Tiga puluh empat AROMA MAYAT

2.6K 717 116
                                    

Gemintang mendengus dalam hati. Dia menatap Angger yang cengengesan dan duduk di sampingnya tanpa dosa.

"Mi..."

"Huum?"

"Kamu kemana tadi?"

"Kapan?"

"Tadi siang."

"Ga kemana-mana."

"Ga ada di klinik kok."

"Kamu ke sana?"

"Iya."

"Mau apa? Kamu sakit?"

"Kangen."

Angger menyentuh dan menekan lengan Gemintang lembut. Gemintang membuang muka. Kalau Angger sedang waras maka itu adalah gombalan paling tidak jelas saat ini. Namun tak urung Gemintang menoleh lagi dan mengamati Angger yang justru balik mengamati wajahnya.

"Kamu sehat Mas?"

"Sehat. Ada apa sih?"

"Kamu yang ada apa. Bukan aku."

"Wah, kamu ga bisa diajak guyonan sekarang Mi."

"Hidupku aja udah seperti dagelan kok Mas. Jangan ditambahi."

Angger menghela napas panjang. Dia menatap pintu penghubung.

"Bapak pergi Mi?"

"Iya. Kan mobilnya ga ada di halaman. Berarti pergi. Kamu juga, kenapa pergi-pergi? Bukannya sibuk?"

Gemintang memberi penekanan halus pada kata sibuk. Nada suaranya menjadikan kata itu bermakna ganda.

"Sekarang sudah jelas semua kok Mi. Tinggal cari cara yang benar-benar ampuh buat lepas."

"Heh?" Gemintang menatap lekat Angger yang terlihat menerawang. "Maksudnya?"

"Bapak sama aku sibuk di pavilliun. Tiap hari aku dicekoki hal-hal ga masuk akal. Tapi aku akhirnya percaya Mi. Percaya sama Bapak."

"..."

"Aku pikir lama-lama aku bisa edan kalau mengikuti apa yang bapak lakukan dua minggu terakhir ini. Tapi akhirnya aku sadar, aku harus nurut apa kata bapak."

"Misalnya?"

"Tidur di bawah."

"Gelar kasur di bawah?"

"Iya. Sampai diukur sama bapak biar benar-benar pas. Tingginya tidak boleh lebih dari 50 sentimeter dari lantai."

"Itu karena apa?" Gemintang berkata serius seakan dia tidak tahu menahu apapun.

"Kata Bapak aku di pelet."

"Oooh..."

"Kamu ga kaget, Mi?"

"Kaget aku Mas." Gemintang memasang wajah terkejut dan menepuk dadanya pelan.

"Kok aku ga yakin ya?" Angger menatap Gemintang lekat dengan mata menyipit penuh selidik.

"Kalau kamu kuat ya ga bakalan mempan."

"Sekuat apapun Mi..."

"Iya sih Mas...yang dipakai melet ayu banget. Wajar kalau kamu ga kuat. Mau minum apa? Wedang uwuh mau? Aku buatin dulu ya?"

Gemintang beranjak dan membiarkan Angger yang melongo menatapnya dengan tatapan tak percaya. Gemintang menghilang di balik pintu penghubung dan berjalan ke dapur. Di sana Putri sedang memanaskan air dan sepertinya ingin membuat mie instan.

"Mas Angger sepertinya biasa aja Put."

"Yang seperti itu kan naik turun Mi seperti orang sakit panas. Diobati sembuh, tapi kalau belum ketemu sumber penyakitnya ya akan muncul lagi."

DARI BALIK KELAMBUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang