Delapan Puluh DI AMBANG PUTUS ASA

2.6K 685 103
                                    

Deni Sumargo : Pebasket SombongNiken Arum : Penulis Sombong

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Deni Sumargo : Pebasket Sombong
Niken Arum : Penulis Sombong

Bisa gitu?

Tidak bisa. Aku kalau habis ngomong sombong terus ngakak.
Bakat memang tidak bisa dipaksakan. Pengen sombong kalau ga bakat malah jatohnya lucu. Wkwkkwkwk banget...

*


Hujan sampai terhempas masuk melalui jendela yang terbanting ke tembok berulang kali. Lantai mulai basah namun semua tidak bisa melakukan apapun. Gelegar guruh dan petir membuat semuanya semakin terasa aneh.

Putri ditarik oleh Pak Hilmawan keluar. Suasana mencekam yang sepertinya penuh bahaya itu menyisakan jeda yang sangat lama untuk kepanikan yang dirasakan oleh Angger. Bagaimanapun, menyaksikan Gemintang dicekal seperti itu jelas membuatnya emosi dan marah. Namun dia tidak bisa melakukan apapun. Bergerak sedikit saja, entah seperti apa reaksi Laras? Bicara sedikit saja, entah bermuara kemana pisau bedah berukuran kecil di tangan Laras itu.

Yang terjadi sekarang adalah kebekuan yang menyesakkan. Gemintang menatap Angger dan menggeleng pelan. Gerakan sedikit saja, sayatan akan terjadi di lehernya dan semua bisa menjadi runyam.

Angger menoleh pelan ke arah Mbah Margo yang terdiam. Dan setelah jeda yang cukup lama, akhirnya semua tahu bahwa Laras dan pria tua itu tengah saling menajamkan penglihatan mereka satu sama lain. Di mata Laras seperti ada sebuah tantangan sekaligus sebuah ketakutan yang membuat ekspresi wajahnya pasang surut silih berganti.

Sebuah peperangan batin

Mungkin itu yang sedang dilakukan oleh Mbah Margo dan Laras---atau siapapun itu---, sekarang. Lalu setelah beberapa saat, Laras yang dikuasai kemarahan, justru menangis kencang. Tangisan menyayat yang teredam oleh guruh dan petir.

Angger menarik Gemintang pelan. Bunyi gemerincing pisau bedah terlempar membentur dinding. Banyu Biru memungut pisau itu dan membenahinya ke dalam kotak obat lalu membawanya keluar.

Di ruang tengah, Putri sedang dibantu oleh Pak Hilmawan memeriksa lukanya. Banyu Biru menyerahkan kotak obat kepada mereka lalu kembali lagi ke kamar. Dia berpapasan dengan Gemintang dan Angger yang juga hendak menuju ruang tengah.

"Bagaimana ini, Mas?"

"Dibuat tenang dulu, Ngger. Nanti Simbah yang akan ambil keputusan."

"Oh...nggih Mas."

Banyu Biru mengangguk dan menatap Gemintang yang memegangi lengannya. "Kamu gimana, Gemintang?"

DARI BALIK KELAMBUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang