedang tidak enak badan. Tindakan Adelina dicemooh oleh mayoritas mahasiswa di kampus karena dianggap menyalahi kodrat perempuan yang katanya harus mengejar, tetapi pada akhirnya, sikap keras kepala seorang Adelina membuat orang-orang membiarkannya.

NOIRWhere stories live. Discover now