"Kenapa? Kenapa tidak bisa? Apa karena Mbak Karin?" tanyaku gopoh menanggapinya. Aku menuntut penjelasan.

"Bukan hanya karena itu, Vei," balas Rayhan mencoba menenangkan suasana yang seketika menegang ini.

"Aku juga tidak ingin kamu lebih menderita dari yang sekarang, jika kamu tidak bisa berhenti menyukaiku nantinya. Jadi sebelum terlambat...." ucapannya ia jeda. Ia tarik napasnya dalam-dalam sembari membelalakkan matanya lebar dan mengerjapkannya beberapa kali agar ia tak sampai menangis sebelum melanjutkan kalimatnya. Sementara aku disini harap-harap cemas menantikan kelanjutannya.

"Segera lupakan aku!" Rayhan pun berhasil mengakhiri kalimatnya tanpa air mata.

Dia malah mengembangkan senyuman yang mungkin terpaksa ia perlihatkan padaku. Dan ternyata, kalimat yang ku tunggu-tunggu sejak tadi telak membuatku terdiam membisu. Ini tak masuk akal.

Bukannya mendapat penjelasan, ia malah seenaknya sendiri memutuskan kemauannya. Emosiku pun tersulut keatas memenuhi ubun-ubun.

"Lalu apa arti pengakuan Bapak tadi? Kenapa Pak Rayhan bilang kalau Bapak menyukai saya, jika bapak tidak bisa memberikan rasa itu untuk saya? Apa alasannya, Pak? Jawaban bapak itu, sama sekali tidak menjelaskan apapun." Aku menghakiminya dengan amarah yang berapi-api.

"Itu sudah jelas, Vei. Tidak ada yang perlu di bahas lagi!"

"Belum Pak, saya ingin mengetahui jelas alasan Pak Rayhan mengapa Bapak berbohong kepada saya? Dan kenapa Pak Rayhan malah bertunangan dengan Mbak Karin kalau Bapak menyukai saya?"

Sejenak Rayhan terdiam, sepertinya dia juga menyadari kesalahan yang diperbuatnya. Ia lalu menarik napasnya dalam-dalam dan mencoba untuk tenang.

"Baiklah. Benar, aku menyukaimu. Tapi aku tidak bisa meninggalkan Karin. Dia segalanya bagiku."

Dia menghela napasnya lagi.

"Sudah puas dengan jawabanku?" tanyanya menekan, memperjelas.

Kali ini aku benar-benar tak mampu berkata apapun. Sungguhkah alasannya memang itu? Aku masih tak mengerti, memangnya ada perasaan seperti itu? Dia menyukaiku, namun dia menganggap orang lain lebih berharga dari orang yang ia sukai. Pemikiran ini sangat menggangguku. Sangat-sangat mengganjal di pikiranku.

Rayhan lantas melenggang pergi tanpa menunggu jawaban dariku.

"Ah iya." Langkahnya terhenti. Ia berbalik lagi kearahku yang tengah terdiam mematung memandang arah yang tak jelas.

"Lusa aku akan bertunangan dengan Karin. Aku harap kamu bisa menerima semua ini. Aku akan segera melupakanmu, jadi kamu juga harus melupakanku," jelasnya memperingati.

Namun baru saja dia hendak membalikkan badan untuk melanjutkan langkahnya yang terhenti, kakinya seketika kelu tak berkutik setelah mendengar kata-kata dariku.

"Tidak mau," tolakku sinis. Aku menolehkan kepalaku ke tempat dia berdiri untuk memberinya tatapan tajam.

"Saya tidak akan pernah berhenti mengganggu Bapak." Aku menekankan kalimatku yang sudah menyerupai sebuah ancaman itu.

Rayhan terkejut, benar-benar terkejut dengan apa yang barusan dia dengar dari mulutku. Ia hendak membalas dan berbicara namun tertahan karena telah ku dahului.

"Ini semua salah Bapak. Saya tidak akan membiarkan Bapak melupakan saya begitu saja...

"Terlebih lagi, Bapak juga bilang kalau Bapak menyukai saya, kan? Jadi saya akan merebut Bapak dari Mbak Karin," tambahku panjang lebar.

Alisku terpaut rapat, wajahku memerah penuh amarah. Pandanganku sangat sinis kepadanya. Itu sebuah ancaman. Sebuah peringatan untuk Rayhan yang sudah berani-beraninya membuat hatiku terombang-ambing.

SO PRECIOUS (PART COMPLETE)Where stories live. Discover now