"Rapalan anti hantu?"

"Tidak akan ada satu pun hantu yang bisa melewati rapalan itu. Cukup bagus untuk perlindungan. Hanya para undertaker yang bisa melakukannya."

"Nggak."

Nael terlihat tak menduga Suri akan langsung menolak. "Kenapa?"

"Karena rumah ini bukan cuma rumahku. Bukan cuma rumah Ayah dan abang-abang. Rumah ini juga punya Wati, Melly dan Mpok Jessica. Aku nggak bisa melarang mereka masuk kesini."

"Oriana Suri Laksita,"

"Pokoknya aku nggak mau. Dan soal bahaya, kayak yang kamu lihat tadi, Wati sama Melly bisa kok melindungi aku."

"Melindungi?" Nael membalas masam.

"Mereka cuma kalah jumlah tadi." Suri beralasan.

"Sori," Wati mendadak memotong pembicaraan. "Tapi menurut saya, kayaknya apa yang dibilang sama Mas—ehm—Noir ini benar. Mending dipasang. Saya sama Melly bisa mengungsi kemana kek gitu buat sementara waktu."

"Kalau aku bilang nggak, berarti nggak." Suri menegaskan.

Nael masih terlihat enggan, tapi akhirnya dia berujar, "Aku menghargai keputusan kamu. Tapi kalau ada apa-apa, kamu harus hubungi aku. Nomor ponselku sudah kamu terima, kan? Hubungi aku jika ada masalah."

"Tapi katanya nomor itu cuma berfungsi kalau kamu lagi ada di dimensi manusia?"

"Aku akan sering berada di dimensi manusia, setidaknya untuk beberapa bulan ke depan. Ada banyak masalah yang harus diselesaikan, karena apa yang Blanc lakukan tidak hanya berpengaruh pada kamu, tapi juga pada alam semesta secara keseluruhan. Bahkan pada dimensi makhluk-makhluk ghaib."

"Oh."

"Kamu mengerti?"

"Nggak. Tapi kalau aku bilang aku nggak ngerti, kamu pasti kesal. Jadi aku pura-pura ngerti aja." Suri terkekeh, membuat Nael tertunduk untuk menyembunyikan seulas senyum yang diam-diam merekah di wajahnya.

"Kamu masih saja lucu." Nael menatap Suri, lalu tangannya terulur dan secara tidak terduga jatuh di pipi gadis itu. Suri hampir saja tersentak, karena tangan Nael terasa begitu dingin. Pucat, seperti dia baru saja menggenggam es batu. "Mungkin ini adalah salah satu alasan kenapa aku memutuskan untuk membuka penyamaranku waktu itu demi membantu kamu. Karena kamu memang murni dan tidak pantas diadili tanpa keadilan."

Suri nyengir. "Tapi by the way, Nael, bisa nggak kalau ngehubungin aku, jangan pake simbol-simbol dan emoji alay."

"Alay?"

"Alay tuh kayak... aneh... norak... memalukan. Gitu-gitu, deh."

"Kata Sombre, itu keren."

"Buat aku, itu alay."

Sombre yang sedang duduk di atas kursi meja rias langsung melotot—di depannya, beraneka pernak-pernik milik Suri mulai dari kutek hologram hingga phone case glitter yang sudah lama tak terpakai kini berjajar serupa barang dagangan di pasar loak. "Buatku itu keren."

"Alay, tau."

Sombre menatap tidak puas. "Selera kamu payah."

"Terserah, deh." Suri mendengus, lalu beralih kembali pada Nael. "Aku mau nanya sesuatu tentang Blanc. Boleh?"

"Aku akan menjawab apa yang bisa aku jawab."

"Berarti boleh." Suri tersenyum lebar. "Apa memang sesusah itu nemuin dia?"

"Hm?"

"Kamu hitam, dia putih. Kalian berlawanan. Bukannya yang berlawanan bakal saling tarik-menarik? Contohnya aja kayak Abang Calvin. Dia hitam. Dia tarik-menarik sama Kak Khansa yang putih. Harusnya kalian sudah saling tarik-menarik, mendekat dan ketemu. Kayak kutub magnet."

NOIRDove le storie prendono vita. Scoprilo ora