J chapter 17 - kencan?

Start from the beginning
                                    

"Yah ca, bikin down aja"

Gisca tertawa "Nyokap lo pasti akan bilang kayak gitu biar lo ga merendah. Dalam hatinya pasti tetep ngatain, kok badan anak gue gede amat kayak gajah"

"Untung lo temen gue, bukan..." Je menggantungkan pernyataannya.

"Bukan apa?"

"Bukan nyokap gue"

"Gini-gini gue calon nyokap, loh" Gisca menengok ke arah Je.

"Semua cewek juga calon nyokap, kali" Je memilih melihat gajah daripada memandang Gisca.

"Calon-" omongan Gisca terpotong oleh omongan Je "Apa? Mau gombal calon nyokap dari anak-anak gue?"

"Tadinya mau bilang gitu, tapi ga jadi. Gue mau suami gue orang, bukan gajah" Balas Gisca sinis.

"Heh!" Je mengambil posisi tangan menyentil kening Gisca, tapi Gisca keburu menghindar. Bahkan Gisca sudah lebih dulu menyentil kening Je.

"Anjir. Sakit" Je mengusap keningnya.

"Lemah" Gisca menjulurkan lidahnya. Je refleks memegang pipi Gisca dan mengarahkan padanya. Mulanya niatnya mau menangkup pipi kanan dan kiri Gisca dan membentuknya seperti ikan, tapi niatnya berubah ia jadi teringat kejadian di pendopo Pantai Pangandaran.

Je menggelengkan kepalanya segera mengusir ingatannya, semakin mengingatnya membuat Je ingin mengulangi kejadian tersebut. Untungnya keadaan di taman safari yang dikelilingi oleh banyaknya anak kecil dapat membantu menghilangkan pikiran anehnya itu. Tangannya ia lepaskan dari pipi Gisca dan melanjutkan menonton pertujukan gajah tersebut.

Setelah menonton elephant show, Je dan Gisca pergi ke safari theater, dolphin show, dan tidak ketinggalan menyambangi dua panda lucu Hu Chun dan Cai Tao. Selama berkeliling taman safari mereka berdua tertawa lepas dan beberapa kali saling menggoda dan menjahili satu sama lain. Tanpa mereka sadari beberapa kali tangan mereka bergandengan dan bahkan berangkulan seperti sepasang kekasih.

Hari mulai sore, Je dan Gisca menyudahi agenda bermainnya di taman safari "Ngapain jongkok disini? Ayo jalan lagi" Nampaknya Gisca kelelahan sehingga ia berjongkok tepat disebalah tempat sampah. Je terus membujuk Gisca sampai bilang mengancam akan meninggalkannya.

"Capek" Gisca cemberut sambil berjongkok. Rambutnya yang semula terurai rapih kini sudah berantakan dicepol asal menyisakkan beberapa helai anak rambut di depan kening dan kanan kiri wajahnya.

"Jalan dikit lagi, ya. Bentar lagi sampai parkiran" Je terus membujuk Gisca yang masih berjongkok sambil mengerucutkan bibirnya. Je berjalan mendekati Gisca "Masa segini doang tenaga lo, dikit lagi sampai parkiran. Ayo, biar lo cepet istirahat" Je menarik kedua tangan Gisca dengan tangannya. Setelah Gisca berdiri berhadapan dengan Je, Je merapihkan sisa rambut Gisca yang tidak terkuncir, yang berlalu lalang diwajahnya.

"Gendong" Rengek Gisca mulai manja.

"Ga ada gendong gendong!" Je manarik paksa tangan Gisca dan dengan terpaksa pula Gisca mengikuti langkah Je dengan gontai.

Sesampainya di parkiran Je membukakan pintu mobil penumpang untuk Gisca terlebih dahulu. Gisca yang diperlakukan seperti itu merasa heran 'Tumben bukain pintu, kayanya kesambet setan gajah si Je'

Setelah Gisca duduk dan Je memasuki mobil, Je meraih sabuk pengaman Gisca dan memakaikannya. Ketika Je berada dihadapannya Gisca menahan nafas entah untuk apa. Gisca terus menatap Je sampai Je manyalakan mesin mobil.

"Why?" Je yang merasa ditatap mengajukan pertanyaan. Gisca menggelengkan kepalanya dengan cepat kemudian mengarahkan pandangannya ke depan.

Tujuan terakhir dari wisata Je dan Gisca hari ini adalah memakan sate maranggi di puncak. Sambil menunggu pesanannya datang Gisca pergi ke kamar mandi untuk membenahi dirinya yang sangat berantakan. Ia menyisir, mencuci muka, mempoles bedak dan lipstik, juga menyemprotkan minyak wangi. Tampilannya kini jauh lebih segar. Sekembalinya Gisca ke meja Je terpesona dengan perubahan kilat yang Gisca lakukan.

JOMBLO!Where stories live. Discover now