J chapter 13 - kecap dan mentega

4.6K 273 13
                                    

Matahari sudah meredupkan sinarnya. Langit jingga mulai berganti menjadi gelap. Malam ini mereka akan membakar ikan dan jagung di halaman villa. Semua perlengkapan sudah siap dan dua ikan berada diatas pemanggang beralaskan arang yang sedang dikipasi oleh Gio.

Mereka semua bekerja sama, ada yang menyiapkan piring, mengupas kulit jagung dan lainnya.

"Kecap abis, nih. Siapa yang bisa beli?" Sahut Manda yang sedang sibuk mengolesi ikan bakar yang bekerja sama dengan Gio.

"Gue aja man, dari tadi kerjaan gue disini cuma nonton doang" Gisca menawarkan diri.

"Makanya jadi cewek belajar masak. Biar suami lo nanti betah makan di rumah, ga makan di dapur orang" Je dengan banyak gaya menasehati Gisca.

"Iya iya bawel. Nikahnya masih lama, calon suaminya juga belum ada" balas Gisca.

"Lo nikah sama gue aja Ca, gue bisa masak. Nih, buktinya" Gio yang sedang mengipasi ikan bakar tiba-tiba nimbrung "Gue jamin lo ga bakal kurus kerontang karena kurang gizi" Gio tetap mempromosikan dirinya.

"Bisa-bisa lo jadi gendut Ca hahaha" Je menertawai gisca sambil membayangkan nanti Gisca akan menjadi gendut karena terlalu banyak makan.

"Biarin. Mau gue kurus, mau gue gendut gue kan tetep cantik" Gisca mengibaskan rambutnya tepat di depan wajah Je, sehingga beberapa helai kibasan rambut Gisca mencolok matanya.

"Aduh, rambut lo kena mata gue" Je mengucek matanya seolah-olah matanya sangat pedih akibat kibasan rambut Gisca.

"Apa sih, lebay. Cuma gitu doang"

"Heh ribut melulu, kapan berangkatnya? Cepetan berangkat. Sama beli mentega juga ya"

"Siap chef Manda" Gisca memberi hormat, seperti hormat pada saat bendera merah putih dikibarkan saat sedang upacara bendera.

"Lo pergi sendirian? Je, temenin Gisca gih, udah malem gini bahaya perawan pergi sendiri" Manda menyarankan agar Gisca ditemani Je.

"Perawan kayak dia mana ada yang berani nyulik" Lagi-lagi Je menggoda Gisca.

"Hih, Je ngeselin. Lo jadi ikut ga?" Dengan nada kesal Gisca bertanya pada Je.

"Iya jadi. Jalan kaki aja ya, minimarketnya deket"

Je dan Gisca sudah selesai membeli kecap dan mentega. Saat keduanya baru keluar dari minimarket tiba-tiba hujan turun sangat deras. Je dan Gisca berlari ke tempat terdekat untuk berteduh. Mereka berteduh di saung pantai yang kalau siang hari menjadi tempat wisatawan melepas lelah untuk duduk memandangi indahnya hamparan ombak pantai yang menyapa pasir dengan manja. Di malam hari tempat tersebut sangat gelap karena tidak ada penerangan sama sekali.

Sebenarnya jarak antara minimarket dengan villa tidak terlalu jauh, tetapi karena hujan begitu lebat siapa pun pasti memilih untuk berteduh terlebih dahulu.

Je dan Gisca menaikan kakinya ke atas pendopo tersebut dan duduk didalamnya.

"Je, bocor nih" Je bergeser sedikit agar Gisca bisa tetap terlindung dari bocornya atap pendopo oleh air hujan.

"Sini, lo geser kesini. Duduknya madep serong dikit ke arah gue" Je membantu mengarahkan Gisca.

Sepuluh menit berlalu dan air hujan masih sama derasnya, belum menampakkan reda sama sekali. Suara air hujan berbaur dengan kencangnya gelombang laut yang menabrak bibir pantai di malam hari. Angin laut pun tak kalah kencangnya.

Je dan Gisca yang hanya memakai celana pendek selutut dan kaos tentu merasa kedinginan. Tangan Gisca mulai mendekap kedua lengannya karena merasakan dingin sekaligus terciprat oleh air hujan. Bukan dingin yang mengigil, tetapi dingin karena terkena angin malam.

