"Dia-" Belum sempat Je menyelesaikan kalimatnya, Alena langsung memotongnya.

"Aku Alena pacarnya Kak Je" Alena memperkenalkan diri dengan semangat.

"HAH?!!" Gio, Axel, dan Gisca memberikan respon yang kompak.

"Serius lo? Kapan jadiannya? Kok gue ga tahu" Axel langsung meminta penjelasan lebih.

"Kemarin" Jawab Je singkat.

"Kemarin? Kemarin paman datang? Kapan PDKTnya? Perasaan lo ga pernah kenalin Alena ke kita-kita. Lo berdua ga mungkin pacaran tanpa PDKT, kan?" Sekarang gantian Gio yang mengintrogasi.

"Beneran kemarin. PDKTnya kira-kira...3 minggu"

"Kakak kakak pada kenapa? Kok kayak ga seneng lihat aku jadi pacarnya Kak Je" Alena yang merasa bukan mendapatkan sorakan cengcengan ala pasangan yang baru saja menyandang status resmi berpacaran merasa sedikit kecewa dengan respon teman-teman Je.

"Eh, bukannya ga suka. Tapi kita kaget" Gio berpikir dalam benaknya. Mengapa Je tidak menceritakan Alena sama sekali, biasanya Je selalu bercerita apa pun yang ia alami. Apalagi urusan perempuan, secara Je sudah lama menjomblo. Proses ia mendapatkan seorang pacar seharusnya ia ceritakan pada sahabatnya.

"Sorry. Gue baru sempat ngenalin Alena sekarang" Situasi ini seolah-olah membuat Je seperti sedang melakukan pengakuan dosa.

Disebrang sana Axel mengerutkan dahinya. Pemikirannya berbeda dengan pemikiran Gio. Axel kira, Je menyukai Gisca seperti analisa yang ia lakukan bersama Manda di Pangandaran saat itu. Tetapi mengapa Je justru berpacaran dengan Alena? Menyadari atmosfer aneh menyelimuti percakapan kali ini, Axel memilih mengucapkan selamat untuk mencairkan suasana.

"Selamat Je dan Alena!" Bukannya mencairkan suasana, perkataan Axel malah mengagetkan teman-temannya.

"Ya. Selamat. Gue ga salah, kan mengucapkan selamat ke kalian berdua?" Mendengarnya Je hanya mengangguk.

Lalu bagaimana dengan Gisca? Sejak beberapa menit yang lalu mengetahui Je berpacaran dengan Alena, Gisca memilih untuk bungkam. Ia bungkam demi meredakan keterkejutan dihatinya. Mengapa rasanya sesak sekali. Rasanya Gisca mendapatkan tusukkan tombak dihatinya. Debaran jantungnya mulai tidak karuan. Saat ini logikanya kalah dengan suasana hatinya yang kalut. Gisca tidak ingin menumpahkan emosi kecewa dan sakitnya disini. Ketika ia menyadari matanya mulai memanas, ia langsung berpamitan pada lingkaran aneh ini.

"Gue duluan, ya" Gisca langsung membalikkan badannya mengarah menuruni tangga yang baru saja ia naiki.

"Mau kemana Ca? Sekret, kan ke arah sana" Gio meneriaki Gisca. Sadar arah sekretariat tujuannya berada di arah sebaliknya, Gisca langsung menghentikan langkahnya.

'Shit! Gue lupa sekret ke arah sana' Gisca merutuki dirinya sendiri yang tidak mungkin membalikkan badannya karena matanya sudah mulai berair.

"Ga jadi. Kucing gue melahirkan" Gisca mengarang asal, kemudian ia langsung menuruni tangga dengan tegesa-gesa.

×××××

Gisca berlari dan berlabuh ke tempat sepi. Tepatnya di bawah tangga di belakang ruangan dosen Fakultas Hukum ia selalu menyendiri tatkala hatinya perih. Ia menangis disitu. Rasanya hatinya retak. Air matanya tumpah tak henti-henti. Gisca terduduk di lantai dengan bersandar di dinding dan menekuk lututnya.

'Sadar Gisca! Je bukan siapa-siapa, kenapa gue harus berharap ke orang yang benar-benar ga menunjukkan hatinya untuk gue. Kenapa gue harus sedih? Gue sadar sejak awal gue ga mungkin sama Je. Gue hanya lolos 1 dari 6 kriterianya. Terus kenapa gue masih berharap?' Sambil merutuki dirinya Gisca menangis terisak.

Di tengah tangisannya Gisca merasakan ada suara langkah kaki yang mendekati dirinya. Ia kira langkah kaki itu hanya numpang lewat saja. Rupanya tidak. Kini pemilik dari kaki itu sudah berdiri di depan Gisca yang sedang terduduk di lantai menenggelamnkan wajahnya.

Menyadari ada seseorang dihadapannya, Gisca menghapus air matanya dan perlahan menatap orang tersebut.

Ketika Gisca menatap wajahnya, Gisca sangat terkejut. Buru-buru ia berdiri dari duduknya.

"Gue tau kucing lo ga melahirkan" Sahut orang tersebut.

Menyadari alasan konyol kucing melahirkan Gisca memilih untuk melanjutkan drama tersebut "Gue baru aja mau pulang. Gue dul-"

"Gue tahu lo ga punya kucing"

Gisca langsung berhenti mematung. Ia menggigit bibirnya menahan agar air matanya tidak keluar lagi.

"Gue tahu lo masih pengen nangis"

Pandangan Gisca mulai kabur oleh air matanya. Lelaki itu mendekat ke arah Gisca dan kembali berdiri dihadapannya.

"Ada gue, Ca. Lo boleh nangis sepuas lo. Ga usah malu. Jangan ditahan"

"Gio..." Gisca manatap Gio lirih. Tangisan Gisca langsung kembali pecah dipelukan Gio.

Saat ini bukan hati Gisca saja yang terluka, tapi juga hati Gio. Hatinya terluka karena ternyata perempuan yang ia cintai menangis di bawah kebahagiaan sahabatnya sendiri. Hati Gio juga terluka karena dengan ini ia mengetahui bahwa perasaan Gisca jelas-jelas bukan untuk dirinya.

*******

Part ini udah aku publish sebenarnya tadi malam tapi tiba-tiba hilang. Sekarang udah ada lagi belum? Kalau hilang lagi aku publish lagi setelah wattpad udah bener2 stabil.

14 JAN 2018

JOMBLO!Место, где живут истории. Откройте их для себя