Enam Puluh Tiga BU DOSEN DAN RAHASIANYA

2.6K 644 129
                                    

Di rumah kalau pagi nyaris tidak pernah ada makanan yang disajikan dengan estetika. Misal, roti panggang. Ya sudah aja siapin 22 lembar roti tawar, panggang di mesin. Des...Des...Des...oles toping. Tumpuk jadi 1.
Ambil satu-satu plus segelas susu. Bubar jalan semua cari tempat sendiri-sendiri. Secara belajar online kan...akhirnya sarapan bareng itu...hampir mustahil.

*





"Aku sibuk sampai akhir pekan. Ada seminar hari Rabu dan Kamis. Jadi Mas, kamu jangan rewel sama Mbak Wiji. Jangan apa-apa khawatir. Jangan panik kalau Bagus nangis aja. Bayi ya begitu. Nangis belum tentu sakit. Kalau ga nangis baru boleh panik. Duh, Gusti...lah kamu malah lebih ngrepoti dari anakmu, Mas. Lihat...Bagus aja anteng malah Bapaknya yang heboh."

Gemintang selesai memakaikan baju Rahardian Bagus Jatmiko yang anteng sejak tadi. Gemintang lalu menyerahkan bayi itu pada Galih.

"Ya aku kan bukan Dokter seperti kamu, Mi. Wajar kalau aku panik. Takutnya Bagus nangis karena sakit."

Gemintang hanya sanggup menghela napas panjang. "Bisa jadi dia lapar berarti harus nyusu. Atau ada semut di kasurnya..."

"Heh...?" Galih otomatis memeriksa kasur anaknya.

"Misalnya Mas...misal..." Gemintang menjadi gemas sendiri dengan sikap Galih. Dia menatap Mbak Wiji yang baru saja selesai dipakaikan stagen oleh dukun bayi yang setiap hari datang ke rumah itu.

"Boleh bawa laptop ke kamar bayi, Mi?"

"Boleh. Ga papa yang penting jangan dekat-dekat." Gemintang tahu Galih punya banyak pekerjaan terkait bukunya. "Sudah? Telepon aku atau Mas Angger kalau ada apa-apa yang urgent. Aku pergi dulu." Gemintang mencium pipi Bagus pelan.

"Mbaaak..." Gemintang memanggil Wiji dan melambai. Dia keluar begitu Wiji mengangguk. Gemintang berjalan menuju aula dan menghampiri Angger yang sedang menggulung lengan kemejanya.

"Sudah?"

"Sudah Mas. Ayo jalan sekarang."

Gemintang memeriksa tas nya sambil mengikuti Angger yang keluar rumah terlebih dulu. Mereka masuk ke mobil dan meninggalkan kediaman Pananggalih yang memiliki suasana baru. Setiap pagi, semua jendela dibuka lebar-lebar.

"Seminar itu bentrok sama jadwalku Mi. Kamu ga papa pergi sendiri?"

"Ga papa Mas. Nanti juga ketemu yang lain di tempat seminar."

"Hati-hati."

"Iya, Mas."

"Hari Jum'at jadi ke rumah Bantul? Sudah memastikan janji sama Mas Banyu Biru?"

"Belum. Nanti coba aku telepon lagi. Dia bilang aku harus lihat langsung biar sreg itu halaman samping mau dibikin seperti apa?"

"Ga ada di gambar?"

"Bukan. Ada, cuma kemarin aku lihat lagi kok aku pengen bikin tempat bakar-bakaran, gitu. Buat sesekali."

"Huum."

"Kalau selepas Jum'at an mungkin aku bisa antar."

"Nanti aku tanya lagi, Mas."

"Ya sudah. Kenapa?" Angger menoleh sejenak ke arah Gemintang yang memegangi perutnya.

DARI BALIK KELAMBUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang