34 - KEJUTAN

82 9 1
                                    

"Ran! Kiran!"

Kirani mengira Dewa tidak pernah menyapanya lagi setelah sekian lama. Nyatanya, pagi ini Dewa menunggunya di gerbang. Kirani berpura-pura tidak mendengar ucapan Dewa, terus saja mengayunkan kedua tungkainya menuju koridor utama.

"Ran! Please, aku mau ngasih tau kamu beberapa hal!

Kedua kaki Kirani terus melangkah.

"Ran! Ini enggak ada hubungannya sama Arka!"

Mengetahui hal itu, Kirani semakin mempercepat langkahnya menuju kelas. Papan pengumuman nilai ujian semester ia lewati begitu saja. Tidak ada waktu untuk bicara dengan Dewa pagi ini. Dia tidak mau kekesalannya memuncak.

"Aku tau di mana Kirana berada!"

Satu kalimat itu bagai rem yang membuat Kirani mengehntikan langkahnya secara tiba-tiba. Sontak, gadis itu menengok ke belakang. Dewa berdiri sekitar beberapa langkah di depannya. Kirani mendelik curiga. "Lo ngomong apa barusan?"

"Aku tau di mana Kirana berada."

Kirani menatap Dewa, heran. Namun, Dewa tahu apa yang ada di pikiran Kirani. Lantas, pemuda pun berkata, "Ya, aku udah lama tau kalo kamu enggak tinggal bareng Kirana lagi. Aku tau Kirana ninggalin kamu. Aku tau sekarang kamu kerja di kafe kakaknya Kia. Aku tau kakaknya Kia sering nganterin kamu pulang kerja."

Rahang Kirani rasanya ingin jatuh begitu telinganya mendengar berbaris-baris kalimat yang meluncur dengan mudahnya dari mulut Dewa. Kirani tidak menyangka bahwa Dewa masih menguntitnya sampai detik ini. Ah, harusnya Kirani sudah bisa menebak itu.

"Di mana Kak Kirana sekarang?"

Dewa menengok ke kanan dan ke kiri. Tidak lama, dia berkata, "Koridor bukan tempat yang bagus untuk membicarakan hal pribadi."

Dewa membawa Kirani ke sebuah meja di sudut salah satu warung di area kantin. Baru saja dia menawarkan sebotol teh pada Kirani, tetapi gadis itu menolak lantaran ia tidak ingin membuang-buang waktu lebih banyak. Dia ingin tahu di mana saudaranya berada sekarang.

"Aku akan ngasih tahu kamu di mana Kak Kirani berada asalkan—"

"Kenapa harus ada sesuatu sebagai gantinya?" potong Kirani. "Lo enggak bisa ngasih tau ke gue di mana keberadaan Kak Kirana tanpa gue harus ngebayar pamrih? Enggak bisa, hah?"

"Aku enggak tau harus ngelakuin apa lagi buat bikin hubungan kita balik kayak dulu lagi, Ran."

Kirani sejenak mencari hal lain untuk ditatap. Apa pun asal bukan Dewa. Gadis itu tidak habis pikir, kenapa Dewa masih memaksakan hal sudah berkali-kali Kirani jelaskan padanya?

"Kita enggak akan bisa balik kayak dulu lagi, Wa. Semuanya udah beda sekarang!"

"Tapi, Ran, aku masih...," Dewa menarik napas, "sayang sama lo."

Kirani berdiri dari duduknya. "Kalo elo emang masih sayang sama gue, Wa, harusnya elo tolongin gue ketemu sama kakak gue tanpa pamrih. Kalo lo masih minta balasan atas pertolongan yang elo lakuin buat orang yang elo sayang, itu sama aja elo enggak benar-benar sayang sama orang itu."

***

Arka dan Kirani baru saja tiba di rumah sakit. Sebab ujian semester telah selesai dan siswa-siswi mulai disibukkan dengan remidi dan lomba-lomba antar kelas, Arka dan Kirani memilih untuk mengunjungi Kia. Toh, hari ini keduanya tidak ada jadwal remisi. Keduanya pun belum ditunjuk oleh wali kelas untuk mengikuti suatu lomba.

Pintu kamar tempat Kia dirawat sudah terlihat. Di bangku depan kamar, Kirani dan Arka melihat Raka duduk sembari membungkukkan punggungnya. Satu kali, keduanya melihat Raka mengembuskan napas berat. Ada sesuatu yang sedang dipikirkannya.

FROM THE PAST [SELESAI]Where stories live. Discover now