(26) Ketetapan Hati

Start from the beginning
                                    

"Iya. Sudah nggak sakit. Kamu sendiri? Dari tadi ke sininya?"

"Enggak kok. Baru aja nyampek."

Rayhan manggut-manggut mengerti. Sementara Karin lanjut menyahut, "Mas. Aku boleh nanya sesuatu?"

"Boleh," jawab Rayhan singkat.

Karin terlihat tengah menarik napasnya dalam-dalam sebelum bertanya.

"Kalau misalkan kamu sembuh nanti, apa hal pertama yang ingin kamu lakukan?" tanya Karin. Ia terlihat tak sedang bercanda.

Rayhan memutar bola matanya, berpikir sejenak sebelum menjawab pertanyaan yang Karin berikan.

Karin tampak serius. Jadi Rayhan pun tak ingin sekedar asal menjawab. Meski ia sendiri tak tahu mengapa tiba-tiba Karin menanyakan hal itu.

Kini Karin telah duduk di kursi samping ranjang Rayhan. Ia lalu mengambil tangan Rayhan kemudian menggenggamnya.

"Menikahlah denganku Mas!" serunya tiba-tiba. Ekspresinya datar, menggambarkan keseriusan yang meragukan.

Rayhan pun tersentak, matanya sontak menatap Karin sendu. Baru saja ia hendak menjawab pertanyaan Karin, tapi telah Karin dahului dengan ucapan yang membuat hati Rayhan terenyuh.

Terlihat jelas kesedihan di balik iris mata Karin. Ucapannya mengandung asa yang tak benar-benar ia ucapkan dengan tulus.

Rayhan lantas mengukir senyuman menenangkan di bibirnya, ia lalu mengusap pipi Karin dengan sebelah tangannya kemudian berkata, "Tentu saja. Kita akan segera menikah setelah aku sembuh."

Degghh

Karin pun tak mampu menahan air matanya. Hatinya teriris mendengar kalimat yang Rayhan lontarkan, ia seolah ingin percaya bahwa ucapannya itu tulus. Namun sekali lagi Karin tak bisa mengelaknya, kenyataan bahwa Rayhan tak sungguh-sungguh mengucapkan hal itu dari lubuk hatinya yang terdalam. Karena Rayhan tak mencintainya.

Ya. Karin tahu betul itu. Karin tahu betul kalau orang yang sebenarnya ingin di nikahinya pasti bukan dirinya. Apalagi setelah mengetahui Rayhan menitikkan air matanya setelah bergumam maaf saat gadis yang ia cintai telah di usirnya tadi.

Ia tahu, Rayhan meringis sakit bukan sepenuhnya karena luka jahitnya yang terkelupas, namun karena ia sudah bersikap jahat pada Veily.

Hatinya pasti tersayat sendiri saat ucapan yang begitu memekakkan telinganya itu harus ia lontarkan dari mulutnya.

"Terima kasih." Karin lalu berujar pelan sambil sesenggukan.

Rayhan seka air mata yang turun dari pelupuk mata Karin, lalu ia benamkan wajah Karin dalam pelukannya.

"Maaf sudah banyak membuatmu menderita." Rayhan pun ikut meneteskan air mata. Ia begitu menyesal karena tak mampu membuat kekasih yang masih di anggapnya sebagai sahabat itu bahagia.

Karin begitu tulus mencintainya, ia merasa sangat berhutang budi atas semua yang telah Karin korbankan untuk dirinya.

"Maksudku, terima kasih karena telah berniat mengabulkan permintaanku." Setelah sedikit tenang, Karin pun melepaskan pelukan Rayhan. Ia keringkan lagi pipinya dari tetes air mata yang tersisa.

Mendengar ucapan Karin, alis Rayhan terpaut seketika. "Maksud kamu? Tentu saja aku akan mengabulkannya... Bukankah itu memang tujuan kita?" sergah Rayhan penuh tanda tanya.

Kini ia tengah bersusah payah menegakkan kembali tubuhnya yang sedari tadi terbaring di atas ranjang.

"Tidak, Mas. Itu tujuanku, bukan tujuan kita," kilah Karin penuh penekanan. "Aku tidak mau kamu menikahiku karena belas kasih."

SO PRECIOUS (PART COMPLETE)Where stories live. Discover now