Dua KERATON

7.9K 1K 27
                                    

---Kemarin aku melihatmu
Di Keraton
Kau menjemput Bapakmu dengan
riang
Kau terlihat menyayangi Bapakmu,
dan untuk sesaat aku merasa konyol
Karena cemburu pada Bapakmu...----

Keraton?

Bahkan penulis surat ini melihatnya di halaman parkir Keraton kemarin siang sepulang ngampus? Gemintang menarik napas pelan dan meletakkan kertas berwarna putih ke dalam lokernya. Juga burung kertas yang selalu menyertainya. Gemintang berpikir dia akan menyediakan tempat untuk kertas-kertas dan burung kertas itu. Sebuah toples mungkin? Karena jelas sekali, lama kelamaan lokernya yang tak seberapa lebar itu akan penuh sesak dengan kertas dan...burung kertas.

Gemintang menutup pintu loker dan sedikit terkejut mendapati teman satu angkatan dan satu jurusan dengannya yang biasa disapa Angger, berdiri tak jauh darinya. Jelas saja. Lokernya ada di sebelah loker Putri, temannya.

Gemintang tersenyum sekilas sebelum berbalik dan melangkah menjauh dari loker. Dia harus menjemput Bapaknya ke Keraton Yogyakarta Hadiningrat. Seperti kemarin...
Bapaknya memang abdi dalem keraton dan dua hari ini adalah jadwal Bapaknya untuk Caos*.

Langkah Gemintang berhenti sejenak dan dia menoleh dan mendapati Angger berjalan tergesa. Gemintang hanya mengangkat bahu sebelum akhirnya melangkah ke arah motor matic kesayangannya. Gemintang, seperti biasa langsung memakai helmnya dan melajukan motornya keluar dari halaman kampus. Tinggal setengah jam lagi sebelum Bapaknya selesai dengan pekerjaannya, dan mereka berencana mampir membeli kayu untuk bingkai beberapa lukisan baru di galeri Bapaknya.

Ternyata membutuhkan lebih dari setengah jam untuk Gemintang untuk sampai di halaman parkir keraton, tempat dia biasa menunggu Bapaknya. Gemintang menghela napas lega saat belum dilihatnya sosok Bapaknya di sudut manapun di halaman parkir itu.

"Sudah lama, Nduk?"

Suara Bapaknya membuat Gemintang yang sedang berbalas pesan dengan Putri sontak menoleh.

"Belum, Pak. Ayo...mau langsung cari bingkai atau makan dulu?"

"Langsung saja. Ayo. Biar ga kesorean."

Gemintang menyerahkan kunci motor pada Bapaknya. Bapaknya lalu memakai helm yang selalu di bawanya ke keraton kalau dia janjian dengan Gemintang untuk menjemputnya.

"Itu...Den Mas Angger bukannya satu fakultas sama kamu, Mi? Kenal ndak?"

Bapaknya mengangkat dagu sekilas dan tatapannya tertuju pada sesosok pemuda yang keluar dari sebuah mobil dengan membetulkan letak tas di pundaknya. Gemintang sedikit menoleh dan memang melihat Angger menutup pintu mobilnya.

"Satu angkatan juga Pak. Tapi ga akrab. Bapak tahu lah...Gemi ndak punya banyak teman."

"Den Mas Angger minta waktu sama Bapak untuk datang ke galeri, besok Sabtu. Kamu ada acara ndak?"

Gemintang menggeleng. Tadi Putri pamit mau pulang ke Malang hari Jum'at pagi. Dan besok baru Kamis. Masih ada sehari untuk ketemuan. Jum'at tidak ada kelas. Setelahnya otomatis mereka tidak bisa janjian kemanapun seperti biasanya.

"Yo wis ayo naik."

Bapaknya lalu terdiam dan melajukan motor keluar dari halaman parkir keraton. Laju motor mewati kantor Pos Besar, semakin kencang dan berbelok sepanjang Jl. Mangkubumi. Motor lalu sedikit pelan sebelum akhirnya berhenti di depan sebuah toko bingkai langganan Bapaknya. Mereka lalu larut memilih-milih bingkai hingga senja menjelang.

-------------------------------------------------

"Buat apa Mi bawa-bawa akuarium kayak gitu?" Putri mengekor Gemintang yang berjalan sambil memeluk toples ikan berukuran sedang menuju loker mereka. Gemintang tidak menyahut dan Putri akhirnya hanya mengekor hingga mereka sampai dan sibuk dengan loker masing-masing.

"Duuuh...itu surat? Kamu punya pengagum rahasia, Mi? Apa isinya?" Gemintang menepuk pelan punggung tangan Putri yang terulur ingin mengambil salah satu kertas yang sekarang telah berpindah tempat ke dalam akuarium.

"Jangan kepo."

"Tumben kamu perduli, Mi. Kamu udah tahu gitu siapa yang nulis?"

"Kalau aku tahu namanya bukan...apa tadi kamu bilang...pengagum rahasia?"

"Kamu ndak mbales suratnya, Mi?"

"Aku belum merasa terganggu kok. Biarkan saja. Nanti kalau aku sudah risih."

"Keburu kamu jatuh hati, Mi."

"Opo lah. Wis ayo pulang. Apa? Mau ikut ke galeri?" Gemintang menatap Putri yang menatapnya dengan tatapan memohon.

"Jangan ngelihat Bapakku kayak kamu ngelihat roti coklat kesukaanmu itu Put. Kamu tuh...nyebelin."

Putri tertawa keras.

"Bapakmu ngganteng kok Mi. Sayang kalau dilewatkan begitu saja."

Gemintang mencebik keras tapi tak urung dia tertawa dan menarik Putri untuk berjalan keluar dari kampus. Putri memang agak sedikit jelalatan kalau melihat Bapaknya, tapi Bapaknya juga tidak marah atau risih. Jadi semua aman.

Mereka melenggang meninggalkan kampus menuju halaman parkir. Sesaat kemudian motor Gemintang melaju pelan keluar dari halaman kampus.

----------------------------------------
*Caos : Menyajikan makanan langsung pada Kanjeng Sultan. Adalah sebuah tradisi Keraton Yogyakarta yang membuat bangga Abdi Dalamnya karena bisa berinteraksi langsung dengan Sri Sultan.

👑🐺MRS BANG

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

👑🐺
MRS BANG

DARI BALIK KELAMBUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang