Dua puluh tiga PULANG

2.9K 654 130
                                    

Siapa dari kalian yang udah baca LEVANTER?

Tulis di sini

Aku ga pernah bilang tapi aku bilang sekarang, aku suka kasih novel yang baru terbit secara random ke beberapa orang. Dan itu aku lakukan sampai sekarang dan semoga seterusnya.

Jadi, ya gitu.

Semoga kalian sehat semua. Jaga kesehatan masing-masing. Situasi seperti ini kita ga bisa saling jaga. Jadi, andalkan diri kalian masing-masing.

Happy reading.

*


Manusia adalah perencana segala sesuatu dalam hidupnya. Namun sekali lagi mereka harus takluk dengan suratan takdir. Kalimat itu sangat klise karena banyak manusia mengalami hal serupa.

Gemintang menatap ibunya lekat. Wanita itu terlihat sangat khawatir.

"Mom aku harus pulang."

"Tapi..."

"Tidak ada tapi Mom. Bapak sakit. Aku akan melakukan hal yang sama ketika kau yang mengalaminya."

Hening. Gemintang melirik Angger yang terdiam dan berdiri mengamati jendela.

"Mom akan membantumu berkemas."

Langkah kaki Gemintang dan ibunya tidak mengusik Angger yang tetap berdiri dan menatap keluar dari jendela. Benaknya berpikir, pulang atau tidak memang opsi pulang tidak perlu membuat Gemintang berpikir lagi. Bapaknya membutuhkan Gemintang sekarang. Walau kekhawatiran ibunya tentang Galih mencuat, toh dimana pun mereka berada, Galih harus dihadapi. Tidak perduli itu di Indonesia atau di Perancis atau di belahan dunia manapun. Mau tidak mau mereka harus menghadapi pria itu.

Angger berbalik dan menuju kamar tidur tamu yang disediakan untuknya. Dia tidak perlu mengemasi apapun karena memang hanya membawa sedikit baju. Angger menghela napas panjang dan mencoba untuk tenang.

"Penerbangan jam berapa Mas?"

Angger mendongak. Gemintang melongok dari pintu. Angger meraih ponselnya dan memeriksa jadwal penerbangan mereka sekali lagi.

"Terakhir Mi. Jam 9."

Gemintang mengangguk. "Sebaiknya kita pergi sekarang Mas. Takut macet."

Angger mengangguk dan beranjak. Dia menatap sekelilingnya walaupun kenyataannya dia belum memiliki ikatan apapun dengan kamar itu karena belum seminggu dia menempatinya. Angger berjalan keluar ke ruang tamu dan mendapati ayah tiri Gemintang yang baru saja menyiapkan mobil untuk mengantarkan mereka ke bandara. Mereka berbincang sambil keluar dari rumah.

Sangat cepat walaupun tidak terburu-buru. Gemintang akhirnya keluar diantar ibunya yang merapatkan jaket dengan wajah khawatir. Mereka berbicara sejenak dan saling peluk sebelum Gemintang menyusul Angger dan ayah tirinya masuk ke mobil.

Meninggalkan Versailles yang sejatinya sudah menjadi kebiasaan untuk Gemintang. Dia sudah mulai terbiasa dengan jalanan di sana. Atmosfer dan ritme hidup orang-orangnya dan juga terbiasa dengan benturan kebudayaan dalam berbagai macam bentuk. Tapi, seorang Bapak adalah pengecualian. Demi pria itu Gemintang harus meninggalkan kebiasaan itu tanpa harus berpikir panjang lagi.

Gemintang menatap jalanan dan mencoba memikirkan hal lain. Kromosom X dan Y dari penciptaan manusia. Yang mana yang dominan dimilikinya? Kromosom X dari ayahnya atau Y dari ibunya?

Gemintang berdeham kecil menepis lamunan tak pentingnya. Mobil berhenti di perempatan dengan jalanan yang lumayan penuh. Gemintang mendongak ketika Angger yang berada di jok depan menoleh menatapnya. Gemintang mengangguk agar Angger tahu dia baik-baik saja.

DARI BALIK KELAMBUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang