#24

113K 12.6K 2.9K
                                    

"Nael?" Suri mengulang, mencoba sejenak mengabaikan suara ketukan yang kian menggila di pintu kamarnya. Ruangan sudah gelap sepenuhnya, hanya samar terlihat garis cahaya bulan yang menembus masuk lewat jendela yang terbuka. Dalam kondisi seperti itu, penampilan Nael justru terlihat kian mengintimidasi. Pakaiannya segelap malam, sementara wajahnya yang serupa patung porselen masih saja kaku dengan wajah beku.

"Nael?"

Pertanyaan Suri tidak terjawab, meski beberapa detik kemudian sosok lainnya muncul di kamar itu. Suri belum pernah melihatnya, tapi dari gaya berpakaian dan bagaimana dia menata rambutnya, mudah bagi Suri buat menebak jika sosok itu adalah teman Nael. Atau Zoei. Entahlah, yang jelas mereka segolongan.

"Jangan tampilkan wajah seperti itu, Noir. Kamu menakutinya."

Nael menoleh. "Aku menyuruhmu menunggu di luar."

"Aku tidak bisa terus-menerus menunggu di luar, terutama kalau kamu mulai bertindak menggunakan emosi seperti sekarang. Apa yang kamu lakukan jelas akan menciptakan kegegeran di dunia makhluk immortal. Orang-orang mati yang jiwanya tersesat itu akan bertanya-tanya, buat apa iblis seperti Noir yang terkenal mau repot-repot datang sendiri hanya untuk menolong makhluk mortal?" Pandangan mata Sombre jatuh pada Suri yang kini menyipitkan mata padanya, lalu laki-laki itu meringis. "Jangan tersinggung. Kamu bukan makhluk mortal tercantik, tapi jelas kamu salah satu yang terunik. Namaku Sombre. Aku adalah kepala para undertaker."

"Undertaker?"

"Iblis yang mengurusi pembukuan kelahiran, hidup dan kematian. Iblis yang memilah data-data tersebut dan kemudian mengirimkan surat perintah pencabutan nyawa kepada jajaran malaikat pencabut nyawa."

"Oh, kayak semacam pegawai Disduk-Capil gitu kali ya kalau di dunia manusia?"

"Dis-duk-ca-pil?"

"Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil." Suri tertawa. "Berarti kamu PNS."

Percakapan mereka terinterupsi oleh suara tenang namun sarat kekhawatiran yang tiba-tiba terdengar mengiringi ketukan yang masih saja berlanjut di pintu kamar Suri yang masih tertutup. "Oriana, ini Ayah. Buka pintunya."

"Siapa dia?"

"Ayah aku." Suri menukas masam. "Lampu kamar meledak. Ada kaca yang pecah. Ayah dan abang-abang aku pasti dengar."

"Well, tapi jelas mereka bisa menunggu sampai kita selesai bicara." Sombre berujar santai, lalu menjentikkan jarinya. Suri mengernyit, hampir tidak merasakan perubahan apa pun kecuali suara ketukan pintu yang terhenti ketika kemudian dia tersadar jika gerak angin pun ikut terinterupsi. Gadis itu memiringkan wajah, menoleh pada jarm besar yang terpasang di tembok kamarnya. Dengan bantuan cahaya bulan, Suri tersadar jika jarum detik pada jam dinding itu turut terhenti.

"Kamu... barusan ngapain?"

"Menghentikan waktu."

"Wow, selain mirip PNS, kamu juga mirip Doraemon."

"Tapi aku tidak suka Dorayaki."

"Kamu tau Doraemon?"

"Dulu pernah menontonnya beberapa kali, karena aku suka karakter Shizuka."

"Oh, aku sukanya sama Dekisugi." Suri jadi bersemangat. "Tapi lebih suka lagi sama Dorami. Dia rajin, suka bersih-bersih rumah. Coba aja Wati kayak Dorami, kayaknya aku bakal bahagia. Sayangnya, Wati justru lebih dablek daripada Nobita."

Wati melotot tersinggung, sementara Nael mendengus keras.

"Tolong hentikan obrolan mortal kalian yang tidak penting."

NOIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang