14. Jangan Ganggu Dia

5.3K 447 33
                                    

Lebih baik kamu marah daripada kamu nangis. Kalau kamu marah, kamu boleh pukul saya sepuasmu. Tapi jangan nangis. Itu bikin saya gak tahan pengen peluk kamu.

-Rafardhan Widan Shakeel-

Byan sudah menunggu nunggu waktu kelas berakhir. Setelah mendengar ucapan Bu Linda yang mengharuskan cowok itu mendekati Sheeva demi nilai fisikanya yang buruk. Rasanya, Byan ingin buru-buru ke perpustakaan sekarang.

Bukan untuk membaca buku tentunya, ia ingin segera menemui Sheeva yang sekarang berada di perpustakaan. Ingin mengganggu Sheeva seperti biasa. Membuat wajah cewek itu merah padam setiap kali menahan emosi. Pasti lucu.

Byan berdiri bersender di pintu keluar perpustakaan dengan tubuh menyilang. Senyum terbit di bibir Byan membayangkan reaksi Sheeva ketika melihatnya yang sudah menunggu di ambang pintu perpustakaan.

Sejak hari di mana Pak Sutis memberikan tugas kelompok bersama Sheeva. Byan seperti mulai menikmati permainannya. Melihat Sheeva marah dengan wajah yang merah padam membuat perutnya geli dan selalu ingin tertawa.

Begitu melihat Sheeva yang berjalan bersama Rafa senyum Byan bertambah lebar. Sepertinya permainan hari ini akan lebih mengasikan jika ada Rafa. Karena sekarang Byan juga sangat ingin melihat reaksi cowok itu ketika Byan mengganggu Sheeva.

"Hai, Sheeva." sapa Byan dengan senyum tulus.

Mata Sheeva membelalak melihat cowok yang sekarang menghalangi jalan di pintu keluar. Cewek itu mengerjap dua kali seperti tidak percaya apa yang dilihatnya sekarang.

Satu, Sheeva tidak percaya bahwa harus menghadapi manusia itu sepagi ini. Kedua, Sheeva tidak percaya bahwa cowok itu sekarang menyusulnya sampai perpustakaan. Dan ketiga, Sheeva tidak percaya cowok itu datang kalau hanya untuk menyapanya.

"Mau ngapain lo?" Ketus Rafa.

"Gue gak ngerasa nyapa lo deh. Gue nyapa Sheeva. Apa sekarang nama lo berubah jadi, Sheeva?"

Begitu mendengar jawaban Byan, Rafa bergerak dua langkah maju dan membuat jarak di antara mereka tersisa berapa senti. "Jangan ganggu Sheeva. Perlu gua ingetin kejadian kemaren? Atau lu beneran mau kehilangan salah satu tangan di tubuh lu?" Ucap Rafa sadis.

Byan mundur dan membiarkan ada jarak di antara mereka. "Uhh ... aku takut." mendekap tubuhnya sendiri seperti orang menggigil. "Lo mau denger gua ngomong kayak gitu?" Lalu Byan mendengus dan kembali berjalan mendekat. Byan berkata final. "Pukulan lo itu gak berasa bagi gue."

Pukul? Apaan? Rafa mukul Byan? Kapan?

Sheeva mengernyit kebingungan. Memperhatikan Rafa yang lalu meraih kerah baju Byan tanpa ragu.

"Denger, Yan. Gua gak pernah main-main sama omongan gua. Jauhin Sheeva dan jangan pernah ganggu dia lagi." ucap Rafa mantap.

Tawa Byan berderai yang membuat alis Rafa saling bertautan. Apa ada yang lucu dari ancaman Rafa barusan?

"Jauhin Sheeva? Ngeganggu, lo bilang?" Ucap Byan lalu mendorong cowok itu menjauh. Merapihkan kerah bajunya yang sedikit berantakan. "Coba lo tanya Sheeva apa yang udah gue lakuin buat dia kemaren malem."

Sesuatu yang aneh seperti mencubit Rafa yang terlihat dari wajah piasnya. Rafa menoleh ke samping menunggu penjelasan dari cewek yang sedari tadi sudah mulai sadar arah tujuan ucapan Byan.

Lidah Rafa yang sudah gatal menunggu Sheeva berbicara akhirnya bertanya lebih dulu. "Emang kemaren dia ngapain?"

"Jelasin dong, Sheev. Gue kemaren bertaruh nyawa buat lo. Masa lo gak ngehargain gue."

Regret [Completed] ✔ [SUDAH TERBIT]Where stories live. Discover now