Chapter 8 - My Kiss

12.6K 499 4
                                    

Laura terjaga ketika mendapati bunyi asing. Seperti bunyi ponsel. Itu bukan suara ponsel Laura, Lalu, ponsel milik siapa?

"Halo."

Deg.

Suara itu. Laura tidak asing dengan suara itu. Laura membuka matanya dan loncat dari kasur ketika ia menyadari ia tidur bukan dikamarnya. Dan lebih parahnya, ia tidur dengan lelaki lain. Xavier menutup teleponnya dan menatap geli Laura yang sekarang sedang menutupi 'bagian' yang mungkin sensitif.

"Kau sedang apa, huh?" tanya Xavier.

"Ini mimpikan? Kenapa kau dimimpiku? Ini dimana?" Laura mengabaikan pertanyaan Xavier. Ia mengamati sekeliling dengan raut pias.

Xavier berjalan maju, mendekati Laura.

"Apa amnesia menjadi hobi barumu sekarang?" Laura berjalan mundur, tanpa sadar. Hingga punggungnya membentur tembok.

Xavier mengunci tubuh laura dengan kedua tangannya, "Kau ini kenapa hmm?"

"Ah, aku jadi ikutan membayangkan apa yang sedang ada di dalam pikiran kepala cantikmu ini honey. Bagai mana jika kita langsung mempraktekan saja?"

Xavier mendekatkan wajahnya. Laura memejamkan matanya. Hidung mereka bersentuhan. Hingga, semua rencana Xavier hancur ketika ponselnya kembali berbunyi. Xavier mengeram. Laura bernafas lega. Ia mengumpat, siapapun itu, Xavier berjanji akan memecatnya. Bernai-beraninya mengganggu waktunya.

"Hallo!!" bentak Xavier.

"Hai Son, ini Daddy. Kau terdengar kesal? Apa ada masalah disana?"

Xavier menghela nafas, "Ada apa menelepon, Dad?" mengabaikan pertanyaan Ayahnya.

"Ku dengar kau di Barcelona bersama kekasihmu. Kau tidak ada minat untuk memperkenalkannya pada Daddy?"

"Daddy berada di kota yang sama denganku?" tanya Xavier.

"Iya Son. Daddy di Mansion your Grandpa. Datanglah, ku tunggu kehadiran kalian." Sambungan terputus.

Xavier kembali meletakkan ponselnya di meja nakas. Ia membalikkan tubuhnya dan tidak mendapati Laura di tempatnya.

"Laura?!" Xavier memanggil, namun tidak ada respon.

Kecemasannya bertambah ketika pintu kamar terbuka. Tanpa menunggu ia berlari keluar untuk mencari Laura. Masa bodoh dengan tampilannya saat ini. Yang ada dipikirannya hanya 'menemukan Laura'

"Mr. Roberta ada yang bisa saya bantu?" tanya salah satu pelayan ketika mendapai raut wajah Xavier yang panik.

"Kau tahu dimana Laura?" ucap Xavier tenang. Ralat, mencoba tenang.

"Miss Laura? Bukankah sema-"

"TINGGAL BILANG IYA ATAU TIDAK !!" bentak Xavier.

Pelayan pria itu terkejut, namun mencoba tenang kembali. "Tidak Mr.Roberta."

Xavier menghela nafas dan berlari keluar hotel. Ia tidak habis pikir. Apa yang dipirkan Laura sehingga dia kabur. Mengingat ia menculik Laura. Ada kemungkinan ia marah padanya. Lalu ia mencoba pergi tanpa memberi tahu Xavier. Helaan nafas keluar, ketika Xavier benar-benar tidak mendapatkan tanda-tanda keberadaan Laura. Ia mencoba tenang. Memikirkan hal yang bisa menemukan Laura. Seperti ponsel yang dengan mudahnya--

 Tunggu! Ponsel? Ahh iya, Xavier membutuhkan ponselnya, ia bergegas kembali menuju kamarnya dan menemukan pponselnya untuk menghubungi detektif kenalannyaKetika ia sudah di dalam Xavier terperanjat dengan apa yang ia lihat. Marah, senang dan lega bercampur menjadi satu. Ia berjalan menghapiri Laura dan langsung memeluknya erat. Laura yang mendapati perlakuan mendadak itu tertegun. Ia tidak tahu apa yang terjadi. Tapi melihat dari raut muka Xavier tadi, Laura yakin ada yang di cemaskan pria itu.

"Kau kemana saja Laura? Aku mencarimu," ucap Xavier ketika ia sudah melepaskan pelukannya.

Laura tersenyum bingung, "Aku baru dari kamar mandi," jawab Laura polos.

Astaga! Betapa bodohnya Xavier hingga tidak memperhatikan hal sekecil itu. Ia terus merutuki keteledorannya.

"Kupikir kau kabur, Laura."

"Kau pikir aku segila itu huh? Pergi keluar, ah maksudku kabur tanpa membawa apa-apa? Apa kau lupa kalau kau menculikku dan aku tidak membawa ponsel ataupun barang berharga, hah?" Laura tidak habis pikir dengan pemikiran si bruang laut dihadapannya ini.

Butuh beberapa detik bagi Xavier untuk menyadari apa yang sebenarnya Laura bicarakan. Karena Xavier benar-benar tidak bisa terfokus dengan ucapan gadis dihadapannya. Ia malah terfokus dengan bibir Laura yang terlihat menggoda.

"Lalu, kenapa pintu kamarnya terbuka?"

"Tadi Taylor membawakan paperbag. Aku tidak tahu apa isinya, aku belum membukanya."

Pandangan Xavier benar-benar terfokus pada bibir Laura. Dan di detik selanjutnya, entah sadar atau tidak Xavier menciumnya. Mencium bibir Laura yang sedari tadi menggodanya. Di detik itu pula, Laura tidak bisa berkutik. Ia benar-benar specheless dengan perbuatan Xavier.

Oh gosh! He kiss Laura!!

Kesadaran Laura kembali sebelum Xavier sempat melumat bibirnya. Ia mendorong keras-keras tubuh Xavier.

"Xavier.." lirih Laura.

"Berani-beraninya kau menciumku hah!" teriak Laura sembari memukuli Xavier.

"Hei, hentikan hei. Aduh sakit tauu." Dengan sigap Xavier mencekal kedua tangan Laura.

"Kau ini kenapa sih? Seperti baru pertama dicium saja."

Tak ayal itu membuat Laura semakin berang. Ia benar-benar tidak bisa menolerin perlakuan Xavier kali ini.

"Aku benar-benar membencimu Xavier. Sekarang lepaskan aku. Aku muak berada di dekatmu, apa lagi melihat muka jelekmu."

Ucapan Laura membuat Xavier tersenyum miring. "Bukankan seharusnya semua wanita senang bisa merasakan manisnya bibirku? Bisa melihat wajahku tanpa mengeluarkan biaya sepersenpun? Bukankah begitu Miss Soedjono?"

Kekesalan Laura semakin bertambah. Dia pikir Laura termasuk kedalam list 'wanita' yang ia maksud.

"Iya, semua wanita, terkecuali aku tentunya. Listen bastard, aku bukan salah satu dari wanita yang kau maksud. Dan sekarang aku muak. Lepaskan tangan jelekmu itu atau ku tendang 'masa depanmu' itu." Dan sepertinya Xavier baru menyadari bahwa Laura benar-benar marah padanya. Ketara dari muka Laura yang memerah menahan luapan amarah. Ia melepaskan cekalannya dan membiarkan Laura pergi ke kamar mandi lagi.

Di dalam kamar mandi Laura menatap bibirnya di cermin. Walau tidak ada lumatan di dalam ciumannya, tetapi tetap saja masih terasa bibir Xavier yang menyentuh bibirnya beberapa menit yang lalu. Laki-laki jelek itu benar-benar berengsek. Dan pemaksa. Tentunya. Jika Laura bisa melawannya sedikit, sudah bisa dipastikan dia tidak terjebak di Barcelona bersama lelaki Bastard itu. Dan ia tidak akan kehilangan first kissnya.

Laura sangat menyayangkan ciuman pertamanya, sungguh ia sangat mengidamankan ciuman pertamanya akan berlangsung di tempat yang romantis. Dengan banyak lampu warna-warni, jangan lupakan bunga kesukaan Laura. Sebut saja dinner romantis. Dengan lelaki yang ia cintai dan juga mencintainya. Bukan Bastard macam Xavier. Laura membasuh mukanya di wastafel dan selanjutanya ia memandang wajahnya di cermin.

Good, sekarang satu sama untuk point mu Xavier.

***

Hope you like it. 

Don't forget to vote, comment and share to your friends. Okay.

Love and Big Hug

Nina Eng (@chicade_primavera)

The Charm Of A Bastard (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang