Chapter 7 - The Winner

11.7K 524 5
                                    

Laura terjaga ketika Xavier membangunkannya.

"Sudah bangun wanita udik? Ayo, keluar" ujar Xavier.

Laura menggertakkan giginya karena Xavier terus menyebutnya wanita udik. Ia begitu lelah. Lelah untuk berdebat dengan Xavier.

"Pakai ini" Xavier menyerahkan Mantel yang lumayan hangat. Laura menerimanya, karena ia kedinginan. Mengingat ia hanya menggunakan kaos putih tipis.

Xavier menarik lengan Laura, membawanya kedalam lift dan kemudian berakhir di atap gedung. Di depan mereka sudah terpampang satu helikopter.

"Helipad sudah siap tuan," ujar salah satu bodyguard berpakaian serba hitam

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Helipad sudah siap tuan," ujar salah satu bodyguard berpakaian serba hitam.

"Recuérdele a Taylor que se haga cargo de todo en Barcelona de inmediato," jawab Xavier dengan bahasa yang Laura mengerti. Dan bodyguard tadi mengangguk.

Xavier menarik kembali tangan Laura. Menyuruh Laura untuk naik ke helicopter dan mengabaikan semua pertanyaan yang Laura lontarkan.

"Kau masih kedinginan?" Laura langsung menatap Xavier horror.

Pertanyaan macam apa itu? Apa dia buta, sehingga tidak bisa melihat pakaian macam apa yang Laura kenakan?

"Kau pura-pura tuli atau-" ucapan Xavier terpotong.

"Kau pura-pura buta atau benar-benar buta? Masih bisa bertanya seperti itu ketika aku hanya mengenakan pakaian seperti ini?" keapala Laura benar-benar mendidih.

Xavier hanya menghembuskan nafas. Ia menyadari, seharusnya ia menyuruh Laura untuk mengganti pakaiannya terlebih dahulu. Selama perjalanan, Laura tertidur. Betapa lelahnya wanita itu sehingga tidak bisa menahan kantuknya. Sementara Xavier, ia sibuk dengan laptop, ponsel dan beberapa kertas. 

Begitu Laura terbangun, ia malah terdampar di tempat yang Laura tidak tahu dimana. Ia menoleh di sekeliling, mencari sosok Xavier yang belum juga tertangkap matanya. Ia baru menyadari, langit masih terlihat gelap. Sontak itu membuat Laura terperanjat. Kepala Laura mulai berkelana memikirkan hal-hal yang mengerikan.  Apa ia diculik lalu dibuang di sebuah tempat terpencil ini oleh Xavier? Astaga, jadi benar jika Xavier membawanya dan membungnya? Laura merinding mendengar jeritan hatinya.

"Kau sudah bangun?" Laura bernafas lega. Pemikiran buruknya langsung hilang begitu mendengar suara Xavier.

"Kita ada dimana?"

"Ayo turun, aku lelah. Kurasa aku butuh istirahat." Xavier kembali turun, ia tidak menghiraukan pertanyaan Laura.

"Jawaban macam apa itu. Aku bertanya, kita sedang dimana? Bukan bertanya, bagaimana keadaanmu bodoh!" Laura kesal, ia berjalan mengikuti Xavier.

"Heh, tuli!" teriak Laura sembari melemparkan sendal rumahannya ke arah Xavier.

"Hei!" Xavier memegang kepalanya. Tidak sakit sih, tapi Xavier terkejut.

"Aku serius Xavier, kita ada dimana?" Erang Laura frustasi.

Xavier berjalan mendekati Laura sembari membawa sendal Laura, "Kau ini amnesia atau sedang berakting lupa ingatan sih? Semalam aku kan sudah bilang, kalau aku akan ada meeting di Barcelona selama satu minggu. Berarti kita sedang berada di Barcelona"

Mendadak Laura terdiam. Ia jadi salah tingkah karena rasa malunya. Xavier menghembuskan nafas kasar, ia kembali berjalan meninggalkan Laura yang tiba-tiba nyengir. Tak lama kemudian, Laura mengekor di belakang Xavier.

Sepanjang berjalan, Laura terus mengamati setiap inci bangunan. Dan di saat itu ia baru menyadari bahwa helikopter tadi mendarat di atap hotel. Laura terkagum-kagum dengan desain hotel, begitu mewah. Kedatangan mereka di dalam hotel disambut oleh dua pelayan wanita. Pelayan tersebut memberi tahu bahwa kamar sudah siap dan Xavier menjawab dengan formal. Laura tidak habis pikir, apakah Xavier selalu terihat seformal ini, sedangkan semalam ia baru saja menemui Xavier yang seperti orang gila, berteriak-teriak di depan rumahnya. Kedua pelayan tadi pamit dengan sopan. Xavier membuka pintu kamar dan masuk kedalamnya, diikuti dengan Laura. Sesampainya di dalam kamar, ia bingung mau berkata apa ketika ia hanya melihat satu kasur berukuran besar.

"Kau hanya pesan satu kamar, Xavier?" tanya Laura, tidak melepaskan pandangannya pada kasur.

"Tidak ada kamar kosong lagi" jawab Xavier.

Laura menaikkan satu alisnya, meragukan ucapan Xavier barusan. Pasti Xavier berdusata padanya. Hotel sebesar ini tidak mungkin kehabisan stok kamar. Terkecuali kalau Xavier memang benar-benar membohonginya. Sekarang Laura benar-benar yakin jika ini hanya akal-akalannya. Dasar bastard, men cari kesempatan dalam kesempitan. Detik kemudian Laura menyunggingkan senyum ketika sebuah ide melintas di pikirannya.

"Oke kalau begitu," ucap Laura santai sembari menaiki kasur.

Diluar dugaan Xavier. Ia kira Laura akan mengajaknya berdebat. Karena itu yang Xavier tunggu. Berdebat dengan Laura adalah hal yang menyenangkan dan akan Xavier jadikan sebagai hobi barunya. Xavier menyilangkan kedua tangannya di depan dada sembari menghadap Laura yang tengah sibuk menata bantal.

"Kau yakin mau tidur satu kasur denganku?" tanya Xavier.

Laura hanya mengangguk.

"Kau tidak takut?" tanya lagi.

Laura menghentikan aktivitasnya dan menatap Xavier, "Untuk apa takut? Kau bukan singa, hantu ataupun beruang. Kecuali jika kau ingin menjadi salah satunya, seperti beruang laut misalnya," goda Laura sembari memainkan telunjukna di dagunya.

Xavier memutar bola matanya. Ia tahu julukan itu. Ia sudah bisa menebak dengan pasti, siapa lagi jika bukan Grandma yang memberi tahunya. Kedua bola mata Xavier terus memperhatikan gerak-gerik Laura yang  menaruh guling tepat di tengah kasur.

"Ini adalah wilayahku dan itu adalah wilayahmu," ujar Laura dengan menunnjuk sisih kanan dan kiri kasur. Xavier tidak percaya. Ia tidak terima dengan pembagian wilayah diatas kasur itu. Sangat tidak adil.

"Kau ingin menjadikanku mayat? Kau pikir aku tidak butuh gerak dalam tidur? Dan tempat sekecil itu mana cukup untukku?" protes Xavier sembari berniat menggeser guling, namun ditepis oleh tangan Laura.

"Kalau kau tidak terima, tidur saja di lantai. Lagi pula, lantainya juga lebih luas dari kasur ini. Jadi kau bebas bergerak saat tidur," dan selanjutnya Laura mengambil posisi membelakangi Xavier.

Xavier mengacak rambutnya. Ia pasrah dan mengambil posisi tidurnya. Niatnya menggoda Laura gagal. Ia baru sadar jika wanita itu tidak sepenuhnya bodoh. Disisih lain, Laura tersenyum geli. Ia tahu bahwa Xavier ingin membuatnya kesal dan berakhir dengan berdebat yang nantinya membuat Laura jengkel. Namun ini malah sebaliknya.

'Xavier Xavier, sepertinya kau salah mencari musuh. Now i'm the winner!!' Sorak girang hati Laura.

***

Hope you like it!

Jangan lupa komentar, vote dan share ke temen kalian yaa...

Love and Big Hug
Nina Eng

Ayoo follow akun Instagram aku: 

The Charm Of A Bastard (REVISI)Where stories live. Discover now