"Dingin, ya?" Je bertanya pada Gisca, kemudian Gisca mengangguk. Je sebenarnya tidak tega melihat Gisca, tetapi ia sendiri tidak tahu harus berbuat apa.

Je berinisiatif mendekatkan tubuhnya lagi pada Gisca, kini tubuh mereka sudah saling menempel. Je membuka tangan kanannya dan memeluk Gisca yang berada disampingnya.

"Jangan anggap gue lagi modus" Gisca yang hampir meleleh karena sifat Je, jadi kesal mendengar pernyataan Je.

"Lo pasti betah diketek gue"

Perasaan Gisca berdebar seiring deburan ombak yang kencang. Gisca tidak bisa membohongi dirinya sendiri, ia merasa nyaman dengan posisi ini bersama Je. Kepala Gisca yang mulanya hanya bersandar di dada Je mulai terangkat. Gisca ingin melihat seperti apa ekspresi Je saat ini.

Saat Gisca menatap Je, secara otomatis Je pun menatap Gisca. Kedua mata mereka bertemu. Gisca ingin merutuki kebodohannya mengapa ia harus mempunyai ide untuk mendongakkan kepalanya dan melihat ekspresi Je, karena sekarang ia terperangkap pada tatapan yang jika ia menyudahi tatapan ini Je akan menangkap gelagat salah tingkah Gisca di detik berikutnya.

Entah kekuatan darimana, mungkin ini adalah kekuatan ratu pantai yang sedang ingin dibelai, tiba-tiba tangan kiri Je yang menganggur mulai membelai pipi Gisca dengan lembut. Jari tangannya bergerak dari arah depan menuju telinga Gisca dan diulang beberapa kali dengan teratur.

Je mendekatkan wajahnya dengan wajah Gisca. Jarak diantara mereka semakin terkikis. Mata Je yang mulanya menatap mata Gisca mulai turun dan fokus pada bibir Gisca. Hembusan nafas dari mulut Je terasa hangat dibibir Gisca. Gisca seolah membuka akses bagi Je, bibirnya yang semula tertutup rapat menjadi sedikit terbuka.

Dan benar saja. Kedua organ tubuh yang biasa digunakan untuk berbicara kini saling terpaut. Perlahan tapi pasti mereka berdua mengikuti naluri untuk menggerakkan bibirnya untuk berbagi kelembutan.

Kelembutan dan kenikmatan pautan bibir mereka membuat Gisca merasa lemas. Ia butuh pegangan. Tangan Gisca yang sebelah kiri menahan pada rotan pendopo agar ia tidak jatuh ke belakang dan yang kanan ia gunakan untuk memegang lengan Je.

Gisca tidak mengerti mengapa ia harus ikut andil dalam membalas tautan yang dimulai oleh Je. Dengan perlahan ritme tautan mereka mengendur. Je dan Gisca mulai menegakkan tubuhnya masing-masing.

Suasana yang semula dingin menjadi terasa gerah. Je dan Gisca sama-sama mengalihkan pandangannya ke arah berlawanan. Mereka berharap bisa keluar dari situasi canggung yang mereka ciptakan sendiri.

Untungnya air hujan berpihak pada mereka, dengan sendirinya hujan mereda. Ini adalah kesempatan mereka untuk segera kembali ke villa, takut-takut hujan kembali menjadi lebat.

"Ehem" Je berdeham canggung.

"Hujannya udah mulai reda, lebih baik kita jalan ke villa sekarang sebelum hujannya deras lagi" Je mencoba senormal mungkin dalam mengeluarkan kata per katanya.

"Ayo, yang lain pasti nungguin kecap dan mentega yang kita bawa" perkataan Gisca mengenai kecap dan mentega seolah mengingatkan mereka berdua bahwa tujuan utama mereka adalah kecap dan mentega. Bukan bibir bertemu dengan bibir.

*******

Sempat kepikiran mau dikasih adegan "aaah..faster..uh.." tapi ga jadi karena selain mereka belum sah, feeling gue mayoritas readersnya dede dede gemesh yang setiap hari senin masih harus upacara bendera (sotoy banget) hahaha.

Jadi dipastikan segelnya Gisca dkk aman ga akan jebol sampai akhir cerita. Kalau dikasih kiss kiss dikit gapapa kan? Biar kayak ala-ala drama korea.

11 DES 2017

JOMBLO!Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin